BerandaREPORTASEMENDALAMVonis Penjara Pemilik Lahan...

Vonis Penjara Pemilik Lahan Terminal Kembur di Manggarai Timur: Putusan yang ‘Tidak Adil,’ Argumen Hakimnya Berubah-ubah

Karena kecewa dengan putusan pengadilan, keluarga Gregorius Jeramu – pemilik lahan Terminal Kembur – memilih memagari pintu masuk bangunan terminal yang mubazir itu.

Floresa.co – Woko penjara mekas Goris, emi kole lami tanah,” kata Sovia Nimul sambil menatap tajam ke arah gerbang masuk Terminal Kembur di Kabupaten Manggarai Timur, NTT: “Ketika Bapak Goris dipenjara, kami ambil kembali tanah ini.”

Pagi itu, Kamis, 30 Maret 2023, Sovia baru selesai memagari gerbang masuk terminal angkutan darat yang terletak di Kembur, Kelurahan Satar Peot tersebut.  Keringat tampak membasahi wajahnya.

“Menurut kami, putusan hakim sangat tidak adil. Kami sudah relakan tanah ini untuk bangun terminal, tetapi mengapa kami yang disalahkan oleh hakim?” tutur wanita 64 tahun itu sembari tangan kanannya menyeka peluh di keningnya.

Sovia adalah istri dari Gregorius Jeramu [62] — nama lengkap Goris — pemilik tanah yang menjadi lokasi terminal itu.

Goris dinyatakan bersalah oleh hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi [Tipikor] Kupang dalam sidang putusan perkara korupsi pengadaan lahan terminal tersebut pada Rabu, 29 Maret.

Hakim beralasan ia menjual tanah terminal itu yang belum bersertifikat. Goris hanya menggunakan Surat Pemberitahuan Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan [SPT PBB] sebagai alas hak.

Putusan hakim itu sesuai dengan dakwaan dari Kejaksaaan Negeri Manggarai yang menyebut penjualan tanah tidak bersertifikat itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan bahwa SPT PBB bukanlah alas hak atau bukti kepemilikan tanah.

Benediktus Aristo Moa, yang berperan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika [Hubkominfo] Manggarai Timur saat pengerjaan terminak ini juga divonis penjara 1,6 tahun. Ia dinyatakan bersalah karena tidak meneliti status hukum tanah itu sebelum membuat dokumen kesepakatan pembebasan lahan serta menetapkan harganya.

Keduanya dinyatakan memperkaya orang lain sekaligus merugikan keuangan negara dengan nilai kerugian total (total loss) atau senilai yang telah dibayarkan kepada Goris, yakni Rp 402.245.455.

Hakim memvonis Goris 2 tahun penjara dan mengembalikan uang sebesar kerugian negara senilai harga tanah. Sedangkan Aristo divonis 1,6 tahun dan membayar denda senilai 100 juta rupiah.

Gregorius Jeramu (62) didamping staf Kejari Manggarai pada 28 Oktober 2022 saat hendak ditahan usai penetapan statusnya sebagai tersangka kasus pengadaan lahan Terminal Kembur, Kabupaten Manggarai Timur. (Foto: Ist)

Mensi Anam dari Kantor Hukum Expatrindo Law Office [ELO], salah satu penasehat hukum Goris, mempersoalkan putusan itu karena bertentangan dengan fakta persidangan.

Ia mengatakan sejumlah saksi dalam perkara itu, berkeyakinan bahwa tanah terminal itu adalah milik Goris, sehingga seharusnya tidak perlu dipersoalkan dan tanah itu sudah tercatat sebagai milik pemerintah.

“Semua saksi yang bersaksi dalam perkara itu sebenarnya meringankan terdakwa melalui keterangan bahwa tanah itu adalah tanah miliknya Bapak Goris,” katanya kepada Floresa, Jumat, 31 Maret.

Karena itu, kata Mensi, terdakwa, keluarga dan penasehat hukum saat ini sedang mempertimbangkan untuk melakukan banding atas putusan majelis hakim tersebut.

