Indri Safitri Rahayu: Mencintai Sastra dan Film

Eksplorasi minat dan bakat adalah apa yang kini ditekuni oleh Indri Safitri Rahayu.  Siswi di SMA Negeri 2 Komodo, Nggorang, Manggarai Barat ini sejak kecil sudah mulai belajar menulis dan mencintai dunia sastra. Kini, masih sejalan dengan itu, ia meminati dunia perfilman.
Bagi gadis kelahiran, 05 April 1998, kesukaannya pada dunia sastra, film, dan masalah sosial di sekitarnya membawa ia pada lingkungan pergaulan yang luas . Di luar lingkungan sekolah, ia punya banyak teman lantaran aktif dalam berbagai komunitas antara lain Komunitas Seni Nggong Rang, Komunitas Film Matarantai Labuan Bajo, Komunitas Kopi Sastra, dan Komunitas Jurnalis Pelajar.
Melalui kolom Aletheia, Isra-begitu ia biasa disapa-akan menceritakan pertualangannya itu, termasuk bagaimana ia bisa menghasilkan dua film yang berjudul “cerita Isra” dan “cerita dari Lapak” . Berikut curahan hatinya:

Sejak kecil saya selalu bersahabat dengan karya. Orangtua selalu memberikan saya pena dan kertas putih. Dari sana saya selalu menuliskan tentang apa saja. Namun tidak pernah menghasilkan apa-apa selain menulis itu sendiri

Ketika memasuki usia Sekolah Menengah Pertama dan selanjutnya Sekolah Menengah Atas, saya mulai tertarik dengan puisi, pantun dan cerita pendek. Inspirasi dalam menulis muncul dari situasi yang saya alami, entah sekolah, lingkungan sekitar maupun mimpi-mimpi.

Saya tidak hanya mau menulis untuk dinikmati sendiri atau sebuah rutinitas tugas sekolah. Saya melakukannya karena minat yang harus dibagikan kepada orang lain. Sehingga saya merasa beruntung karena selain tampil membaca dalam kegiatan-kegiatan seni, tidak jarang pula menjadi juara jika diperlombakan.

Pernah dalam sebuah kegiatan pemilihan kepala daerah pada 2010, ketika itu saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas VI SDN Nggorang, saya dipercayakan untuk membuat sekaligus membawakan sebuah puisi yang berjudul “Panji Keberanian Fiva” di hadapan para pejabat dan petinggi kabupaten. Itulah puisi pertama saya yang dibacakan di hadapan umum dan karenanya sampai sekarang saya masih mengingat judulnya.

Pada ketika itu, sebenarnya saya malu membacakan karya sendiri, apalagi di hadapan publik tetapi karena para guru dan orang tua sendiri selalu memberi motivasi, maka saya memberanikan diri untuk tampil dan membacakannya. Saya merasa bangga karena saya mendapat cenderamata ketika itu.

Sudah sejak itu saya selalu ingin berkarya. Bukan hanya menulis puisi, tetapi juga dalam kegiatan sastra dan seni apa pun. Semangat untuk itu diasah secara perlahan sebagai bentuk pembelajaran ketika memasui jenjang Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Ketika di SMPN 2 Komodo saya selalu yang diutus oleh sekolah untuk mengikuti berbagai perlombaan karya sastra di level kabupaten. Tidak jarang pula saya mendapat apresiasi.

Jika mau jujur, saya menjadi murid terbaik selama menempuh pendidikan menengah pertama. Saya dipercayakan oleh teman-teman dan sekolah sebagai duta dalam perlombaan-perlombaan. Selalu mendapat rangking pertama di kelas sampai akhirnya saya pun dipercayakan sebagai ketua OSIS.

Sudah sejak itu saya sudah mulai aktif dalam kegiatan organiasi baik organisasi internal sekolah atau antar sekolah maupun di luar sekolah. Pengenalan saya dengan organisasi-organisasi di luar sekolah mengasah saya untuk bersaing secara sehat, membangun relasi yang positif dengan siapa pun, menghargai orang lain dan rendah hati. Karena semuanya itu, saya memiliki banyak teman belajar dari yang usia sebaya maupun para guru dan sepuh.

Pada tahun 2013, saya memasuki pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Komodo Nggorang Labuan Bajo. Jejaring yang luas yang sudah dibangun sejak Sekolah Menengah Pertama membuat saya mudah untuk terjun dalam organisasi-organisasi luar sekolah.

Saya mulai terlibat di berbagai komunitas di antaranya komunitas seni visual Nggong Rang yang dipelopori pelukis dan kurator seni lukis Mart Sakeus, komunitas kopi sastra yang dipelopori oleh penikmat sastra Baku Peduli, dan terakhir adalah komunitas film Matarantai yang dipelopori oleh teman-teman dari komunitas Bolo Lobo, Nggong Rang dan penikmat sastra Baku Peduli.

