Penggusuran Jalan Labuan Bajo-Golo Mori Tanpa Ganti Rugi, Warga Layangkan Somasi untuk Bupati Mabar

Floresa.co – Salah satu pemilik lahan proyek ruas jalan dari Labuan Bajo menuju Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] di Golo Mori, Kanisius Jehabut melayangkan somasi untuk Bupati Manggarai Barat [Mabar], Edistasius Endi pada Kamis, 24 Maret 2022 terkait dengan penggusuran tanpa ganti kerugian terhadap lahan miliknya.

Somasi itu ia layangkan, pasalnya penggusuran itu menyebabkan ukuran tanah miliknya yang terletak di Dusun Nanga Nae, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo berkurang serta menyebabkan kerusakan pada tanaman di dalamnya.

Saat ini, Kanisius berdomisili di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Tanah itu ia peroleh dari almarhum ayahnya, Yoseph Ndondo.

“Peningkatan ruas jalan di Labuan Bajo-Golo Mori Kabupaten Manggarai Barat diduga tidak melalui prosedur pengadaan tanah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia,” demikian bunyi salah satu kutipan somasi tersebut yang salinannya diperoleh Floresa.co pada Kamis, 24 Maret 2022.

BACA: Penegasan Kepala Kampung Lancang-Labuan Bajo ke BPO-LBF: “Satu Setimeter Pun Tanah Masyarakat, Saya Tidak Akan Berikan”

Menurutnya, pergantian kerugian bersifat wajib dan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021.

“Masa di Jawa dan Papua itu ada ganti rugi. Masa di Manggarai tidak ada. Dalam prosedur pengadaan tanah itu, sebenarnya itu sudah menjadi bagian,” ujarnya saat dikonfirmasi Floresa.co, Kamis malam.

“Cuman pertanyaannya, apakah pemerintah daerah itu menjalankan atau tidak. Atau hanya sekedar supaya pemerintah pusat senang dan mereka mengabaikan kepentingan masyarakat,” tegasnya.

Selain untuk kepentinganya sendiri, ia menuturkan bahwa somasi itu ia layangkan karena merasa prihatin terhadap situasi warga korban penggusuran itu yang sampai saat ini belum bersuara.

Menurut dia, meskipun ada warga yang memberikan persetujuan namun tidak serta merta mengabaikan hak-hak mereka.

“[Warga] mau minta ganti rugi, mereka tidak mengerti. Ada aturannya atau tidak, mereka tidak mengerti,” tuturnya.

Ia menegaskan, Bupati Edi ialah orang yang paling bertanggung jawab untuk memenuhi hak-hak warga tersebut.

“Edi Endi tidak usa mencari-cari alasan untuk itu. Kesepakatan itu kan diminta oleh pemerintah supaya itu ada. Karena masyarakat tidak mengerti,” ujarnya.

Warga Dusun Cumbi, Desa Warloka, Kecamatan Komodo menyaksikan alat berat masuk di perkampungan mereka untuk meratakan jalan. Dusun Cumbi merupakan salah satu titik yang dilalui ruas Jalan Labuan Bajo – Golo Mori. [Foto: Istimewa].
Ia berharap, Bupati Edi harus mendengarkan semua aspirasi seluruh warga pemilik lahan. Bukannya mendengar satu dua orang lalu mengklaim bahwa semua sudah setuju tidak mendapatkan ganti kerugian.

“Tanah itu hak privat. Edi Endi tidak bisa bicara per berapa orang untuk atas nama masyarakat. Tetapi, kepada seluruh pemilik tanah,” tuturnya.

BACA: Bupati Manggarai Barat: Di Wae Sano Akan Dikembangkan Pariwisata Partisipatif

“Saya di Papua. Saya tidak pernah mendapat surat bahwa harus seperti yang dilakukan sekarang itu. Saya tidak pernah mendapat surat bahwa harus seperti yang dilakukan sekrang itu,” tuturnya.

“Kalau memang tidak ada ganti rugi, dan undang-undangnya ada. Itulah tugasnya Edi Endi,” tegasnya.

Ia menegaskan, meskipun proyek itu merupakan bagian dari proyek strategsi nasional, tidak lantas membuat Bupati Edi enggan memperjuangkan hak-hak warga.

“Itu tugas dia untuk menfasilitasi kepentingan rakyat. Dia bupatinya siapa? Kita menuntut sama siapa coba kalau bukan sama dia? Terus, kalau dia menghidar, terus mau lari ke mana? Apa gunanya dia ada di sini? Keluar aja jadi bupati di Jakarta sana. Tidak bisa begitu dia,” ujarnya.

Ia sendiri juga sangsi dengan klaim bahwa proyek itu semata menguntungkan masyarakat.

Menurutnya, harus ditelisik lebih jauh pemilik-pemilik lahan di Golo Mori, yang menjadi tujuan dari pembangunan jalan tersebut.

“Di sana semua investor besar. Merekalah yang paling berkepentingan dan paling mendapat untung. Warga itu hanya punya tanah itu,” ujarnya.

Ia sendiri berharap, somasi itu mempu memberikan pendidikan hukum terhadap masyarakat pun pemerintah. Rakyat mengerti hak-haknya dan pemerintah sendiri harus tahu kewajibannya.

“Masalahnya, rakyat tidak paham apalagi pemerintahnya masih berpikri seperti zaman-zaman Kolonial dulu. Mungkin dia pikir masih zaman orde baru. Masyarakat harus tau Undang-undang itu,” katanya.

Ia mengaskan, akan menempuh upaya hukum lanjutan jika somasi yang ia layangkan tersebut tidak mendapat respons positif dari Bupati Edi.

“Apabila pemerintah mengabaikan peringatan ini maka saya akan mempergunakan segala daya dan upaya untuk menempuh upaya hukum guna mempertahankan dan melindungi hak-hak dan kepentingan hukum kami sebagai masyarakat yang dirugikan,” demikian bunyi poin lain dari somasi tersebut.

Floresa sudah berupaya meminta tanggapan dari Bupati Edi melalui layanan pesan whatsapp, namun sampai berita ini dinaikkan, dirinya belum memberikan tanggapan.

ARJ/Floresa

 

spot_img

Artikel Terkini