STIE Karya Ruteng Gelar Pelatihan Pembuatan Sabun Organik untuk Dorong Kesadaran Ekologis dan Pengembangan Ekonomi Komunitas

Kegiatan ini adalah bagian dari program Pengabdian Kepada Masyarakat yang didanai Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Floresa.co – Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Karya Ruteng di Kabupaten Manggarai, NTT menyelenggarakan pelatihan pembuatan sabun organik sebagai bagian dari program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) untuk mendorong kesadaran ekologis dan pengembangan ekonomi komunitas yang berkelanjutan.

Pelatihan yang mengusung tema “Sustainable Eco-Innovation: Optimalisasi Sabun Herbal Lokal sebagai Produk Ramah Lingkungan” itu dilaksanakan di Rumah Baca Aksara (RBA), ruang belajar milik komunitas kaum muda di Langgo, Kecamatan Langke Rembong pada 5 Juli.

Didanai melalui skema hibah Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DRTPM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), STIE Karya Ruteng berkolaborasi dengan RBA, dengan dukungan media partner Floresa.co dan Ekorantt.com 

Sebanyak 15 peserta hadir dari berbagai latar belakang, terdiri atas kaum muda, termasuk dosen dan mahasiswa STIE Karya.

Dibuka Dengan Seminar Ilmiah

Pelatihan dibuka dengan seminar ilmiah yang menghadirkan narasumber Yohanes Mario Vianney, dosen STIE Karya dan Arif Harmi Hidayatullah, perwakilan RBA sekaligus fasilitator pelatihan pembuatan sabun organik.

Rosalia Heldy Nono, dosen lainnya dari STIE Karya menjadi pemandu diskusi. 

Yohanes membuka pembicaraan dengan menjelaskan bahwa kegiatan tersebut telah dirancang sejak lama melalui proses survei lapangan, penyusunan proposal hingga pengajuan ke Kemendikbudristek.

“Proposal yang kami ajukan mendapatkan tanggapan positif dari Badan Pengembangan dan Pembelajaran Nasional Kemendikbudristek, sehingga akhirnya lolos pendanaan dalam skema Pengabdian Kepada Masyarakat,” katanya.

Ia menjelaskan, dari hasil survei awal, mereka menemukan bahwa Rumah Baca Aksara telah memiliki produk sabun herbal yang dikelola secara mandiri oleh kelompok komunitas yang selama ini didampingi secara intensif.

“Ketika kami mendalami lebih jauh, ternyata kegiatan ini sangat dinamis. Ada kelompok dampingan, alat produksi yang dimiliki, anggota yang konsisten dan terus memperbarui cara pengolahan sabun,” jelasnya.

Inisiatif ini, kata Yohanes, bukan semata soal produksi barang, tetapi juga menyentuh aspek-aspek sosial dan ekologis yang sangat penting untuk dikembangkan di tingkat komunitas.

Ia berkata, sabun herbal yang diproduksi oleh RBA menggunakan beragam bahan alami yang tersedia di lingkungan sekitar. 

“Kami mencatat bahwa terdapat sekitar 24 varian bahan yang telah mereka gunakan dalam proses produksi,” katanya.

Namun, kata dia, dari pengamatan tim, ada sejumlah persoalan yang masih dihadapi oleh komunitas kaum muda itu, baik dari sisi manajemen produksi maupun pemasaran.

“Pertama, dari sisi ketersediaan bahan baku, terutama minyak kelapa, belum ada mitra strategis yang secara konsisten dapat menyuplai bahan ini. Subjek utama yang dijadikan mitra adalah petani minyak kelapa,” ujarnya.

Persoalan kedua, kata dia, adalah keterbatasan alat produksi. 

Ketiga, manajemen pra-pemasaran, termasuk desain kemasan (eco-packaging), yang masih perlu diperbaiki meskipun sudah cukup baik menurut hasil evaluasi awal.

“Kami berdiskusi untuk membuat inovasi baru dengan memanfaatkan kertas daur ulang sebagai bahan kemasan,” katanya.

Keempat, katanya, adalah rendahnya strategi pemasaran dan kampanye kesadaran konsumen terhadap sabun organik.

“Saya kira ini masalah yang paling utama. Kesadaran masyarakat perlu dibentuk dengan pola-pola strategis, sama seperti strategi pemasaran produk pada umumnya,” jelasnya.

Yohanes menyebutkan, produk sabun organik ini perlu diproduksi dalam skala yang lebih besar sebagai upaya mengurangi ketergantungan masyarakat pada sabun sintetis berbahan kimia.

“Sabun kimia memang membersihkan kulit, tetapi memiliki dampak buruk terhadap kesehatan,” katanya.

Ia menambahkan, sabun herbal ini bukan hanya untuk konsumsi pribadi, tetapi juga memiliki misi ekologis.

“Sekarang kita mendorong konsep ekonomi hijau, di mana produk yang dihasilkan atau dipasarkan dalam skala besar harus sejalan dengan visi ekologis,” katanya.

Dorong Ekonomi Komunitas 

Tujuan lainnya dari pelatihan itu, menurut Yohanes, adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi komunitas, terutama kelompok marginal yang didampingi RBA. 

Saat ini, kata dia, ada lima kelompok yang terlibat aktif dalam produksi, seperti SMP Negeri 2 Mukun di Kabupaten Manggarai Timur, kelompok disabilitas, Komunitas Muda Poco Leok, dan Ara Garden Manggarai.

“Meskipun skalanya kecil, produk-produk yang dihasilkan komunitas ini memiliki potensi menumbuhkan ekonomi lokal. Dari hasil komersialisasi, mereka memperoleh profit kecil yang dipakai untuk menopang komunitas,” jelasnya.

