Polisi Kembali Didesak Usut Dugaan Pemalsuan Dokumen oleh Bupati Tote

Floresa.co –  Polres Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali didesak untuk mengusut tuntas kasus dugaan pemalsuan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur (Pemkab Matim) pada tahun anggaran 2012 yang disebut-sebut merugikan negara Rp 21 Miliar.

Desakan itu disampaikan oleh Kristian Nanggolan, Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng pada Kamis, 25 Agustus 2016.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Floresa.co, ia menyebut Polres Manggarai salah kaprah dalam penanganan kasus ini.

“Delik aduan dugaan adanya perbuatan melawan hukum tindak pidana pemalsuan dokumen oleh bupati Matim Yosef Tote seharusnya ditangani oleh bidang pidana umum (Pidum),” kata Kristian.

“Anehnya, polisi malah mengarahkan laporan tersebut untuk ditangani oleh tindak pidana korupsi (Tipikor) Polres Manggarai saat itu. Penanganan yang sudah salah kaprah ini berujung pada kesimpulan hukum polisi bahwa tidak ada kerugian negara,” lanjutnya.

Ia menyebut, laporan kasus ini yang disampaikan oleh Fraksi PDI-Perjuangan Matim bukan tanpa alasan, tetapi disertai barang bukti yang kuat.

BACA JUGA: Soal Dugaan Korupsi Rp 21 Miliar, Pengacara: “Bupati Tote Seharusnya Tersangka”

“Fraksi ini meyakini bahwa Bupati Matim Yoseph Tote secara sadar memalsukan dokumen APBD II Perubahan tahun 2012,” katanya.

Ia menjelaskan, praktek berkedok perbuatan melawan hukum itu berhasil diketahui saat penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Tote tahun anggaran 2012.

“PDI-Perjuangan menemukan fakta bahwa ada dua dokumen Perda Nomor 16 tahun 2012. Dokumen ini isinya memuat neraca keuangan yang jumlahnya berbeda. Satunya, dokumen resmi yang melalui pembahasan di DPRD Matim tanggal 27 November 2012 setelah perubahan APBD. Totalnya mencapai Rp 509.145.986.764,” katanya.

Anehnya, lanjut dia, satu lagi dokumen yang diduga dipalsukan Bupati Tote dalam Perda yang sama dengan total APBD sebesar Rp 531.417.415.971.

“Itu berarti telah terjadi markup sebesar Rp 21 miliar lebih,” tegas Kristian.

Ia menjelaskan, pengalokasian kelebihan Rp 21 Miliar ini hampir semua berpusat di Dinas PU Matim, yaitu untuk pembangunan 11 paket proyek jalan.

“Hingga saat ini, kasus ini belum di-SP3-kan oleh pihak Polres Manggarai,” katanya.

Karena, kata dia, PMKRI mendesak Polres Manggarai untuk segera mengusut tuntas.

“Penanganan ini bukan oleh bidang Tipikor, namun harus ditangani oleh bidang Pidum sesuai delik laporan Fraksi PDI-Perjuangan Matim,” katanya.

Ia menambhkan, mereka juga mendesak Polres Manggarai menanganani laporan ini dengan mempertimbangkan  Pasal 263 KUHP ayat (1) dan (2). Selain itu, tindak pidana pemalsuan ini sudah diatur jelas di pasal 264 KUHP.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya, Polres Mangggarai pada 9 Desember 2014, melalui Kasat Reskrim Iptu Edy kala itu, mengatakan pihaknya sudah melalui semua rangkaian proses hukum terhadap kasus dugaan pemalsuan itu.

Mereka antara lain sudah memeriksa Badan Anggaran DPRD Matim, Dinas PU, Dinas Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan, dan Aset Daerah (PPKAD), Direktorat Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Bulan Agustus (2014)  kami sudah menyampaikan ke pelapor, kami temukan tidak menyebabkan kerugian keuangan negara atas rekomendasi BPK,” tegas Edy.

Namun, menanggapi hasil penyelididkan Polres Manggarai kala itu, Niko Martin, salah satu pelapor mengaku kecewa.

Ia menegaskan, dirinya menduga ada kongkalikong antara pihak Polres dengan Pemkab Matim.

Salah satu indikasinya, kata dia, terkait pengadaan mobil Pajero Sport untuk Polres oleh Pemkab Matim, padahal pihak Polres sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi 21 miliar itu.

“Pengadaan mobil itu yang dilakukan tanpa sepengetahuan DPRD menjadi indikasi kuat ada kongkalikong. Diam-diam pemerintah berikan mobil itu. Tidak mungkin tidak ada efeknya bagi penanganan kasus itu”,  kata Niko kepada Floresa.co.

Ia juga mengaku heran, bagaimana mungkin tidak ditemukan penyalahgunaan uang negara, padahal, misalnya terkait pengerjaan 11 paket proyek bermasalah, sudah jelas dikatakan dalam audit BPK.

Ia menyebut salah satu contoh misalnya, dalam Laporan LKPJ 2012 dijelaskah bahwa jalan dari Lehong ke Jengok dan Jati di Kecamatan Borong, dengan rincian lapen 5.833 meter dan telfor 4.666 meter sudah dikerjakan.

BACA JUGA: Pajero, 21 Miliar dan Bupati Tote

“Padahal di lapangan, lapennya nol meter, sementara telfor hanya sekitar 300 meter. Uang yang sudah dikeluarkan untuk proyek itu 4 miliar lebih”, kata Niko.

“Bagaimana hal seperti itu tidak dianggap sebagai kerugian negara. Saya sudah beberapa kali minta Polres Manggarai cek langsung ke lokasi. Tapi, mereka tidak pernah datang,” katanya. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.