Persoalan Bowosie sebetulnya bukan saja soal konsep pariwisata yang pro-kapitalis, tetapi yang lebih parah ialah bagaimana agenda bisnis orang-orang kuat yang meng-capture kekuasaan. Ketakutan akan ada agenda diskriminasi terhadap hak-hak masyarakat lokal begitu kuat, karena di atas tanah leluhur masyarakat, negara “menggadaikan” hak-hak masyarakat untuk kepentingan korporasi.
Kebun jati milik warga ini digusur untuk pembukaan jalan ke area 400 hektar di Hutan Bowosie, yang akan dikembangkan menjadi kawasan bisnis pariwisata, bagian dari proyek strategis nasional.
Desakan itu diutarakan warga Desa Gorontalo karena BPO-LBF turut mengklaim wilayah APL Bowosie yang sudah menjadi pemukiman dan lahan pertanian mereka. Wilayah itu, oleh BPO-LBF rencananya akan dijadikan destinasi wisata ekslusif. Bahkan lembaga yang dipimpin Shana Fatina itu berani menanam pilar tanpa berkoordinasi dengan mereka.