Floresa.co – Organisasi Muslim Nahdlatul Ulama [NU] di Kabupaten Lembata menggelar kampanye pencegahan perkawinan anak, masalah sosial yang kian marak di wilayah itu.
Acara berupa sosialisasi itu melibatkan Fatayat Kabupaten Lembata, Muslimat Nahdlatul Ulama dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama [Pergunu] yang digelar pada 7 September di Perpustakaan Daerah Gorys Keraf.
NU menghadirkan sejumlah pembicara, termasuk Ishak Sulaiman, Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten Lembata.
Ishak menekankan bahwa perkawinan anak bukan solusi mengatasi persoalan ekonomi ataupun permasalahan sosial.
Perkawinan anak justru “dapat melahirkan kenyataan kehidupan lain, yakni kehamilan usia remaja,” katanya.
Dampak perkawinan anak adalah “kemerosotan moral dan akhlak, serta degradasi pendidikan dalam keluarga.”
Ishak mengutip data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang mencatat perkawinan anak sebagai masalah pelik di Provinsi NTT.
Data pada 2021 menyebutkan di NTT 82.957 pasangan usia subur menikah di bawah usia 19 tahun. Data tersebut tidak menjelaskan tahun perhitungan dimulai.
Sementara di Kabupaten Lembata total kasus kehamilan usia 13 tahun hingga 20 tahun berjumlah 133 orang, menurut data terakhir dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak [P2PA].
Kepala Bidang Pelayanan Perempuan dan Anak di Dinas P2PA Lembata, Goedelfridus M. B. Lawi berkata, kasus kehamilan remaja terjadi di hampir semua kecamatan.
Jumlah kasus tertinggi terdapat di Kecamatan Buyasuri, yaitu 47 orang, disusul Kecamatan Omesuri 20 orang, Kecamatan Nubatukan 19 orang, Kecamatan Atadei 15 orang dan Kecamatan Lebatukan 14 orang.
Beberapa kecamatan lain mencatat jumlah kasus di bawah 10, yakni Kecamatan Nagawutung 7 orang, Kecamatan Wulandoni, 6 orang, Kecamatan Ile Ape 4 orang dan Kecamatan Ile Ape Timur 1 orang.
Dari semua kasus itu, kata Elfridus, baru dua orang yang mengajukan dispensasi nikah.
“Satu dari kecamatan Nubatukan masih proses dan Kecamatan Omesuri sudah dikabulkan”, kata Elfridus.
Ia berkata, upaya pencegahan perkawinan anak menjadi penting lewat sosialisasi yang menjelaskan dampak buruknya.
Elfridus juga menyebut pentingnya optimalisasi kapasitas anak agar punya resiliensi dan bisa menjadi agen perubahan.
“Penting juga penguatan regulasi dan kelembagaan, serta penguatan koordinasi antarpemangku kepentingan lintas sektor,” katanya.
Sementara Nurzaman Damanhuri, Koordinator Program Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia [Lapesdam] NU Lembata berkata, pihaknya terus berupaya melibatkan sekolah dan kaum muda, termasuk Orang Muda Katolik [OMK] di Lembata, “untuk menggaungkan pengentasan persoalan perkawinan dini.”
Selain itu, ada empat desa dampingan Lapesdam di Kecamatan Omesuri dan Buyasuri yang juga akan mendapat sosialisasi, yakni Desa Balauring, Hingalamengi, Umaleu dan Kouha.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Cabang NU Kabupaten Lembata, Mukhtar Sarabiti berharap, anggota organisasinya terus menjadi penggerak upaya pencegahan perkawinan dan kehamilan anak.
Ia meminta mereka “terlibat aktif memutus mata rantai” masalah ini.
Editor: Ryan Dagur