JPIC Keuskupan Ruteng Dukung Polisi Usut Tuntas Pelecehan Seksual di Sebuah SMK Negeri

“Kalau sudah cukup bukti maka harus dilanjutkan dengan tahapan proses selanjutnya sesuai hukum acara."

Baca Juga

Floresa.co – Lembaga advokasi milik Keuskupan Ruteng mendukung polisi untuk bertindak profesional dalam mengusut dugaan pelecehan seksual terhadap 17 siswi di salah satu SMK Negeri di Kabupaten Manggarai, NTT.

“Kami meminta [unit] PPA Polres Manggarai untuk sigap menangani kasus ini,” kata Romo Marten Jenarut, Koordinator Komisi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan [JPIC] Keuskupan Ruteng.

“Kalau sudah cukup bukti maka harus dilanjutkan dengan tahapan proses selanjutnya sesuai hukum acara,” ungkapnya pada Senin, 19 Desember 2022.

Ia mengatakan menaruh perhatian pada masalah tersebut, selain karena pelecehan seksual merupakan bentuk pelanggaran moral yang menjadi perhatian Gereja, juga karena berbagai penggiringan opini yang disinyalir berpotensi mematahkan perjuangan para korban.

Salah satunya adalah anggapan seolah-olah pengungkapan kasus tersebut sebagai upaya mencoreng Gereja Katolik lantaran terduga pelaku adalah seorang Guru Agama Katolik.

“Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Gereja,” ujar Marten.

Ia menekankan sikap Gereja Katolik yang tegas dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak yang tidak saja sebagai pelanggaran hukum, tetapi juga pelanggaran moral.

Itulah sebabnya, kata dia, Gereja Katolik mendorong penegak hukum bekerja profesional, siapa pun pelakunya.

“Malah kalau kasus-kasus begini, Gereja Katolik mendorong untuk diselesaikan secara hukum, bukan melalui jalur mediasi karena kejahatan seksual anak ini tidak hanya tindakan melawan hukum tetapi juga bagian dari pelanggaran moral,” tegas Marten.

Marten juga mengingatkan semua pihak untuk tidak mengaitkan kasus tersebut dengan kasus lain di sekolah itu yang sedang ditangani penegak hukum.

Kasus lain, lanjut Marten, silakan berproses tanpa mengabaikan atau mematahkan perjuangan 17 siswi korban pelecehan seksual ini untuk mencari keadilan.

“Jangan kaitkan kasus ini dengan kasus-kasus lain [di sekolah itu]. Dengan kata lain, jangan goreng kasus ini dengan kasus pidana lainnya,” ungkapnya.

Marten juga mengaku sempat dihubungi oleh oknum guru tersebut pada Minggu, 18 Desember malam.

Guru itu ingin meluruskan informasi yang beredar melalui pemberitaan media dan tanggapan masyarakat atas berita tersebut.

“Tapi saya sebagai pastor hanya mendengar, tidak berpendapat,” katanya.

Kasus ini dilaporkan oleh lima orang siswi pada Sabtu, 10 Desember. Dari dokumen milik sekolah, setidaknya 17 siswi yang mengaku telah mengalami pelecehan seksual.

Floresa.co sempat mewawancarai tiga di antara lima siswi itu.

Korban A mengisahkan bahwa setiap kali masuk kelas, gurunya itu selalu mencubit pipinya dan pernah memeluknya saat sedang sendirian di kelas sambil mengelus pundak, tengkuk hingga lehernya.

Korban B mengaku bajunya pernah ditarik, lalu dipeluk dari belakang. Ia sempat menegur gurunya bahwa tindakan demikian “tidak wajar dilakukan seorang guru terhadap muridnya.”

Sementara korban C mengatakan ia dan teman-temannya sempat diancam oleh gurunya usai mereka melaporkan kasus ini ke Guru Bimbingan Konseling hingga kepala sekolah.

Dalam sebuah dokumen yang berisi pengakuan para siswi yang diperoleh Floresa.co, ada yang mengklaim pernah diraba di bagian paha, hingga diajak berpacaran dan menjadi istri guru itu.

Kepala sekolah telah memberhentikan guru itu pada 5 Desember, yang diklaim atas desakan  para siswi.

Milikior Sobe, nama guru itu, berupaya melawan tuduhan terhadapnya dengan melapor balik kepala sekolah ke Polres Manggarai pada Sabtu, 17 Desember.

Ia mengklaim bahwa kepala sekolah itu “berada di belakang” para siswi yang melapornya dan bahwa tudingan terhadapnya adalah rekayasa.

Ia bahkan menuding bahwa kepala sekolah itu berupaya menjatuhkan dirinya karena menjadi saksi kunci dalam kasus pemalsuan absensi yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Ruteng. Dalam kasus ini, terdakwa adalah kepala sekolah tersebut dengan penggugat mantan kepala sekolah.

Menanggapi langkah Melki, kepala sekolah itu mengatakan “hanya menindaklanjuti setiap laporan yang merugikan siswa.”

“Salah satunya laporan dari para siswi berkaitan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Melki,” katanya.

Jadi, katanya, “tidak ada kaitannya dengan dia sebagai saksi kunci dari mantan kepala sekolah dalam perkara pemalsuan absen.”

“Dia keluar dari sekolah itu punya dasar yang jelas. Kalaupun dia jadi saksi kuncinya mantan kepala sekolah, bagi saya itu hak dia,” tutur kepala sekolah tersebut.

Sementara itu, Kepala Unit Perempuan dan Perlindungan Anak [PPA] Polres Manggarai, Anton Habun mengatakan pihaknya tidak akan terpengaruh dengan kasus lain yang diusahakan untuk dikait-kaitkan dengan kasus dugaan pelecehan terhadap para siswi.

“Banyak yang tanya ke saya [soal ini], tapi saya bilang, kami tidak ada urusan dengan itu,” katanya.

“Tugas kami untuk meneruskan laporan siswi ini,” tambahnya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini