JPIC-SVD Ende menguraikan sejumlah praktik manipulatif, termasuk langkah perusahaan yang diduga melibatkan tentara untuk menekan tokoh adat agar menghibahkan tanah
Epy Rimo, imam Katolik yang juga direktur korporasi milik Keuskupan Maumere mengklaim sudah sejak lama merencanakan ‘pembersihan’ lahan yang hendak dikembangkan untuk usaha perkebunan kelapa
Tanpa perubahan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia dan lingkungan sebagai subjek, narasi energi bersih di Flores sekadar pertarungan politik dagang, memperluas komodifikasi sumber daya alam dan menjamin jalur distribusi hasil ekstraksi untuk kepentingan pasar global
Kita perlu mengidentifikasi aspek budaya dan struktural yang membenarkan tindak kekerasan terhadap perempuan, lalu bersama-sama berupaya memperbaikinya - menuju dunia yang memperlakukan laki-laki dan perempuan secara setara
Sejumlah kasus pelecehan seksual terungkap di Flores dalam beberapa tahun terakhir, dengan pelaku orang-orang terdekat korban. Di Unika St. Paulus Ruteng sudah muncul mahasiswa yang berani melapor
Tidak ada senja kala untuk kolonialisme dan rasisme. Keduanya masih dipraktikkan hingga kini, termasuk lewat model pembangunan yang mendiskriminasi warga lokal
Tak hanya mengkritik pembesar, novel ini menghidupkan “dulce et utile,” istilah untuk menggambarkan karya sastra yang tidak saja menghibur tetapi juga memberi manfaat bagi pembacanya
Galeri: Aksi Warga Compang Longgo, Mabar Tuntut Pemerintah Perbaiki Bendungan Rusak
Dalam foto-foto ini, Tim Floresa.co merekam aksi unjuk rasa warga Desa Compang Longgo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat pada Selasa, 17 Mei 2022 menuntut pemerintah memperbaiki bendungan Wae Cebong yang menyalurkan air ke sawah mereka yang rusak akibat aktivitas pertambangan galian C.
Floresa.co – Masyarakat Desa Compang Longgo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur [NTT] menggelar aksi damai di Kantor Bupati dan DPRD kabupaten itu pada Selasa, 18 Mei 2022.
Dalam aksi yang diikuti ratusan warga dan didampingi oleh para mahasiswa dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng dan Kota Jajakan Labuan Bajo, mereka mengadukan masalah Bendungan Wae Cebong yang rusak, diduga akibat aktivitas pertambangan pasir atau galian C.
Bendungan itu merupakan sumber air bagi irigasi untuk ratusan hektar sawah di area Persawahan Satar Walang, milik warga Desa Compong Longgo, desa yang berjarak 14 kilometer ke arah selatan dari Labuan Bajo.
Tim Floresa.co merekam aksi warga ini, lewat foto-foto berikut.
Warga menggelar dialog dengan Bupati Mabar, Edistasius Endi. Dalam kesempatan ini, kepada Bupati Edi, salah satu perwakilan ibu-ibu berkeluh, “tolong Pak, anak-anak kami lapar. Kami meminta kebijaksanaan Bapak untuk melihat keluh kesah kami.”Tuntutan-tuntutan warga juga disampaikan melalui poster dengan beragam nada, salah satunya berbunyi, “Tanam Padi, Tumbuh Pabrik, Tanam Jagung, Tumbuh Bagunan”.Menggunakan mobil dump truck warga melakukan perjalanan dari satu titik aksi ke titik lainnya.Peserta aksi saat berada di Kantor DPRD Mabar.“Hentikan Eksploitasi, Dengarkan Jeritan Rakyat”, “Pengusaha Dusta di Balik Kuasa”, “Tom dan Jeri Bikin Masyarakat Menjerit,” demikian isi beberapa seruan warga sebagaimana tertulis dalam poster-poster itu.Aktivis Mahasiswa PKMRI Cabang Ruteng dan Kota Jajakan Labuan Bajo, salah satu elemen sipil pendamping, melakukan orasi di depan Kantor DPRD Mabar.Tiga orang tokoh masyarakat Desa Compang Longgo [berbusana adat] berkoordinasi dengan aparat keamanan.Massa aksi di depan kantor DPRD Mabar.Massa berdialog dengan pihak dari DPRD Mabar.