“Keputusan majelis hakim kami nilai bertentangan dengan keadilan, di mana Goris sesungguhnya tidak bersalah,” katanya.

Ia mengatakan, putusan hakim dalam perkara itu “dapat menjadi preseden buruk bagi masyarakat umum, lebih khusus Manggarai, yang menjunjung nilai-nilai budaya dan adat istiadat atas tanah.”

Bangunan Terminal Kembur yang mubazir, yang sudah dipagari oleh keluarga Gregorius Jeramu pada Kamis, 30 Maret 2023. (Foto: Ist)

Argumen Hakim yang Berubah-Ubah

Selama proses sidang perkara ini, menurut catatan Floresa, argumen hakim berubah-ubah terkait dakwaan untuk Goris.

Dalam sidang pada 20 Februari 2023, Wari Juniati, Ketua Majelis Hakim menyatakan bahwa alasan penetapan tersangka Goris hingga kemudian berstatus terdakwa adalah karena mendapat aliran dana yang sebenarnya digunakan untuk pembangunan terminal, bukan untuk ganti kerugian pengadaan tanah terminal.

Hakim Juniati merujuk pada pembayaran tahap II pada tahun 2013 sebesar Rp 127.000.000 di mana Gregorius mendapat Rp 121.227.273 setelah dipotong pajak 5%. Sementara pembayaran tahap pertama dilakukan pada tahun 2012 di mana Goris memperoleh Rp 294.000.000.

Argumen Juniati itu merespons bantahan Roberto Simarmata, saksi ahli yang dihadirkan pihak Goris dalam sidang tersebut.

Dalam kesaksiannya, ahli hukum agraria dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu menyatakan bahwa Goris ‘berhak’ mendapat ganti rugi karena Goris adalah pemilik sah tanah itu.

Namun, Hakim Juniati tetap bersikukuh dengan opininya dan menyatakan dalam sidang itu bahwa titik persoalan dalam kasus ini adalah Goris sebagai pemilik tanah menerima pembayaran dua kali.

Saat sidang itu, Hakim Juniarti sempat mengatakan bahwa untuk proses pengadaan tanahnya, poin yang menjadi dakwaan pihak Kejaksaan terhadap Goris, tidak ada soal.

“Kalau pengadaan tanahnya sih gak masalah. Jadi, kerugian negaranya itu di situ [pembayaran dua tahap],” tuturnya.

Masalahnya adalah pada “pengeluaran keuangan negara dua tahun berturut-turut dan itu ada penyimpangan,” katanya.

“Kalau tanah ini pasti milik negara, sudah muncul sertifikat, tetapi pengeluaran keuangan negara untuk mendapatkan tanah ini yang kita sidangkan di sini. Masalahnya di situ,” ujarnya.

Hakim Juniarti kemudian menyatakan masalah ini dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena negara mengeluarkan uang secara tidak wajar.

Sementara itu, sesuai hasil penelusuran Floresa, anggaran pembelian tanah Terminal Kembur pada 2013 yang diklaim Hakim Juniati sebagai penyebab dakwaan Goris sebetulnya termuat dalam Peraturan Bupati [Perbup] Manggarai Timur Nomor 25 Tahun 2012 dan Perbup Nomor 21 tahun 2013.

Dalam dua Perbup itu tertulis secara rinci bahwa belanja modal untuk Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan khususnya item Pembangunan Gedung Terminal terdiri dari belanja modal pengadaan tanah terminal dan belanja modal pengadaan konstruksi.

Pada item belanja modal pengadaan tanah, tercantum anggaran sebesar Rp 127.000.000 dan belanja modal pengadaan konstruksi gedung terminal sebesar Rp 1.955.425.000.

Rincian belanja modal untuk pembangunan gedung terminal yang termuat dalam dua Perbup tersebut bertentangan dengan opini Hakim Juniati dalam sidang pada 20 Februari tersebut.

Dalam vonis pada 29 Maret, hakim di Pengadilan Tipikor Kupang kembali pada dakwaan jaksa sebagai alasan vonis bersalah bagi Goris dan Aristo, yakni status tanah yang tidak bersertifikat.

