Floresa.co – Belasan jurnalis dan pegiat sosial di Flores, NTT mengikuti kelas berbagi ‘Jurnalisme Data’ pada 10 Mei yang membahas materi seputar dasar-dasar hingga praktik peliputan jurnalistik berbasis data.
Mawa Kresna, Direktur Eksekutif Indonesian Data Journalism Network (IDJN) yang juga Editor Project Multatuli menjadi fasilitator dalam kelas itu yang berlangsung di Rumah Baca Aksara, Ruteng, Kabupaten Manggarai.
Selain Kresna, turut hadir Reja Hidayat, jurnalis Project Multatuli.
Kresna membuka kelas dengan menjelaskan pentingnya mempresentasikan data melalui produk jurnalistik, baik dalam bentuk tulisan maupun produk audiovisual.
Ia juga memperkenalkan konsep jurnalisme data sebagai pendekatan jurnalistik yang menekankan data yang akurat dan dapat diverifikasi.
“Jurnalisme data memiliki beragam pengertian, di antaranya “mempertanyakan angka dan membuktikan sesuatu dengan angka.”
Jurnalis data, katanya, juga terkait dengan aktivitas “mengumpulkan, membersihkan, mengorganisasikan, menganalisis, memvisualisasi dan mempublikasi data dalam rangka mendukung produk jurnalistik.”
Ia menekankan bahwa jurnalisme data memiliki nilainya sendiri yang mengubah fokus jurnalisme dari kecenderungan berita cepat menjadi “sesuatu yang memberitahu kita tentang arti sesungguhnya dari perkembangan.
Ia mengambil contoh liputan audiovisual Narasi TV terkait kasus kematian massal dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang pada 1 Oktober 2022.
Di tengah kecenderungan memberitakan cepat peristiwa itu, katanya, Narasi justru melacak metadata video-video yang diambil penonton pertandingan di stadion itu untuk merunutkan kronologi kerusuhan yang melibatkan represi aparat keamanan.
Kresna berkata, “jurnalisme tetap menjadi kata kunci dalam jurnalisme data.”
Artinya, jurnalisme data tetap harus mengacu pada etika jurnalistik, terutama terkait verifikasi dan konfirmasi informasi sebagai hal yang “sangat penting.”
“Data mentah tidak boleh langsung dipercaya; harus dicek sumber, metodologi dan konteksnya,” katanya.
Perlu Analisis sebelum Presentasi Data
Kresna berkata, data-data yang dipakai dalam jurnalisme data bisa diperoleh dari berbagai sumber, mulai dari data publik yang terbuka, data-data di media sosial, database yang dibuat sendiri hingga data bocoran dari sumber anonim (leaked).
Ia mencontohkan data resmi pemerintah, seperti dari Badan Pusat Statistik dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Selain itu adalah One Map ESDM, yakni peta pertambangan mineral dan energi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Selain itu, data juga bisa dari hasil riset berbagai lembaga non-pemerintah yang terkait isu korupsi hingga ekologi.
Kendati memiliki beragam bentuk dan dari berbagai sumber, Kresna mengingatkan pentingnya kapasitas jurnalis untuk melakukan analisis mendalam sebelum merilis presentasinya dalam bentuk liputan jurnalistik.
Dalam kelas ini, pendalaman topik terkait analisis data dilakukan dengan membedah artikel liputan Project Multatuli terkait “Patgulipat Proyek Jalan di Lampung” yang dipublikasikan pada 1 April 2024.
Liputan itu terkait monopoli tender proyek jalan oleh sekelompok pengusaha dan politisi di Lampung.
Kresna membagikan pengalamannya melakukan pengumpulan data, pembersihan (clearing), analisis, riset dan liputan lapangan hingga penulisan dan visualisasi data tersebut.
Merespons pertanyaan seorang peserta terkait langkah verifikasi data dari sumber-sumber pemerintah dan organisasi non-pemerintah, Kresna menekankan pentingnya pengecekan metode pengambilan data.
Hal itu menjadi panduan sekaligus pertanggungjawaban jurnalis saat menggunakan data-data itu.
Apa Kata Peserta?
Kordianus Lado, jurnalis trennews.id yang menjadi salah satu peserta menilai kelas berbagi itu “sangat berharga” dan “menjadi obor bagi jurnalis di Manggarai dalam mengasah kemampuan literasi serta memahami jurnalisme data.”
“Tidak semua jurnalis memiliki kemampuan dalam menganalisis, mengorganisasi dan memvisualisasi data ke dalam sebuah produk jurnalistik yang berkualitas,” katanya.
Kordi berharap, para peserta kelas berbagi ini “dapat melanjutkan eksplorasi pengetahuannya sehingga menghasilkan produk jurnalistik yang berkualitas.”
Sementara Adriani Miming, pegiat sosial dari Sunspirit for Justice and Peace menyebut kelas berbagi ini “penuh dengan hal-hal baru” yang perlu terus dikembangkan dalam jurnalisme kritis di Flores.
“Apalagi Flores memiliki beragam masalah yang peliputannya memerlukan kecakapan jurnalis mengolah data,” katanya.
“Sebagai bagian dari lembaga advokasi, saya melihat jurnalisme data sebagai jembatan yang kuat antara kerja-kerja advokasi dan kebenaran serta transparansi,” lanjutnya.
Kelas berbagi merupakan program penguatan kapasitas dan pengetahuan, baik bagi jurnalis maupun aktivis sosial di Flores, dengan melibatkan narasumber dari berbagai latar belakang.
Program ini merupakan kerja sama antara tiga elemen, Floresa dengan Sunspirit for Justice and Peace dan Rumah Baca Aksara.
Bulan lalu, ketiganya juga memfasilitasi agenda kelas berbagi tentang jurnalisme investigatif bersama dua jurnalis senior, Yosep Prayogi dan Purwanto Setiadi.
Editor: Ryan Dagur