Kebakaran Berulang di TNK, Bagaimana Implementasi Upaya Mitigasi dan Penanganan?

Kebakaran dan bencana lain yang terjadi beruntun di wilayah Taman Nasional Komodo (TNK) menimbulkan pertanyaan besar tentang upaya mitigasi dan kesiapan penanganan bencana di kawasan wisata super premium itu. Terbaru, kebakaran terjadi di Pulau Rinca pada 2 November.

Floresa – Hampir setahun lalu, Kamis 12 November 2020, Presiden Joko Widodo bersama sejumlah menterinya menyaksikan sebuah simulasi penanganan bencana di Labuan Bajo. Presiden hadir secara virtual, sementara para menteri, termasuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, bersama dengan pengelola Taman Nasional Komodo (TNK) serta jajaran pemerintah provinsi dan kabupaten menyaksikan langsung acara itu dari lantai 7 Hotel Inaya Bay Komodo.

Setelah aksi simulasi yang digambarkan berlangsung heroik dan cukup menegangkan itu, presiden mengatakan: “Saya percaya, dengan semangat sinergitas ini, kita dapat memberikan jaminan kesehatan, keselamatan, dan keamanan bagi wisatawan di Labuan Bajo.”

Ia juga berharap, semua entitas dalam industri pariwisata selalu siap mempertahankan kualitas standar kesehatan, keselamatan, dan keamanam sehingga kalaupun terjadi krisis “persepsi berkaitan kesehatan, keselamatan, dan keamanan wisatawan selama berkunjung ke suatu destinasi, wisata Indonesia tetap baik, karena kita sudah memiliki contingency plan yang dituangkan dalam segala skenario tindakan.”

Sementara Menteri Luhut mengatakan, Indonesia khususnya Labuan Bajo, telah siap dengan protokol kesehatan, keselamatan, dan keamanan.

“Wisatawan tidak perlu ragu lagi, bahwa kita memiliki pelayanan yang prima selama mereka berada di Labuan Bajo khususnya, dan Indonesia pada umumnya,” katanya seperti dikutip dari situs resmi Basarnas.

Aksi simulasi itu merupakan deretan upaya pemerintah dalam memitigasi dan memastikan penanganan yang baik terhadap kemungkinan bencana di destinasi pariwisata Labuan Bajo, di dalamnya termasuk TNK, yang telah ditetapkan sebagai destinasi super prioritas.

Masih bagian dari rangkaian upaya itu, pada Februari 2020, Badan Nasional Penanggulanga Bencana (BNPB) menyiagakan satu unit helikopter dan perahu cepat “Sea Rider Boat” untuk pemenuhan operasi siaga jika terjadi bencana. Sementara pada 4 November 2020, Kedeputian Bidang Pencegahan BNPB melakukan pelatihan bagi pejabat dan staf BPBD Kabupaten Manggarai Barat terkait Mitigasi dan Kesiapsiagaan Pariwisata Aman Bencana.

Sejauhmana efektivitas upaya-upaya itu dalam memitigasi dan menangani bencana di wilayah TNK di tengah berulangnya bencana, termasuk kebakaran menjadi pertanyaan penting di tengah berulangnya bencana, dengan upaya penanganan pemerintah yang terkesan tidak memadai.

Setidaknya telah terjadi empat kali kasus kebakaran di TNK sejak 2018, dua di antaranya adalah selama tahun ini.

BACA: Kebakaran Savana di Taman Nasional Komodo Kembali Terjadi, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah? 

Kasus pertama terjadi di Loh Pede, Pulau Komodo pada 19 Juni 2018, di mana api menghanguskan sekitar 10 hektar padang rumput. Kejadian kedua pada 1 Agustus di tahun yang sama di Gili Lawa Darat. Kasus ketiga  terjadi di Laju Pamali, Pulau Komodo pada 7 Agustus 2021.

Sementara dalam kasus terakhir pada 2 November terjadi di Loh Serai, yang berada di Pulau Rinca, tempat di mana sedang dibangun “Jurrassic Park” yang kontroversial itu serta terdapat konsensi bisnis bagi PT Segara Komodo Lestari yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dwi Putro Sugiarto, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) memperkirakan lahan yang terbakar seluas 10 hektare. Seperti dilansir Antara, ia menyebutkan Tim BTNK terus mengkaji penyebabnya. Sementara kepada Tempo, Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores, Shana Fatina mengatakan kebakaran itu terjadi karena petir.

Dari sejumlah foto dan video yang dibagikan oleh akun @kawanbaikkomodo di Instagram dan Twitter, yang memadamkan api itu adalah sejumlah ranger – pemandu wisata yang sehari-hari menemani tamu saat trekking di TNK – dan warga setempat.

Mereka menggunakan peralatan seadanya, seperti ranting-ranting kayu untuk mengendalikan api itu yang baru berhasil dipadamkan pada Rabu pagi, 3 November. Foto-toto lain menampilkan kondisi mereka yang kelelahan dan tidur di padang savana.

Dalam sebuah video yang diunggah akun yang dikelola Koalisi Masyarakat Peduli Wisata Labuan Bajo itu, seorang ranger mengatakan, “karena rasa memiliki terhadap kawasan TNK, kami tetap di sini.”

“Bagi kami, TNK sebagai aset untuk anak cucu kita. Di pundak kami ini, ada hajat hidup orang banyak,” katanya.

Akun  itu memberitakan bahwa tidak ada bantuan tenaga profesional untuk mematikan api sejak Selasa malam.

“Beginilah cara kita kelola World Heritage Site yang katanya kebanggaan bangsa dan sumber devisa itu,” tulis akun tersebut di Twitter.

Akun utama Instagram @kawanbaikkomodo dilaporkan hilang tiba-tiba setelah mengunggah info terbaru terkait peristiwa ini, serupa dengan peristiwa sebelumnya pada September lalu ketika akun itu memberitakan kisruh antara pejabat KLHK dan dan aktivis di Labuan Bajo dalam webinar yang membahas proyek pariwisata di TNK.

BACA: Jokowi dan Babak Baru Perizinan Investasi dalam Kawasan Taman Nasional Komodo

Venan Haryanto, peneliti pada Sunspirit for Justice and Peace yang berbasis di Labuan Bajo mengatakan, kejadian yang beruntun di TNK ini, dengan upaya penanganan yang terkesan hanya mengandalkan ranger dan warga setempat memperlihatkan kegagalan pemerintah dalam agendanya memastikan terjaganya TNK sebagai wilayah konservasi dan aset bagi pariwisata.

“Simulasi dan beberapa pelatihan yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya seolah memberi kita kesan yang kuat bahwa bencana-bencana di kawasan TNK ke depan, termasuk kebakaran seperti ini akan tertangani dengan baik,” ujarnya.

“Kenyatannya justeru berbanding terbalik. Bencana terulang lagi dan para ranger dan warga yang dibiarkan menangani sendiri, tanpa peralatan yang memadai,” tegasnya.

Ia mengatakan, “kita perlu memberikan aspresiasi setinggi-tingginya kepada relawan yang terlibat dalam pemadaman kebakaran itu,” sambil berharap agar semua pihak bekerja sama menjaga keamanan kawasan TNK.

Ia menambahkan, hal yang mendesak dilakukan untuk memitigasi hal serupa ke depan adalah mengaktifkan pos-pos pengawasan dan memperkuat kesadaran wisatawan akan fungsi utama kawasan itu sebagai ruang konservasi.

“Selain itu, yang juga tidak kalah penting adalah efektivitas kerja BTNK sebagai lembaga konservasi,” kata Venan.

FLORESA

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini