Penolakan warga terhadap proyek itu sudah berlangsung lima tahun. Warga beberapa kali telah melakukan demonstrasi, menulis surat kepada Bank Dunia dan Presiden. Namun, suara penolakan warga seolah diabaikan begitu saja oleh pemerintah dan perusahaan.
Mereka menggelar orasi dari mobil komando, menggelar poster yang menyatakan penolakan terhadap proyek geotermal, dan mengusung peti mati bertuliskan “RIP Nurani Pemda Mabar.”
Naasnya, penandatanganan MoU itu dibuat politisi Nasdem itu di tengah terus kokohnya penolakan warga terhadap proyek yang dibiayai oleh Bank Dunia tersebut.
Hal itu mereka sampaikan setelah sebelumnya, mereka telah menulis surat menyatakan penolakan terhadap proyek itu. Bank Dunia pernah membalas surat itu dan berjanji akan bertatap muka. Sementara itu, kabarnya, proyek itu akan dieksekusi pada awal tahun 2022 meskipun warga tetap menolak.
Polemik proyek geothermal Wae Sano sudah berlangsung sejak 2018 lalu. Hingga saat ini, berbagai upaya dilakukan oleh perusahaan dan pemerintah, termasuk membuat MoU dengan Keuskupan Ruteng. Warga, sekalipun tidak banyak dilibatkan dalam proses-proses yang ada tetap menyatakan penolakan karena proyek itu berlangsung di ruang hidup mereka.
Di dalam logika hukum administrasi, siapa yang mengeluarkan izin, dia punya kewenangan, dia punya tanggung jawab untuk melakukan evaluasi izin. Dan, ESDM ialah otoritas yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin panas bumi. Menjadi aneh dan lucu sekali ketika ESDM dalam proses-proses persidangan mengatakan bahwa itu bukan kewenangannya. Lalu, bagaimana ia bisa mengatakan bahwa dampak ini ditimbulkan oleh apa kalau dia menganggap itu tidak punya kewenangan.
Labuan Bajo, Floresa.co – Masyarakat Wae Sano, di Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), NTT tetap kukuh menolak eksplorasi geothermal di wilayah mereka....