Floresa.co – Beralasan tak dapat tiket pesawat ke Ruteng, tim investigasi Polda NTT di Kupang menunda keberangkatan ke Poco Leok, Kabupaten Manggarai untuk penyelidikan kasus dugaan kekerasan terhadap warga oleh aparat.
Semula, penyidik berencana berangkat pada 18 Oktober, namun ditunda menjadi 22 Oktober.
Aliansi Tolak Geotermal Poco Leok menilai penyidik bisa saja terbang menuju Labuan Bajo disusul perjalanan darat menuju Poco Leok demi mempercepat proses investigasi terkait dugaan kekerasan oleh aparat pada 2 Oktober.
“Ketiadaan tiket pesawat tak bisa jadi alasan untuk menunda penyelidikan,” kata Febri Bintara, koordinator umum aliansi tersebut pada 18 Oktober.
Pernyataan Febri merespon penyidik Polda NTT, Erik Come yang mengatakan “memang rencananya hari ini [18 Oktober] ke Ruteng, tetapi berapa hari ini kami cek, belum dapat tiket ke sana.”
Ia mengaku tim investigasi akan terbang ke Ruteng pada 22 Oktober, tanpa memerinci kepastian tiketnya.
Floresa sempat mengecek jadwal penerbangan dari Kupang ke Labuan Bajo melalui sejumlah platform travel berbasis daring.
Dari penelusuran itu, ditemukan setiap hari maskapai Wings Air melayani rute penerbangan Kupang-Labuan Bajo dengan frekuensi dua kali sehari.
Sementara penerbangan untuk rute Kupang-Ruteng dilayani maskapai yang sama setiap Rabu, Jumat dan Minggu.
Sebelumnya pada 16 Oktober, Kepala Bidang Humas Polda NTT, Ariasandy mengatakan tim investigasi Polda NTT akan terbang ke Ruteng pada 18 Oktober guna “melakukan audit investigasi terhadap pelaksanaan pengamanan yang diduga mengakibatkan penganiayaan.”
Floresa sempat menanyakan kepastian keberangkatan tim investigasi melalui pesan WhatsApp ke Ariasandy pada 18 Oktober pagi.
Ariasandy tak merespons pesan tersebut, yang mendorong Floresa bertanya ke Erik.
Sementara ketika ditanya soal detail “audit” yang disebutkan Ariasandy, Erik hanya menjawab, “silakan ke kantor.”
Disitir dari Global Flores, Ariasandy mengatakan tim investigasi dibentuk bidang Profesi dan Pengamanan [Propam] Polda NTT yang “sangat serius menangani laporan pengaduan dari jurnalis media Floresa.”
Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut dan perwakilan warga Poco Leok melaporkan kasus dugaan pelanggaran etik dan kekerasan oleh anggota Polres Manggarai dan seorang jurnalis ke Polda NTT.
Laporan Herry diajukan pada 11 Oktober, baik untuk tindak pidana umum di bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu [SPKT] maupun etik di Propam.
Pelaporan terkait tindak kekerasan yang menimpa Herry pada 2 Oktober saat meliput aksi protes warga terhadap proyek geotermal.
Sedangkan laporan warga Poco Leok diajukan pada 11 Oktober untuk etik dan 14 Oktober terkait tindak pidana umum.
Dalam pelaporan, warga Poco Leok yang diwakili Karolus Gampur dan Agustinus Tuju mengadukan tindak kekerasan terhadap keduanya dan tiga warga lain saat aksi jaga kampung pada 2 Oktober di Lingko Meter, bagian dari tanah ulayat Gendang Lungar.
Febri meminta Polda NTT “menindak tegas anggota mereka yang kerap represif terhadap warga.”
Ketegasan Polda NTT, katanya, “sekaligus menunjukkan komitmen mendisiplinkan anggotanya serta memperbaiki citra kepolisian.”
Laporan kontributor Boni Jehadin
Editor: Anastasia Ika