Akan tetapi, Pilkada itu masih meninggalkan kisruh lantaran Hery-Adolf mengugat hasilnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dua hari selama di Ruteng, kami menyaksikan demonstrasi dari kubu Hery-Adolf di kantor Panwaslu.

Bagi sebagian orang, tensi Pilkada beberapa bulan terakhir adalah biang kerok dari senyapnya Natal kali ini. Natal kali ini tak sesemarak Natal tahun-tahun sebelumnya.

“Gang kami saja sepi. Biasanya banyak lampu Natal kalau sudah memasuki tanggal begini” kata Vian Budiarto, teman yang tinggal di Cewonikit.

Kesibukan Pilkada, katanya, membuat orang “lupa” mempersiapkan Natal.

Di media sosial seperti facebook, keluhan sepinya geliat menjelang Natal juga terlihat.

Di postingan foto Gereja Katedral “lama” milik Gabriel Mahal, Romo Pepi Bora berkomentar, “Gelapppp eee.. Belum Ada lampu n lampion kiri kanan jalan.. Lampu mana lampu…!!???

Seorang ibu asal Lempe, Ruteng coba menjelaskan kenyataan itu. Katanya, pilkada kali ini memang sangat meruncingkan dan membuka potensi-potensi konflik.

“Karena situasinya sangat panas, akhirnya orang sulit untuk kompak satu sama lain”

Menurutnya, perbedaan pilihan politik selama masa pilkada merenggangkan persatuan di dalam kelompok atau lingkungan. Kecurigaan semakin tebal satu sama lain.

Rana Mese

Selepas dua hari di Ruteng, kami menuju Borong, ibu kota Manggarai. Kami berangkat sore hari.