ReportasePeristiwaPemkab Kupang Akui Bakal Fasilitasi Demo, Namun Bantah Siapkan Panggung di Setiap Kecamatan

Pemkab Kupang Akui Bakal Fasilitasi Demo, Namun Bantah Siapkan Panggung di Setiap Kecamatan

Hal tersebut disampaikan lewat hak jawab terhadap berita yang dirilis Floresa

Floresa.co – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang mengakui bakal memfasilitasi demo untuk menyalurkan aspirasi, namun membantah bakal menyiapkan fasilitas tersebut di setiap kecamatan.

Hal itu disampaikan dalam surat hak jawab yang ditandatangani oleh Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Kabupaten Kupang, Benediktus Selan pada 9 Juli kepada Floresa.

Surat itu merespons artikel Floresa berjudul “Bupati Kupang Bakal Siapkan Fasilitas Demo di Setiap Kecamatan, Akademisi dan Aktivis Sebut Bentuk Penjinakan Aspirasi Rakyat.”

Dalam surat itu, Benediktus mempersoalkan isi artikel itu yang menyebut Bupati Yosef Lede akan mengarahkan setiap kecamatan di Kabupaten Kupang untuk menyiapkan lokasi strategis untuk penyampaian aspirasi.

Ia menilai kalimat itu merupakan “pernyataan sepihak yang perlu dikonfirmasi redaksi kepada Bupati Kupang atau perwakilan Pemerintah Kabupaten Kupang untuk memenuhi cover both side atau keberimbangan informasi” sesuai dengan Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik.

“Bupati Kupang tidak pernah membuat pernyataan bahwa akan membuat panggung demo di setiap kecamatan. Bupati Kupang hanya akan membuat panggung demo, termasuk fasilitas toilet di kantor bupati,” tulisnya.

Benediktus menyatakan di bawah kepemimpinan Yosef Lede dan wakilnya, Aurum Titu Eki, Pemkab Kupang “sangat terbuka terhadap setiap aspirasi, masukan dan kritik yang disampaikan publik.”

Karena itu, pemerintah daerah akan menyiapkan panggung demo di Kawasan Civic Center.

Ia berkata, langkah itu bukan untuk “melakukan penjinakan energi protes,” tetapi agar demo bisa berjalan “lebih aman, nyaman dan berlangsung secara baik.”

Ia menambahkan pembangunan panggung demo merupakan instruksi Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, bukan kebijakan bupati.

Dalam artikel yang diterbitkan pada 7 Juli, selain memuat informasi tentang kebijakan itu, Floresa juga menyertakan respons akademisi dan aktivis.

Salah satunya adalah Ernestus Holivil, dosen Administrasi Publik Universitas Nusa Cendana Kupang, yang menyebut kebijakan itu sebagai “bentuk baru dari penjinakan aspirasi politik masyarakat.”

“Menempatkan demonstrasi dalam kerangka ‘tertib, teratur dan terfasilitasi’ justru menghilangkan jiwa subversif demokrasi itu sendiri,” katanya.

Sementara Syahrul Sukwan, aktivis dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria NTT menyebut “ada upaya terselubung di balik rencana tersebut yang berpotensi memecah kekuatan gerakan warga.”

Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut berkata, kalimat yang dipersoalkan oleh Pemkab Kupang dalam artikel itu dikutip dan diolah dari berita yang dirilis oleh News-daring.com, media siber yang berbasis di Kupang, pada 3 Juli.

Floresa, kata dia, telah menyelipkan tautan berita dari media tersebut pada artikel yang dipersoalkan itu.

Dalam berita berjudul “Tempat Demo Disiapkan! Bupati Kupang Dukung Aspirasi Rakyat” itu, kata dia, News-daring.com menulis bahwa bupati juga memastikan “setiap kecamatan di Kabupaten Kupang akan diarahkan untuk menyiapkan lokasi strategis untuk penyampaian aspirasi.”

“Tempat itu harus memenuhi syarat keamanan, kenyamanan, serta memiliki fasilitas pendukung seperti air bersih dan toilet,” tulis News-daring.com.

Namun demikian, kata Herry, Floresa memang perlu mewawancarai langsung bupati atau pihak terkait di Pemkab Kupang, tidak hanya mengutip dari media tersebut.

“Karena itu, kami meminta maaf untuk kekeliruan ini dan berterima kasih atas hak jawab yang disampaikan Pemda Kupang. Ini adalah langkah konstruktif yang sesuai dengan regulasi soal pers,” katanya.

Herry berkata, “kami sangat terbuka dengan kritik dan koreksi publik demi mencapai kebenaran yang semakin mendalam.”

“Kami percaya kritik dan koreksi merupakan upaya untuk memperkuat dan meningkatkan profesionalisme tim dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik,” katanya.

Ia menambahkan, dalam berita yang dipersoalkan itu, Floresa memang meminta respons akademisi dan aktivis sebagai “upaya kami untuk melibatkan berbagai pihak dalam diskursus kebijakan publik pemerintah.” 

“Ini adalah bagian dari komitmen kami menjadikan pers sebagai pengawas kekuasaan. Kritikan yang disampaikan para akademisi dan aktivis bagian dari proses tersebut,” katanya.

Catatan Redaksi: Pemuatan hak jawab ini merujuk pada Pedoman Hak Jawab dan Pedoman Pemberitaan Media Siber yang diterbitkan Dewan Pers. Merujuk pada Pedoman Hak jawab, Floresa menyunting Hak Jawab dari Pemkab Kupang sesuai dengan prinsip-prinsip pemberitaan atau karya jurnalistik, dengan tidak mengubah substansi atau makna Hak Jawab tersebut.

Editor: Ryan Dagur

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA