Kasus Pungli KTP di Kabupaten Manggarai: Polisi Beri Sinyal Ada Tersangka Lain di Dinas Dukcapil

Polisi sejauh ini menetapkan dua orang tersangka, yakni staf di Dinas Dukcapil dan calo

Floresa – Polres Manggarai menetapkan dua orang tersangka dan masih mengincar calon tersangka lain dalam kasus dugaan pungutan liar atau Pungli pembuatan KTP elektronik di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil [Dukcapil].

“Tersangkanya adalah Saudara DR dan kawan-kawan,” ujar AKBP Yoce Marten, Kapolres Manggarai, Rabu, 22 Februari 2023.

DR merupakan inisial Dionisius Rampung.

Menurut Yakobus Banggut, Kepala Dinas Dukcapil Manggarai, Dionisius merupakan Pegawai Negeri Sipil yang sudah lama bekerja di kantor itu.

“Dia staf sekretariat, tetapi karena kekurangan pegawai, makanya dia juga diperbantukan di bagian pelayanan,” kata Yakobus, Rabu sore.

Terkait status stafnya sebagai tersangka, kata Yakobus, “kami serahkan sepenuhnya kepada aparat kepolisian.”

Sementara perihal dugaan bahwa Dion tidak bekerja sendirian dan uang hasil Pungli dinikmati pimpinannya, Yakobus membantah.

“Itu sama sekali tidak benar dan itu perbuatan oknum,” katanya.

Meski demikian, Kapolres mengirim sinyal, tersangka dari Dinas Dukcapil tidak hanya Dion.

“Sebagaimana yang saya sampaikan di awal untuk tersangka ini kami sebutkan ‘dan kawan-kawan.’ [Itu] berarti tetap ada tersangka-tersangka lainnya,” katanya.

Untuk menjerat tersangka lain, penyidik, jelasnya, tidak hanya menggunakan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, tetapi juga KUHP pasal 55 tentang perbuatan penyertaan dan pasal 64 tentang perbuatan berlanjut, karena praktik Pungli itu dilaporkan sudah terjadi berulang kali.

Tersangka Lain

Selain menjerat Dion dan mengincar rekannya di Dinas Dukcapil Manggarai, penyidik juga telah menetapkan tersangka Alfonsius Jemadu, warga asal Rahong Utara.

Alfonsius Jemadu saat tiba di kantor Polres Manggarai, Jumat, 10 Februari. (Foto: Floresa.co)

Alfons alias Apong adalah calo yang juga mantan tim sukses bupati dan wakil bupati saat Pilkada 2020 yang terjaring  dalam operasi tangkap tangan oleh polisi pada Jumat, 10 Februari di kompleks kantor Dinas Dukcapil.

Ia bertugas memungut uang dari warga sebesar Rp 200 ribu untuk dua keping KTP. Sedangkan di dalam kantor, Dion bertugas untuk memperlancar pembuatan KTP sesuai permintaan Apong.

Penangkapan Apong bermula dari perdebatannya dengan dua orang warga yang baru saja ia urus dokumennya. Dua warga itu dilaporkan merekam KTP elektronik sejak bulan lalu, namun ketika beberapa kali mereka ke kantor itu untuk mengambil KTP, petugas selalu beralasan kehabisan blanko.

Karena itu, mereka mencoba mencari kenalan yang bekerja di kantor itu, hingga akhirnya dihubungkan dengan Apong. Mereka mengaku merasa yakin Apong bisa membantu karena pada WhatsApp-nya tercantum foto dirinya dengan Bupati Manggarai, Herybertus GL Nabit.

Dari komunikasi itu, Apong memberitahu mereka bahwa blanko KTP di dinas itu memang sudah habis, namun ia menjamin tetap bisa mendapatkan blanko melalui pintu belakang dengan biaya Rp 100 ribu per-KTP.

Setelah sepakat, Apong pun membuktikan dirinya bisa memproses cepat KTP tersebut, lalu memanggil mereka untuk menerima KTP di halaman kantor dinas pada Jumat siang.

Namun, sebelum kedua warga menyerahkan uang itu, mereka berdebat dengan Apong, mempermasalahkan pengurusan KTP yang lama dan harus menelan biaya, apalagi biaya itu diserahkan ke staf di dinas.

Warga di sekitar yang menyaksikan perdebatan itu dan menyimak isi pembicaraan mereka lalu menghubungi polisi, hingga penangkapan terjadi.

Sudah Berlangsung Lama

Ini bukan kali pertama kasus Pungli di Dinas Dukcapil Manggarai menjadi pembicaraan publik.

Kasus ini pernah menjadi sorotan para mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Manggarai (PMM) ketika menggelar unjuk rasa di depan kantor dinas tersebut pada Februari 2020.

Mereka memberitahu Kepala Dinas Dukcapil kala itu, Alex Mahu, sejumlah hal yang diduga sebagai bentuk Pungli di kantor tersebut, termasuk oknum pegawai yang meminta uang untuk memperlancar pembuatan KTP elektronik.

Mereka menyebut contoh warga Kecamatan Reok yang dimintai uang Rp 50.000 oleh staf dinas agar KTPnya bisa langsung jadi.

Mereka mengatakan, ada banyak warga yang menyampaikan keluhan bahwa Pungli masih marak terjadi di kantor itu.

Selain pengalaman masyarakat, para mahasiswa sendiri juga mengaku pernah menjadi korban Pungli ketika memroses KTP pada tiga tahun lalu.

“Saat itu, saya mau kuliah ke Makassar. Petugas minta Rp 150.000. Karena buru-buru mau pergi kuliah di tempat jauh, terpaksa saya bayar,” ujar salah seorang mahasiswa yang berorasi saat unjuk rasa itu.

Alex waktu itu sempat menyatakan meminta waktu satu Minggu untuk memberantas praktik Pungli itu.

“Jika dalam satu minggu ke depan masih ada Pungli, saya siap mundur dari jabatan,” katanya.

Penangkapan pelaku dalam kasus Pungli terbaru di dinas itu mengonfirmasi bahwa praktik seperti itu masih saja terjadi.

Kasus pungli terbaru ini menjadi ramai dibicarakan warga.

Foto Apong bersama Bupati Hery juga tersebar luas di media sosial tidak lama setelah ia ditangkap polisi.

spot_img

Artikel Terkini