10986626_1617089305238413_4985751554064286327_nKeterlibatan aktif dalam komunitas-komunitas tersebut memotivasi saya untuk melihat realitas atau situasi secara terang. Hal itu terbangun dengan sendirinya karena teman-teman komunitas yang saya ikuti adalah para aktivis, jurnalis, filmmaker, penyair dan bahkan sastrawan. Saya merasa sangat beruntung menjadi bagian dari mereka, sebut saja Frangky Making sebagai guru Film saya, Edward Angimoy sebagai guru sastra dan musik saya, Mart Sakeus sebagai guru seni saya, Kris da Somerpes dan Marta Muslin Tulis sebagai guru gerakan. Pun para sahabat pelajar yang lain yang memberikan pencerahan dan motivasi.

Karena keterlibatan-keterlibatan sosial itu membuat saya berpikir untuk berkarya secara lebih serius. Saya mencoba bersama kawan-kawan komunitas Matarantai memproduksi film-film yang bernuansa pembelaan, kritik sekaligus penyadaran. Pada 2014 setelah mendapat pelatihan film selama dua minggu, saya mencoba menulis dan menyutradarai film sederhana yang berjudul “Cerita Isra”.

Sebuah film tentang terminal Nggorang yang tidak dimanfaatkan secara maksimal. Pesan yang disampaikan melalui film monolog itu adalah pentingnya pemerintah untuk mamasimalkan fasilitas publik. Bukankah semua fasilitas pubik dikerjakan oleh uang rakyat.

Film pendek tersebut akhirnya diputar untuk pertama kalinya dalam kegiatan festival Nggong Rang pada Februari 2014. Di mana ketika itu semua komunitas seni Labuan Bajo berkumpul dalam satu panggung menampilkan karya masing-masing. Dan dari komunitas film matarantai film “Cerita Isra” diputarkan. Saya merasa bangga, karena banyak yang minta copy filmnya.

Pada 2015, menyusul saya dan teman-teman dari komunitas film Matarantai memproduksi film yang melukiskan realitas perempuan (mama-mama) di pasar Batu Cermin. Film tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk memperingati hari Kartini pada bulan April. Setelah melakukan proses produksi selama tiga minggu mulai dari penulisan script sampai editing final akhirnya lahir film “Cerita dari Lapak”.

Pesan yang mau saya sampaikan melalui film tersebut adalah posisi perempuan dalam pembangunan pariwisata di Labuan Bajo, di mana perempuan-perempuan adalah orang yang dipinggirkan dan tidak diperhatikan. Kehadiran mama-mama dalam film dokumenter itu menyatakan secara jelas realitas perempuan yang sesungguhnya. Mereka kalah dalam segala hal, mulai dari menghasilkan produk penjualan sampai pada kalkulasi untung rugi.

Film dokumenter tersebut akhirnya dihadirkan pada Hari Kartini 21 April 2015 di Kantor Bupati Manggarai Barat yang disaksikan oleh Bupati Manggarai Barat dan beberapa pejabat daerah serta elemen perempuan. Setelah penanyangan, film itu kemudian mendaptkan apresiasi yang baik dari Bupati dan masyrakat yang hadir pada acara itu. Sebagai seorag pelajar saya bangga, karena saya memberikan sesuatu untuk orang banyak, walau sebenarnya apa yang saya berikan belum sesempurna diharapkan banyak orang.

Semua pengalaman itu memberikan banyak manfaat untuk karya-karya sosial saya. Namun demikian, saya tetap berusaha untuk membagi waktu belajar saya. Karena sebagai pelajar pekerjaan utama saya adalah belajar. Tanpa mengorbankan berbagai mata pelajaran, pekerjaan rumah, saya tetap berusaha untuk memberi kesempatan untuk mengembagkan minat dan bakat.

Saya berharap, semoga upaya-upaya sosial ini terus memacu saya untuk memberi manfaat yang banyak bagi banyak orang. Saya memiliki cita-cita, untuk mengambil kuliah kuliah di jurusan Hukum dan bercita-cita menjadi pengacara, jaksa, atau hakim. Pun begitu, saya juga tetap ingin fokus di dunia perfilman dan saya berharap saya bisa terus melahirkan karya-karya baru dan menjadi sutradara profesional.

Saya ingin lebih jauh mengeksplorasi kekayaan budaya dan kearifan lokal Manggarai dan mengangkatnya dalam film. Pun menyuarakan ketakberdayaan, penindasan, ksengsaraan, kelaparan dan bahkan kemiskinan melalui film karena hanya itu suara-suara orang kecil, orang-orang yang mau berjuang ke arah yang lebih baik, seperti saya juga.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA