Floresa.co – Sejumlah pegiat lingkungan berbasis di Kupang menggelar aksi kampanye peduli lingkungan pada 26 April, bagian dari rangkaian kegiatan memperingati Hari Bumi.
Berlangsung di area Car Free Day (CFD) depan Rumah Jabatan Gubernur NTT, aksi ini diisi dengan jalan santai, penampilan pantomim bertema lingkungan dan pembagian anakan pohon.
Mengangkat tema “Bergerak Bersuara untuk Pemulihan Lingkungan Hidup dan Keselamatan Masyarakat NTT,” aksi itu diinisiasi oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Cabang NTT, Sahabat Alam (Shalam) NTT, berkolaborasi dengan sekelompok mahasiswa dan dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.
Pantauan Floresa, para peserta membawa beberapa spanduk berisi tulisan “Selamatkan Bumi,” “Kita Tidak Punya Planet Cadangan, Kalau Bukan Sekarang Kita Menjaga, Kapan Lagi?.”
Poster lainnya bertuliskan “Langit yang Biru, Hutan yang Rimbun, Laut yang Jernih–Semua Butuh Aksi Nyata, Bukan Sekadar Pujian,” “Jangan Singkirkan Perempuan Dari Sumber Daya Alam,” dan “Dompet dan Iklim, Jangan Sama-Sama Krisis.”
Jordan W. Atama, Ketua Shalam NTT, berkata, kegiatan ini bagian dari rangkaian kampanye menyambut Hari Bumi 2025 yang jatuh pada 22 April.
Aksi ini untuk “membangun kesadaran publik tentang berbagai ancaman serius terhadap kelestarian alam di NTT.”
Memilih area CFD, kata Jordan, karena tempat itu “menjadi ruang publik yang strategis untuk menyampaikan pesan lingkungan kepada masyarakat luas, yang sedang beraktivitas santai di akhir pekan.”
Kami “mendorong keterlibatan aktif semua pihak dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang bersih, sehat, dan berkelanjutan,” katanya.
Grace Weru, mahasiswi semester empat Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, berkata, “upaya menjaga lingkungan bisa dimulai dari hal-hal kecil,” seperti menjaga kebersihan.
“Satu sampah yang dibuang sembarangan bisa berdampak besar bagi kehidupan manusia,” katanya saat berorasi.
Ia mengingatkan bahwa “ancaman terhadap bumi sudah nyata, terlihat dari meningkatnya bencana ekologis,” hal yang menuntut gerakan kolektif untuk peduli.
“Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” katanya.
Pesan serupa juga disampaikan Kevin Datul, mahasiswa lainnya bahwa “upaya menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab bersama.”
Kota Kupang bisa menjadi contoh bagaimana ruang-ruang publik dipakai untuk mengedukasi masyarakat soal “bagaimana seharusnya manusia memperlakukan bumi dengan baik.”
“Jika kita merusaknya, maka dampaknya akan kembali ke manusia itu sendiri,” kata Kevin.
Staf divisi advokasi dan kampanye Walhi NTT, Horiana Yolanda, berkata situasi yang dihadapi planet bumi ini adalah genting.
“Bumi tengah mengalami tiga krisis besar: perubahan iklim, polusi, dan kehilangan keanekaragaman hayati,” katanya.
Karena itu, menurut Horiana, kampanye ini penting untuk mendorong kesadaran kolektif dan menekan dampak dari krisis-krisis tersebut, yang semakin nyata dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Selama aksi itu, mereka juga membagikan sekitar 60 anakan pohon kepada masyarakat yang melintas di area CFD.
Kegiatan itu ditutup dengan penulisan pesan dan kesan oleh para peserta sebagai bentuk komitmen untuk terus terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.
Editor: Ryan Dagur