Selamat datang di KoLiterAksi yang secara khusus kami sediakan untuk artikel-artikel terkait edukasi. Kami membuka ruang seluas-luasnya kepada pelajar, guru, mahasiswa, dosen, pemerhati pendidikan, maupun masyarakat umum untuk menulis. Setiap artikel dikurasi oleh tim editor kami. Inisiatif ini merupakan upaya mendukung literasi di NTT, khususnya di institusi-institusi pendidikan menengah hingga tinggi. Ketentuan pengiriman artikel bisa dicek dengan klik di sini!
Tag: Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores
Setelah Ruang Hidup Komodo, Proyek Super Premium Jokowi juga Ancam 400 Hektar Hutan Penyangga Kota Labuan Bajo
Proyek BPO-LBF ini sejatinya makin memperparah persoalan agraria dan kerusakan lingkungan di Labuan Bajo dan sekitarnya. Bowosie, sebagai hutan penyangga utama kebutuhan air warga, beralih fungsi menjadi kawasan bisnis yang dengan jelas menyebabkan kerusakan lingkungan serta hanya menguntungkan pemodal.
BPO LBF Caplok Lahan Warga Adat, Bupati Mabar: Masyarakat Mau Dibuang ke Mana?
Labuan Bajo, Floresa.co - Bupati Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) Edistasius Endi angkat bicara terkait rencana pembangunan pariwisata Badan Pelaksana Otorita Labuan...
Kebun dan Tanah Rumah Dicaplok Kehutanan dan BPO Labuan Bajo – Flores jadi Destinasi Wisata, Warga Adat Lapor ke Bupati dan DPRD
Penolakan warga terhadap peta Dinas Kehutanan dan BPO Labuan Bajo Flores karena warga adat Lancang, Wae Bo dan Raba telah menguasai lahan tersebut sejak tahun 1972. Di atas lahan tersebut sudah ada bangunan rumah dari warga masyarakat Lancang, berbagai jenis tanaman serta mata air.
Hutan Bowosie dalam Ancaman Proyek Wisata
Demi keberlanjutan ekologi Pulau Flores, BPO-LBF harus mengevaluasi rencana pembangunan bisnis wisata di hutan Bowosie, dengan melibatkan sebanyak mungkin elemen. Ini salah satu cara agar pembangunan pariwisata berkelanjutan seperti cita-cita tertinggi dari BPO-LBF dapat terealisasi di bumi Flores.
BPOP Labuan Bajo-Flores Diduga Tilep Dana 10 Miliar
Selain dugaan tilep dana sekitar 10 milir rupiah, disebutkan juga lembaga yang dipimpin Shana Fatina tersebut diduga membuat laporan tenaga kerja fiktif meski tetap mengalokasikan gaji kepada tenaga kerja yang dilaporkan tersebut.