Pater Marsel Agot Dituding Terima Uang Terkait Reklamasi di Kampung Ujung

Floresa.co – Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Manggarai Barat dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) di kantor DPRD Mabar pada Selasa, 15 Mei 2018 berlangsung panas.

Sejumlah anggota dewan mempersoalkan reklamasi pantai di Kampung Ujung, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo. Reklamasi kawasan tersebut dimaksudkan untuk pembangunan Marina dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

Proyek yang dinilai merusak lingkungan itu tidak melibatkan banyak pihak dengan kajian yang mendalam. Bahkan DPRD Mabar sebagai perwakilan rakyat di daerah itu tak dilibatkan sama sekali.

Namun Pihak Marina dan Pemerintah Provinsi NTT diam-diam memroses izin proyek tersebut. Mereka hanya mendengarkan pendapat dari beberapa orang yang diklaim sebagai perwakilan masyarakat Mabar.

Belasius Janu, salah satu anggota DPRD Mabar dari Partai Hanura, bahkan menuding adanya perwakilan masyarakat yang menerima sejumlah uang untuk memuluskan proyek tersebut.

“Sudah ada yang dapat uang,” ujar Blasius Janu.

Saat beberapa anggota dewan lainnya menanyakan, siapa yang ia maksudkan, Belasius dengan tegas menjawab, “Itu tadi, Pater Marsel Agot.”

Pastor Marsel Agot SVD merupakan salah satu perwakilan masyarakat yang ikut dimintai pendapatnya terkait pembangunan Marina di Labuan Bajo. Ia bersama perwakikan masyarakat lainnya juga diundang ke Kupang oleh pihak Pemprov beberapa waktu lalu.

“Sudah ada masyarakat kita yang ke Kupang, yang menyetujui reklamasi itu (yaitu) warga Kaper dan Pater Marsel Agot,” katanya.

BACA JUGA: DPRD Mabar Protes Reklamasi di Kampung Ujung

Dirinya menyayangkan sikap masyarakat yang mendukung tanpa ada kajian sebelumnya. Padahal luas wilayah laut yang akan direklamasi untuk proyek tersebut mencapai 17 ribu meter persegi.

“Habis sudah ini laut,” katanya.

Pater Marsel Membantah

Menanggapi tudingan Janu, Pater Marsel menampik. “Sama sekali omong kosong. Jangan samakan kita dengan mereka,” katanya kepada Floresa.co.

“Mengapa DPR tidak dilibatkan, itu urusan pemerintah. Saya sendiri diundang pihak kelurahan dalam pembahasan itu,” jelasnya.

Ia mengaku berangkat ke Kupang karena diundang Pemkab Mabar terkait rencana pembangunan itu dan menyebut ia hadir bersama beberapa tokoh masyarakat lainnya, seperti Imran, Haji Sakarius, Marten Mitar, Feri Adu, dan beberapa orang lainnya.

“Saat pertemuan di Kupang, kita melakukan dialog dengan konsultan, bukan dengan pihak Marina. Saat pertemuan itu, belum ada kesepakatan lokasi pembangunannya di mana. Kami pergi untuk mengkritisi Amdal,” katanya.

Menurutnya, saat pertemuan di Kupang itu belum ada kesepakatan lokasi yang akan dibangun TPI.

“Awalnya mereka rencana bangun di Nanga Bido, tetapi ada masalah tanah di wilayah itu. Dan, saya sendiri merekomdasikan dibangun di wilayah Ketentang,” katanya.

“Bahwa pihak pemerintah saat itu menjelaskan bahwa antara mereka sudah ada kesepakatan dengan para pihak, saya bilang kalau memang sudah disepakati dengan para pihak, saya meminta jangan mengabaikan kepentingan masyarakat umum,” katanya.

Dirinya juga mengatakan akan melakukan upaya hukum kepada anggota DPRD Mabar yang menudingnya menerima uang.

“Saya akan polisikan nanti. Saya juga berharap lembaga DPRD memberi ruang kepada kita karena nama kita sudah tercemar,” katanya.

Ferdinand Ambo/ ARL/ floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini