Pater Frans Mido SVD, Sesepuh di Seminari Kisol Meninggal Dunia

Floresa.co – Pastor Frans Mido SVD, yang dikenal sebagai sesepuh di Seminar Pius XII Kisol, Manggarai Timur meninggal dunia, Rabu 29 November 2017.

Misionaris itu menghembuskan nafas terakhir di usia 81 tahun, dua tahun lebih setelah ia merayakan 50 tahun imamat, 25 April 2015 lalu.

Nama Pater Frans tidaklah asing bagi para alumni sekolah pendidikan calon imam itu. Ia dikenal sebagai orang yang paling berjasa mendidik para seminaris untuk mengusai dengan baik Bahasa Indonesia dan logika.

Mengenang Pater Frans, Romo Laurens Sopang, mantan praeses Seminari Kisol menulis di Facebook-nya, “Engkau pahlawan setia mengabdi di Kisol sejak kedatangan di Keuskupan Ruteng hingga purna tugasmu:”

“Maafkan kami atas segala kesalahan kami. Semoga Pater bisa berjumpa dengan Tuhanmu yang telah memanggilmu menjadi missionaris setia,” tulisnya.

Mantovanny Tapung, salah satu alumni menyebut, Pater Frans sebagai “guru yang telah mengajarkan saya untuk bisa berbahasa Indonesia sesuai EYD.”

“Hari Senin lalu saya sudah menjegukmu dan dengan terbata-bata engkau memberkati saya. Saya menyampaikan salam yang hangat dari teman2 Sanpio 88. Berkatmu dan doamu untuk kami pasti menguatkan perjalanan hidup kami,” tulis dosen di STKIP St Pauslus Ruteng itu.

Perjalanan Pengabdian

Pater Frans lahir pada tanggal 7 November 1936 di Worosambi (Bade), Tonggo, Nangaroro, Kabupaten Nagekeo.

Perjalanan panggilannya dimulai setelah ia menamatkan pendidikan di V.V.S. (Vervolgschool) di Maunori (1950).

Ia kemudian menempuh pendidikan menegah di Seminari Mataloko (1950-1957).  Pada tahun 1957 ia masuk Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero dan ditahbiskan menjadi imam pada 25 April 1965 di Ende.

Pada Juli 1966, ia mulai bertugas di Seminari Kisol. Setelah sempat mengajar, ia lalu melanjutkan studi di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta. Jurusan yang diambilnya adalah Bahasa dan Sastra Indonesia.

Pada tahun 1970, ia berhasil menyandang gelar Sarjana Muda. Baru pada 1982, ia memperoleh ijazah sarjana.

Sebagai seorang guru, pengalaman mengajarnya sudah tercatat di banyak tempat.

Selain di Seminari Kisol pada 1970-1978 dan 1982-2006, imam yang mengambil motto “Ia harus makin besar” ini juga membagi ilmu di banyak tempat.

Ia pernah mengajar di SDN Kisol, SMP Pancasila, dan SPG C II di Borong (1966), SMA Kolese De Britto di Yogyakarta (1968-1969) dan sebagai dosen tamu pada STKIP Katekis St. Paulus di Ruteng, Manggarai.

Selain tugas mengajar, ia menjabat sebagai Kepala Sekolah SMP/SMA (1974-1978) dan Rektor Seminari Kisol (1982-1985).

Pater Frans tergolong seorang pengajar yang produktif. Ada beberapa buah pikirannya yang telah dibuatkan stensilan yang masih sangat relevan sampai saat ini, antara lain stensilan Dramaturgi (1968), Roman dan Masalahnya (1969), Kamus Pembaca (1971), Sari Kesusastraan Indonesia dari Angkatan ke Angkatan (1972) dan Kesusastraan Melayu Lama (1977).

Yang dikenal sebagai opus magnum (maha karya) dari Pater Frans adalah buku berjudul Cerita Rekaan dan Seluk-beluknya yang diterbitkan pada tahun 1994. Buku ini masih dipakai oleh para mahasiswa, guru, dan dosen di berbagai kampus.

Teladan Kesetiaan

Pater Frans dikenal sebagai sosok yang setia.

Dalam perayaan syukur emat imamatnya, Praeses Seminari Kisol, Romo Dionisius Osharjo, Pr menyebut, kesetiaan Pater Fras sebagai pembina dan pendidik Frans menjadi sumber keteladanan.

Tentu kesan tersebut bukan tanpa alasan. Dalam keseharian, kesetiaan Pater Frans tidak sulit untuk dibuktikan.

Ia jarang alpa menghadiri seluruh kegiatan. Selain itu,  imam berbadan kecil dan tinggi ini tampak konsisten menghayati imamatnya.  Ia setia merayakan Ekaristi pribadi tiap hari dan mendoakan ibadat harian, meski di usia senjanya, kebiasaan itu Sudah jarang ia lakukan.

Kesetiaannya kepada Seminari Kisol tidak diragukan lagi.  Dalam beberapa kesempatan, ia mengaku tidak mau meninggalkan sekolah yang dikenal sebutan Sanpio itu di hari tuanya.

Dalam salah satu kesempatan, ia mengatakan, kesetiaan diperoleh melalui proses meniru.

Ia menyebut contoh konkret. ”Ketika ibu di dapur lagi memasak, saya melihat dan meniru, akhirnya saya mahir memasak,” akunya.

Ia juga belajar dari kesetiaan pendiri Seminari Kisol Pater Leo Perik SVD. 

“Pater Leo begitu setia mengabdi di tempat ini. Lambat laun, kesetian Pater Leo juga membentuk saya sebagai pribadi yang hanya setia dan setia” tuturnya.

Soal alasan pengabdiannya yang begitu lama di Kisol, ia mengatakan,  “karena saya tidak pernah memikirkan yang lain selain mengabdi dan terus bekerja untuk kejayaan Sanpio.”

“Hari-hariku sibuk dengan memeriksa pekerjaan anak-anak, tak terasa hingga emas imamatku. Saya hanya menghabiskan seluruhnya di tempat ini, “ ujarnya.

ARL/Floresa

spot_img

Artikel Terkini