Floresa.co – Bupati Kupang, Yosef Lede memberhentikan sementara 15 kepala desa karena lalai membuat Laporan Pertanggungjawaban realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (LPJ APBDes) tahun anggaran 2024.
“Saya sudah menandatangani pemberhentian sementara bagi 15 kepala desa yang tidak taat asas dan regulasi,” kata Yosef.
Ia mengaku telah menginstruksikan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa untuk menyiapkan surat keputusan pemberhentian sementara itu.
Yosep berkata, langkahnya merupakan “upaya menjaga integritas tata kelola pemerintahan desa.”
“Kepala desa wajib mempertanggungjawabkan penggunaan dana desa secara transparan, akuntabel dan tepat waktu,” katanya.
Seperti dilansir Atlasnews.id pada 9 Mei, para kepala desa itu telah dua kali diberi surat teguran dan perpanjangan tenggat pembuatan laporan hingga 30 April.
Namun, kata Yosef, mereka “tidak mengindahkan instruksi pimpinan daerah.”
Padahal, sebagai pengelola dana publik mereka dituntut untuk “taat asas dan patuh terhadap aturan yang berlaku.”
“Mana mungkin sampai dengan bulan Mei penggunaan anggaran tahun 2024 tidak bisa dipertanggungjawabkan?,” katanya.
Ia berkata, para kepala desa itu akan diaktifkan kembali setelah menyelesaikan laporan pertanggungjawaban.
Namun, bila ditemukan indikasi pelanggaran pidana, katanya, akan diteruskan ke aparat penegak hukum.
Pengecualian berlaku untuk kesalahan administratif, di mana mereka hanya akan diminta memperbaiki laporan.
Yosep berkata, keterlambatan dalam penyusunan LPJ mengindikasikan “adanya masalah dalam pengelolaan dana desa.”
“Kalau masih lambat, masih cari kuitansi, ini patut dipertanyakan. Ada apa? Mengurus LPJ realisasi APBDes saja terlambat, bagaimana mengelola desa dengan benar?” katanya.
Sebelum pemberhentian ini, Inspektorat Daerah Kabupaten Kupang sempat melakukan audit terhadap Dana Desa dan dana Badan Usaha Milik Desa di 160 desa di Kabupaten Kupang.
Audit menyeluruh itu mencakup pengelolaan dana tahun anggaran 2022, 2023, dan 2024. Hasilnya, 18 desa bermasalah dalam LPJ realisasi APBDes 2024.
Bupati Yosep berkata, ketegasannya sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Kami ingin kepala desa menjadi contoh dalam transparansi dan akuntabilitas. Tidak ada alasan lagi untuk lalai,” katanya.
Bagaimana Ketentuan Regulasi?
Floresa menelusuri sejumlah regulasi yang mengatur mekanisme LPJ realisasi APBDes serta prosedur pemberhentian sementara kepala desa seperti yang dilakukan Bupati Yosef.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa mewajibkan kepala desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes kepada bupati atau walikota melalui camat pada setiap tahun anggaran.
Dalam Pasal 70 peraturan itu dinyatakan bahwa laporan berisi dokumen pertanggungjawaban “disusun paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir dan ditetapkan melalui Peraturan Desa.”
Dokumen pertanggungjawaban itu mencakup “laporan realisasi anggaran, catatan atas laporan keuangan, laporan realisasi kegiatan, serta daftar program lintas sektor yang masuk ke desa dari pemerintah daerah maupun pusat.”
Laporan tersebut menjadi bagian integral dari “laporan penyelenggaraan pemerintahan desa tahunan, yang pada akhirnya juga dikompilasi oleh pemerintah kabupaten dan kota.”
Selanjutnya, laporan itu diteruskan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Dirjen Bina Pemerintahan Desa.
Untuk menjamin transparansi, Pasal 72 mewajibkan laporan-laporan tersebut “diinformasikan kepada masyarakat melalui berbagai media informasi yang dapat diakses publik.”
Sementara itu, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur konsekuensi bagi kepala desa yang tidak menjalankan kewajiban administratif dan pelaporan sebagaimana mestinya.
Pasal 28 ayat 1 UU itu menyatakan, “kepala desa dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan maupun tertulis.”
Namun, bila peringatan itu tidak diindahkan, Pasal 28 ayat 2 menegaskan pemerintah daerah dapat mengambil langkah lebih tegas berupa “pemberhentian sementara, bahkan dilanjutkan dengan pemberhentian tetap.”
Editor: Ryan Dagur