Ia juga mencatat bahwa sejauh ini, RBA telah memproduksi lebih dari 300.000 batang sabun organik, berdasarkan data penjualan selama tahun 2022 hingga 2023.

“Harapannya, mereka bisa terus meningkatkan kapasitas dan produksi agar angka itu bisa bertambah lagi,” ujarnya.

Paparan Bahaya Sabun Kimia Sintetis

Sementara Arif Harmi Hidayatullah menjelaskan bahwa sabun-sabun yang beredar di pasaran umumnya telah mengalami proses fabrikasi kimia dalam waktu lama yang membuatnya berisiko bagi kesehatan.

“Sabun yang dijual di toko-toko itu sebenarnya lebih tepat disebut body wash, bukan sabun alami. Mereka telah melewati proses sintetis dan mengandung bahan kimia seperti deterjen sulfat dan paraben,” jelasnya.

Arif merujuk pada penelitian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia yang menyebut bahwa kandungan deterjen sulfat dalam sabun mandi dan sabun cuci dapat membunuh biota air dan merusak lingkungan.

“Deterjen sulfat dapat memicu eutrofikasi, yakni pengayaan nutrisi, terutama nitrogen dan fosfor, dalam ekosistem air yang menyebabkan pertumbuhan tanaman eceng gondok dan sejenisnya secara berlebihan yang akhirnya menghambat sirkulasi sinar matahari dan oksigen di dalam air,” ujarnya.

Dari sisi kesehatan, kata dia, zat paraben dalam sabun kimia sintetis juga bersifat karsinogenik yang dapat memicu kanker kulit maupun usus.

“Kita lihat sekarang, angka penderita kanker usus mulai meningkat. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan sabun atau deterjen berbahan kimia, seperti rinso, untuk mencuci piring atau pakaian,” jelasnya.

Arif menambahkan bahwa sabun organik merupakan solusi nyata. Selain aman, sabun ini juga multifungsi.

“Sabun organik ini bisa digunakan sebagai sampo, sabun mandi, bahkan sebagai detergen. Caranya, cukup diparut lalu dicampur dengan air,” katanya.

Menurutnya, sabun organik adalah bentuk nyata dari produk yang berkelanjutan, tidak hanya karena bahan bakunya mudah ditemukan di sekitar kita, tetapi juga karena manfaatnya besar dan tidak menimbulkan limbah berbahaya.

Para peserta sedang mengikuti praktik pembuatan sabun organik usai sesi seminar pada 5 Juli 2025. (Dokumentasi Floresa)

Praktik Pembuatan Sabun

Usai pemaparan materi dari Arif, kegiatan dilanjutkan dengan praktik langsung pembuatan sabun pada pukul 13.30 wita.

Pantauan Floresa, pelatihan ini berlangsung sangat interaktif, di mana peserta terlihat aktif bertanya dan terlibat langsung dalam proses pembuatan sabun. 

Dorce Dangur, salah satu mahasiswa STIE Karya mengaku termotivasi untuk berpartisipari karena ingin mempelajari proses pembuatan sabun herbal dan manajemen bahan serta pemasaran.

“Kegiatan ini sangat penting bagi kami sebagai mahasiswa. Selain mendapat ilmu di kampus, kami juga mendapat pengalaman langsung melalui kegiatan di luar kampus seperti ini,” ujarnya.

Dorce berkata, setelah mengikuti pelatihan, ia berencana meneruskan pengetahuan yang diperoleh kepada orang lain.

“Saya ingin melatih masyarakat dan teman-teman kampus tentang cara membuat sabun organik, serta memberikan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait penggunaan sabun herbal,” katanya.

Alia Sale, mahasiswa lainnya berkata alasannya berpartisipasi karena ingin mengetahui lebih jauh tentang manfaat sabun organik.

“Yang paling berkesan selama mengikuti kegiatan adalah ilmu yang kami dapat, seperti sejarah munculnya sabun dan proses-proses pembuatannya,” katanya.

Alia berkata, dengan ilmu yang diperoleh, ia bisa membuat produk sabun organik sendiri.

“Dengan begitu, saya bisa membantu mengurangi limbah dan mendukung produk ramah lingkungan,” ujarnya.

Sementara itu, Angelina Amir, anggota Orang Muda Katolik (OMK) Stasi Watu Kaur, Kabupaten Manggarai Timur, mengaku tertarik mengikuti pelatihan karena sebelumnya hanya mendengar istilah sabun organik tanpa pernah mengikuti sosialisasi atau praktik langsung.

“Kesan saya, kegiatan hari ini sangat luar biasa dan menarik. Saya bisa menyaksikan langsung bagaimana bahan-bahan alami dicampur dan kemudian menjadi sabun,” katanya.

Angelina berkata, sebagai anggota OMK, ia akan mengajak teman-temannya untuk belajar bersama menciptakan produk dari bahan lokal.

“Ke depan, kami akan membuat sabun organik untuk mengurangi penggunaan sabun pabrik yang banyak mengandung bahan kimia,” ujarnya.

Ia berharap pengalaman ini bisa menjadi awal dari gerakan bersama di lingkungan komunitasnya.

“Harapan saya, informasi yang kami dapat hari ini bisa dibawa pulang, dibagikan, dan dikembangkan menjadi inovasi baru di tengah masyarakat,” katanya.

Editor: Anno Susabun

Solidaritas untuk Kawan Kami, Mikael Jonaldi

Jonal, salah satu jurnalis Floresa, sedang butuh biaya untuk operasi jantung. Kami mengharapkan solidaritas kawan-kawan untuk ikut membantu Jonal

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA