BerandaREPORTASEPERISTIWAProyek Persemaian Modern Milik...

Proyek Persemaian Modern Milik KLHK yang Babat Hutan di Labuan Bajo Terindikasi Korupsi, Warga Dukung Kejati NTT ‘Kerja dengan Benar’

Sejak awal, proyek dengan anggaran 42 miliar rupiah ini yang berada di Hutan Bowosie, penyangga kota Labuan Bajo diprotes publik karena membabat puluhan hektar wilayah hutan.

Floresa.co — Kejaksaan Tinggi [Kejati] NTT baru-baru ini menurunkan tim untuk melakukan penyelidikan terkait indikasi korupsi dalam proyek persemaian modern milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.

Warga mendukung upaya itu dan mendorong Kejaksaan serius menangani kasus proyek yang membabat puluhan hektar hutan itu sehingga tidak hanya berhenti di tahap penyelidikan.

Abdul Hakim dari bagian Humas Kejati NTT mengatakan pihaknya sudah turun ke lokasi proyek itu untuk mengumpulkan bahan dan keterangan [Pulbaket].

“Ini rencana akan turun ke lokasi lagi, tapi tidak tahu kapan waktunya,” kata Abdul kepada Floresa, Senin, 27 Maret 2023.

Ia mengatakan saat ini Kejati NTT masih menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek yang berlokasi di kawasan Hutan Bowosie, Wilayah Satar Kodi, Desa Nggorang, Kecamatan Komodo, arah timur dari Labuan Bajo itu.

“Nanti kalau sudah [tahap] penyidikan baru bisa wawancara [lebih lanjut],” ujarnya.

Proyek persemaian modern yang dibangun di atas lahan 30 hektar ini dikerjakan oleh PT. Mitra Eclat Gunung Arta sejak Agustus 2021 dan menelan anggaran lebih dari 42 miliar rupiah yang bersumber dari APBN.

Dalam wawancara dengan Floresa pada 1 Maret, Abdul menyebut sesuai temuan tim penyidik Kejati NTT, sekitar 22 item pekerjaan dalam proyek itu yang diduga mengalami penyimpangan.

“Ada jalan hotmiks yang baru dibangun tetapi sudah retak di sejumlah titik. Aspalnya terkelupas sehingga diduga kuat pembangunan tidak sesuai spesifikasi pada kontrak. Begitu juga konstruksi beton, ada yang sudah retak dan tampak rusak,” katanya.

Abdul menyebut, hingga Agustus 2022, pengerjaan proyek ini belum tuntas, meski “sudah tiga kali diadendum.”

Menurutnya, Tim Pidana Khusus Kejati NTT telah memeriksa sejumlah saksi “yang berhubungan atau terkait kegiatan itu”, termasuk Pejabat Pembuat Komitmen, Konsultan Supervisi dan Kontraktor Pelaksana.

Proyek persemaian modern yang diklaim mendukung pariwisata super premium Labuan Bajo sebagai etalase Indonesia ini merupakan salah satu hasil dari program 1.000 kebun bibit desa yang tengah dijalankan KLHK di seluruh Indonesia.

Dalam sebuah pernyataan saat mengunjungi lokasi proyek itu pada Januari 2020, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan, “program tersebut adalah instruksi Presiden Joko Widodo dalam upaya membudayakan kegiatan menanam di kalangan masyarakat untuk menghijaukan kembali daerah-daerah di Indonesia.”

Persemaian modern ini disebut menyediakan tanaman endemik dan diperkirakan setiap tahun bisa memproduksi satu juta bibit tanaman.

Proyek ini sempat memicu kritikan dari kelompok sipil di Labuan Bajo karena dilakukan dengan membabat wilayah Hutan Bowosie, yang dikenal sebagai hutan penyangga kota Labuan Bajo.

Dukung Langkah Kejaksaan

Yos Nggarang, aktivis lokal dan salah satu orang yang sejak awal mengkritik proyek itu menyebutnya “bukan agenda penyelamatan lingkungan” sebagaimana diklaim pemerintah, ”tapi hanya berorientasi proyek.”

Ia mempertanyakan klaim pariwisata berkelanjutan yang selama ini digaungkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan proyek semacam itu, menudingingnya “hanya slogan semata.”

Menurut Yos, bentangan hutan yang kini menjadi lokasi proyek itu merupakan salah satu tabung oksigen untuk wilayah Labuan Bajo dan Flores.

Mestinya, kata dia, yang didorong oleh pemerintah adalah kebijakan penyelamatan lingkungan, dengan menjaga dan merawat hutan yang sudah ada, bukannya membabat dan mengubah fungsi hutan menjadi beton dan aspal.

“Inilah yang publik protes selama ini,” katanya kepada Floresa pada Senin, 27 Maret.

Ia mengatakan, di sisi selatan hutan yang menjadi lokasi proyek tersebut terdapat aliran Sungai Wae Mese yang kini dibangun proyek SPAM bernilai ratusan miliar rupiah untuk mengatasi krisis air di Labuan Bajo dan untuk menunjang pariwisata.

Ia juga menambahkan alebih dari lima ratusan hektar sawah yang bergantung pada aliran sungai itu.

Sayangnya, kata dia, justeru di sana “berlangsung proyek pembabatan hutan yang dibungkus dengan nama persemaian modern.”

“Ini dua kebijakan yang saling bertentangan,” katanya.

Karena itu, kata dia, ia “mendukung proses awal” yang kini tengah dilakukan Kejati NTT “untuk menemukan kepastian hukum” terkait indikasi korupsi dalam proyek itu.

Ia mengatakan Kejaksaan Tinggi NTT harus serius dan “kerja dengan benar dalam mengusut kasus ini dan jangan hanya berhenti di tahap penyelidikan.”

“Mata dan telinga publik selalu mengikuti tahapan proses ini semua,” ujarnya.

Ia mengatakan, “keseriusan Kejati NTT mengusut proyek ini adalah bagian dari mendukung pembangunan pariwisata Labuan Bajo dan NTT supaya kebijakan yang akan datang tidak melulu sekadar proyek yang ujung-ujungnya dikorupsi.”

Kejati NTT, kata dia, harus segera memeriksa pihak-pihak yang terkait dalam proyek itu, termasuk pihak KLHK sebagai pembuat kebijakan dan perusahan yang mengerjakan proyek tersebut.

“Dan usut juga, berapa pohon kayu yang sudah dibabat atau dipotong, kemana hasil kayu yang dipotong dan siapa yang menikmatinya.”

“Mengusut kasus ini dengan serius,” katanya, “memastikan tidak ada lagi kejahatan lingkungan ke depan.”

Banyak Proyek Mubazir, Luput dari Pantuan Penegak Hukum

Proyek persemaian modern ini hanyalah salah satu dari sejumlah proyek yang diduga bermasalah di tengah masifnya proyek infrastruktur pemerintah, menyusul penetapan Labuan Bajo sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional [KSPN].

Pada 15 Desember 2022, Floresa melaporkan kebun hidroponik yang dibangun Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo-Flores [BPO-LBF] dan sempat digadang-gadang akan menjadi salah satu pemasok sayur di kawasan destinasi pariwisata super premium Labuan Bajo yang jugai sudah hancur dan menjadi tempat warga memelihara ternak.

Kebun yang berada di Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo itu tidak lagi terawat usai panen perdana pada pertengahan 2021.

Sebelumnya, Floresa juga melaporkan sebuah tempat limbah bahan berbahaya beracun [B3] yang selesai dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2021 dengan anggaran tujuh miliar rupiah, namun hingga sekarang tidak dimanfaatkan. Bangunan di atas lahan 2,65 hektar di Satar Kodi, wilayah dalam kawasan Hutan RTK 108 Nggorang Bowosie itu sudah rusak, dipenuhi rumput liar.

Laporan lainnya menyoroti pohon-pohon palem seharga lima juta rupiah per batang yang didatangkan dari beberapa wilayah di Pulau Jawa dan ditanam di sejumlah ruas jalan di Labuan Bajo mati dan kemudian dibakar. Sebagian dari pohon-pohon itu yang masih tertanam juga sudah mulai kering.

Dari sederatan proyek bermasalah itu, sejauh ini, penegak hukum baru mengusut indikasi korupsi dalam proyek persemaian modern.  Sedangkan proyek-proyek lain yang kini mubazir, belum tersentuh.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga