DPRD Manggarai Dianggap Lamban Tangani Kasus Anggota yang Diduga Selingkuh

Ruteng, Floresa.co – Pimpinan DPRD Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dikecam karena dianggap lamban memproses kasus salah satu anggotanya yang diadukan karena terlibat kasus perselingkuhan.

Sebelumnya, oknum anggota dewan Robertus Iwan Obo diadukan oleh Ferdinandus Egar, 37, yang isterinya berinisial YL kedapatan selingkuh dengan politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu.

Egar, warga Kelurahan Pitak, Kecamatan Langke Rembong menuding “DPRD Manggarai sedang berupaya melindungi pelaku.”

Egar sudah melayangkan pengaduan ke DPRD Manggarai sejak 7 Desember lalu, namun belum ada tanggapan. Wakil Ketua DPRD, Paul Peos yang sudah dihubungi via telepon, kata dia, juga belum menepati janjinya.

“Kemarin saya mau ke DPRD. Sebelum ke sana saya telepon Pa Paul Peos. Ia bilang, sedang ada di luar dan berjanji akan kembali mengubungi saya,” katanya kepada Floresa.co, Jumat, 12 Januari 2018.

Namun, katanya, tidak ada informasi lanjutan setelah itu.

Ia menambahkan, kuat dugaan DPRD Manggarai secara khusus Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sengaja mengendapkan kasus itu dengan tujuan tertentu.

”Dugaan saya ada bargaining di DPRD terkait pengaduan saya. Kalaupun para anggota DPRD sedang sibuk, mohon memberi kabar, agar selaku pelapor, saya tidak curiga,” lanjutnya.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Paul Peos mengatakan, laporan Egar sebenarnya sudah dibahas di MKD.

BACA JUGA: Dituding Selingkuh, Oknum DPRD Manggarai Dilapor ke Polisi

Namun, kata dia, MKD belum memberi laporan resmi kepada pimpinan DPRD.

“Hari Senin mereka akan laporkan hasilnya ke saya. Jadi, kita serius membahasnya sekarang,” ungkapnya.

Langgar Kode Etik

Dalam surat laporan Egar yang salinannya diperoleh Floresa.co, ia menyebut Robertus Irwan Obo melanggar Pasal 15 ayat (3) Peraturan DPRD Kabupaten Manggarai Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik yang berbunyi, Anggota DPRD dilarang melakukan perbuatan tercela”.

Oknum itu, kata dia, juga melanggar Pasal 16 peraturan yang sama, di mana ditegaskan bahwa, “Pimpinan dan/atau Anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi, tugas, wewenang, kewajiban dan haknya harus memperhatikan prinsip-prinsip kepatutan sesuai norma agama yang dianut, adat istiadat dan etika masyarakat sebagai berikut: tatakrama; etika dan moral; sopan santun; saling menghargai; saling menghormati; saling mendengar; dan kepatutan lainnya sebagai wakil rakyat.”

Egar mengatakan, akibat kasus ini yang terkuak sejak November, ia mengalami “kerugian immateriil, rasa malu yang mendalam, sanksi sosial, batin yang sangat terluka dan guncangan yang hebat secara psikologis.”

“Rumah tangga kami yang telah dibina dan dijaga dengan penuh cinta kasih selama 11  tahun telah hancur dan tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali,” katanya.

Egar dan isterinya menikah secara Katolik dan sipil pada 2006 dan dikarunia tiga orang anak.

Baru-baru ini, ia melayangkan gugatan perceraian secara sipil ke Pengadilan Negeri Ruteng, setelah proses mediasi gagal.

Ia menyebut, tidak hanya dirinya yang menjadi korban kasus ini, tetapi juga anak-anaknya.

“Anak-anak yang tidak berdosa harus turut menanggung beban secara psikis oleh suatu perbuatan yang bahkan sama sekali belum mereka pahami. Sejak kejadian ini, anak-anak saya sangat kekurangan kasih sayang dari seorang ibu yang sangat mereka sayang dan cintai,” tulis Egar.

Ia mengatakan, sebagai rakyat, ia meminta lembaga dewan “dibersihkan dan disterilkan dari perilaku oknum anggota DPRD yang bejat dan tidak bermoral seperti yang telah dipertontonkan oleh saudara Robertus Irwan Obo.”

Floresa.co terus berupaya mendapat komentar dari Robertus Irwan Obo terkait kasus ini. Namun, nomor telepon selulernya selalu tidak aktif.

Ferdinand Ambo/ARL/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.