Proses Hukum yang Dinilai Janggal

Terminal Kembur awalnya direncanakan untuk menjadi penghubung bagi angkutan pedesaan dari daerah di wilayah utara Borong, ibukota Manggarai Timur dengan angkutan khusus menuju Borong.

Dishubkominfo menghabiskan anggaran sebesar Rp 4 miliar untuk pembangunannya, di mana Rp 3,6 miliar adalah untuk pembangunan fisik terminal mulai tahun 2013 sampai 2015 dan 400 juta untuk pengadaan tanah.

Namun, usai dibangun, terminal itu tidak dimanfaatkan dan kini kondisinya rusak.

Kasus terminal ini mulai diselidiki Kejaksaan pada awal 2021. Jaksa setidaknya memeriksa 25 orang saksi. Selain mantan Bupati Yoseph Tote, Kejaksaan juga telah memeriksa Fansialdus Jahang, mantan Kepala Dishukkominfo dan Gaspar Nanggar, mantan Kepala Bidang Perhubungan Darat di dinas itu.

Kontraktor yang mengerjakan terminal itu juga sempat diperiksa, yakni Direktur CV Kembang Setia, Yohanes John dan staf teknik CV Eka Putra, Adrianus E Go.

Kejaksaan baru mengusut masalah pengadaan lahan, sementara terkait pembangunan terminal belum tersentuh.

Sejak penetapan tersangka Goris dan Aristo, warga di Kembur dan kelompok aktivis memprotes penanganan kasus ini, karena menilai aparat hukum hanya tajam terhadap rakyat kecil dan staf biasa di dinas dan melindungi pihak tertentu. Mereka menggelar beberapa kali aksi unjuk rasa, termasuk di kantor Kejaksaan Negeri Manggarai.

Warga menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Negeri Manggarai di Ruteng pada Senin, 7 November, memprotes penetapan tersangka Gregorius Jeramu. (Foto: Rosis Adir/Floresa.co)

Kuasa hukum Aristo, Hipatios Wirawan mengatakan kepada Floresa baru-baru ini bahwa mereka meyakini bukan kliennya yang bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi atasannya.

Dalam kesempatan sidang  pada Senin, 6 Februari 2023, Aristo memang mengatakan bahwa ia hanya menjalankan perintah  atasannya dan mengklaim Surat Keputusan penunjukan sebagi PPTK adalah janggal.

“Saya tidak tahu apa tugas saya, maka pada saat ditunjuk menjadi Ketua PPTK, saya keberatan,” katanya kala itu.

Aristo menjelaskan dalam sidang itu bahwa Fansialdus dan Gaspar yang memiliki peran penting dalam pengadaan lahan terminal.

Fansi saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai, sementara Gaspar sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Manggarai Timur.

Sementara bagi keluarga Goris, di tengah pertimbangan untuk melakukan upaya banding terhadap putusan tersebut, Sovia memutuskan untuk memagari terminal itu.

Tepat di depan plang yang bertuliskan “Tanah Ini Milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur” yang dipasang persis di sisi barat gerbang masuk Terminal Kembur, Sovia memajang poster bertuliskan rasa kecewaanya dan tuntutan kepada pemerintah untuk mengembalikan tanah tersebut.

“Tanah ini kami ambil kembali. Itu saja tuntutan saya ketika suami saya dipenjara,” katanya.

Poster yang dipasang keluarga Gregorius Jeramu di depan Terminal Kembur pada Kamis, 30 Maret 2023 sebagai ungkapan kekecewaan. (Foto: Rosis Adir/Floresa.co)

Silvester Jenabut, putra sulung Goris menyatakan sangat kecewa dengan Pengadilan Tipikor Kupang.

“Apakah karena kami orang kecil, tidak punya uang dan tidak mengerti hukum, sehingga mereka menjatuhkan putusan penjara kepada ayah kami?,” katanya.

“Kemana lagi kami harus mencari keadilan?”

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga