Floresa.co – Absennya perhatian Bupati Manggarai Timur (Matim), Yoseph Tote terhadap kondisi jalan yang rusak parah membuat warga di Kecamatan Elar dan Elar Selatan menyebut bupati dua periode itu sebagai pembohong.
Melkior Bat, salah satu warga mengatakan, Pemda Matim sepertinya menutup mata pada situasi yang mereka alami.
”Saya berharap bupati dan wakil bupati segera membuka mata dan hati melihat derita kami,” ujarnya saat ditemui Floresa.co, Jumat, 15 Juli 2016.
Paskalis, warga lain bahkan dengan tegas menyebut Tote telah membohongi rakyat.
”Dia sudah janji mau perbaiki jalan ini. Bahkan, dia sempat minta doa masyarakat supaya (jalan) segera diperbaiki. Faktanya, rakyat tetap sengsara,” katanya.
“Setiap kali mau ke Borong, (kendaraan) selalu mogok di jalan,” lanjut Paskalis.
Ladis, warga Elar Selatan mengaku bosan dengan sikap Pemda Matim.
Dalam sejumlah pertemuan dengan masyarakat Elar, kata dia, Bupati Tote berkali-kali berjanji memperbaiki jalan itu.
”Waktu dia datang meresmikan salah satu sekolah di wilayah ini, dia janji segera perbaiki jalan.Faktanya, hingga sekarang ini, rakyat Elar selalu menderita.”
Menurutnya, Pemda Matim sudah tidak punya mata hati melihat penderitaan warga Elar dan Elar selatan.
”Pa camat sendiri sudah bosan meminta perbaikan jalan ini. Padahal setiap kali Musrenbang Kecamatan Elar Selatan, ruas jalan ini selalu diusul agar diperbaiki. Namun, tidak pernah ada realisasi.”
Sebagaimana disaksikan Floresa.co, kondisi jalan menuju dua kecamatan itu memang rusak parah.
Di jalur dari Golo Robo, Wae Sepet, Desa Mbata, Kecamatan Kota Komba menuju daerah Elar sangat memprihatinkan.
Padahal, itu adalah jalur penghubung antara Borong, wilayah Kecamatan Kota Komba menuju Kecamatan Elar dan Elar Selatan.
Sementara itu, ruas jalan Borong menuju Mbata sudah hampir dua tahun tidak juga diperbaiki setelah sempat diterjang longsor.
Kendaraan yang melintasi di jalan Golo Robo, Wae Sepet juga terpaksa harus antri, jika berpapasan. Selain rusak parah, kondisi jalan sangat sempit, di sekelilingnya penuh batu-batu besar.
Jalan itu juga diapiti jurang sedalam 1 km dan tebing bekas galian batu.
Untuk kendaraan jenis Xenia, Panther, Innova dan Taft misalnya, harus ditarik menggunakan kendaraan berderek.
Sementara kendaran bis kayu atau oto colt, satu-satunya kendaraan umum yang setiap hari mengangkut penumpang harus membawa dedak sekitar 20 hingga 30 karung jika hendak melintasi kawasan itu.
Pada 15 Juli saat Floresa.co melintasi jalan itu, beberapa mobil yang tampak dipakai sejumlah suster serta pejabat dari Dirjen Pendidikan Bimas Katolik dan beberapa kendaraan lainnya ditarik mobil ranger milik warga Mbata.
Di beberapa titik, penumpang terpaksa harus turun dari mobil dan membantu mendorong kendaraan.
Hingga Sabtu, 16 Juli, Floresa.co, belum berhasil mendapat konfirmasi dari Pemkab Matim terkait keluhan warga ini. (Ferdinand Ambo/ARL/Floresa)