Polisi di Flores Buru Frater Tersangka Kasus Pencabulan Anak di Bawah Umur

Penetapan status buron terjadi usai terduga pelaku menghilang sejak kasus ini dilaporkan ke polisi pada tahun lalu

Baca Juga

Floresa.co – Polisi di Flores, Nusa Tenggara Timur sedang memburu seorang frater, sebutan untuk calon imam dalam Gereja Katolik, tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur.

Frater berinisial ELS itu, kata Iptu Sukandar, Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Ngada, menghilang sejak dilaporkan ke polisi karena diduga mencabuli remaja, peserta didik binaannya.

ELS, kata dia, sedang menjalani Tahun Orientasi Pastoral, istilah untuk masa praktik calon imam Katolik, di sebuah Sekolah Menengah Pertama Swasta di Kabupaten Ngada.

Berdasarkan hasil penyelidikan, kata Sukandar, ELS diduga mencabuli korban dua kali pada 10 Agustus dan 19 September 2022.

“Waktu itu korban sedang sakit dan frater mencoba mengecek suhu tubuh korban,” kata Sukandar kepada Floresa pada 24 Februari.

Alih-alih mengecek suhu tubuh, kata dia, ELS justru mencabuli korban yang berusia 13 tahun.

Sukandar mengatakan keluarga korban baru mengajukan laporan beberapa bulan setelahnya karena “mungkin korban baru menceritakan [peristiwa itu] kepada mereka.”

Laporan, kata dia, disampaikan ke Polres Ngada pada 22 April 2023. Laporan dengan nomor LP/B/46/IV/2023/SPKT itu diklasifikasi polisi sebagai “tindak pidana pencabulan anak di bawah umur.”

Ia mengatakan ELS dijerat dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Polres Ngada, kata dia, telah mengantongi barang bukti, berupa baju, celana, dan celana dalam.

Sejak dilaporkan keluarga korban, kata Sukandar, ELS “melarikan diri dan hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.”

Karena itu, kata dia, pada 21 Januari 2024, Kapolres Ngada, AKBP Padmo Arianto, mengirimkan surat bernomor B/54/I/2024 kepada Kepala Kepolisian Daerah NTT, berisi permohonan bantuan untuk menetapkan status ELS ke dalam Daftar Pencarian Orang [DPO].

Pada tanggal yang sama, kata dia, Kasat Reskrim Polres Ngada, I Ketut Setiasa, mengeluarkan surat DPO nomor DPO/01/I/2024/Reskrim.

Di dalam surat pengumuman DPO itu yang salinannya diperoleh Floresa, disebutkan bahwa ELS tinggal di Jalan Trans Flores, Kampung Paulewa, Kelurahan Nageoga, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo.

ELS, juga disebut beralamat Jalan Segiopranoto, Kelurahan Tanalodu, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada.

Polisi juga mencantumkan ciri-cirinya, yaitu tinggi 170 sentimeter, berat 60 kilogram, berambut ombak, bertubuh gempal, warna kulit sawo matang, mata hitam sedang, hidung mancung, bibir tebal, dan menggunakan kacamata.

Polisi juga meminta agar siapapun yang menemukannya bisa menghubungi nomor ponsel penyidik AKP 1 Ketut Setiasa, 082144232003.

Sukandar berkata “ELS berasal dari Nagekeo, tapi sejak kecil sudah tinggal di Ngada.”

Sekarang Tim Buser sementara bergerak mencari ke keluarga dan wilayah tetangga Polres Ngada,” ungkapnya.

Sukandar menjelaskan, berkas-berkas kasus ini sudah lengkap dan “siap untuk diserahkan ke Kejaksaan Negeri Ngada.”

Sementara korban, kata dia “sudah ditangani oleh seorang psikolog.”

Seorang sumber Floresa menyebutkan ELS merupakan frater dari Ordo Fransiskan Kapusin atau yang biasa disebut OFMCap.

Menurut catatan Floresa, ini merupakan kasus pelecehan seksual pertama di Flores yang terungkap ke publik dengan terduga pelaku adalah orang di dalam institusi Gereja Katolik.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini