Komnas HAM Dalami Aduan Terkait Gregorius Jeramu, Tersangka Kasus Terminal di Manggarai Timur

Mengadu ke Komnas HAM merupakan bagian dari langkah mencari keadilan bagi keluarga dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap Gregorius Jeramu, pemilik lahan yang jadi tersangka karena menjual tanah yang belum memiliki sertifikat kepada pemerintah.

Floresa.co – Keluarga dan kelompok masyarakat yang peduli dengan Gregorius Jeramu, tersangka kasus pengadaan lahan Terminal Kembur di Manggarai Timur terus berusaha mencari keadilan karena meyakini bahwa Gregorius adalah korban dari praktek ketidakadilan hukum.

Pada Kamis, 25 November 2022, mereka beraudiensi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Dalam audiensi secara daring lewat Zoom itu, Komnas HAM diwakili oleh Hari Kurniawan, Komisioner Pengaduan; Prabianto Mukti Wibowo, Komisioner Mediasi; Uli Parulian Sihombing, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan; dan beberapa staf lainnya.

Sofia Nimul (60), istri Gregorius yang jadi pembicara utama dalam pertemuan itu, memohon kepada Komnas HAM agar memberi atensi terhadap kasus yang menimpa suaminya.

“Bapak Ibu Komnas HAM, tolong bantu kami,” kata Sofia dalam bahasa Manggarai.

“Tanah itu adalah hasil jerih payah kami suami istri. Kami tidak jual tanah orang lain.”

Selain Sofia, beberapa perwakilan keluarga juga membantu menjelaskan tentang sejarah kepemilikan tanah dan kronologi kasus yang kemudian menyeret Gregorius ke meja hijau.

“Tidak ada pihak lain, baik keluarga maupun masyarakat sekitar yang mengklaim tanah itu, selain Bapak Gregorius,” kata Onsa Joman, perwakilan keluarga.

Audiensi keluaga Gregorius Jeramu dengan Komnas pada Kamis, 25 November 2022. (Foto: Ist)

Atas aduan tersebut, Hari Kurniawan menyatakan bahwa Komnas HAM akan mempelajari terlebih dahulu data-data yang mereka terima.

“Materi-materi yang Bapak Ibu sampaikan kami pelajari terlebih dahulu sebelum kami mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan kewenangan kami,” kata Hari.

Ia mengatakan, pihaknya akan kembali mengagendakan pertemuan dengan keluarga Gregorius setelah mempelajari informasi atau materi dalam perkara tersebut.

Gregorius telah ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 28 Oktober bersama Benediktus Aristo Moa, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Manggarai Timur.

Kini, ia sedang menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang. Sidang perdana telah digelar pada 17 November dan sidang kedua sudah dilaksanakan pada Jumat, 26 November.

Penetapan tersangka Gregorius telah memicu gelombang protes dari warga, yang menuduh Kejaksaan bertindak semena-mena, mengingat tanah yang dijual itu adalah milik Gregorius, meskipun belum memiliki sertifikat.

Kelompok yang menyebut diri ‘Masyarakat Peduli Keadilan’ mengadakan aksi bakar lilin dan doa bersama pada 1 November 2022. Selain itu, mereka menggelar aksi unjuk rasa di Borong dan Kantor DPRD Manggarai Timur pada 2 November. Pada Senin, 7 November, mereka juga menggelar demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri Manggarai di Ruteng.

Menurut Kejari Manggarai, Gregorius menjadi tersangka karena menjual tanah seluas 7.000 meter persegi atau 0,7 hektar, yang tidak memiliki sertifikat kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.

Bayu Sugiri, Kepala Kejari Manggarai mengatakan, Gregorius hanya menggunakan Surat Pemberitahuan Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) sebagai alas hak, sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, SPT PBB bukanlah alas hak atau bukti kepemilikan tanah.

Sementara Aristo Moa menjadi tersangka karena disebut tidak meneliti status hukum tanah itu sebelum membuat dokumen kesepakatan pembebasan lahan serta menetapkan harganya.

Tanah itu dibeli pemerintah pada tahun 2012 dan 2013 dengan harga Rp 420 juta atau setelah dipotong pajak menjadi Rp 402.245.455. Tindakan keduanya, kata Bayu, merugikan keuangan negara senilai yang telah dibayarkan kepada Gregorius.

Adapun Terminal Kembur awalnya direncanakan menjadi penghubung bagi angkutan pedesaan dari daerah di wilayah utara Borong dengan angkutan khusus menuju kota yang ada di pesisir pantai utara Flores itu. Namun, terminal itu tidak dimanfaatkan dan kini kondisi bangunannya rusak.

Untuk mengerjakan terminal tersebut, Dishubkominfo Manggarai Timur mengeluarkan anggaran sebesar Rp 4 miliar, yang mana Rp 3,6 miliar dari anggaran tersebut adalah untuk pembangunan fisik terminal mulai tahun 2013 sampai 2015.

Jaksa mengendus adanya penyelewengan dalam pembangunan terminal tersebut sejak Januari 2021 dengan memeriksa 25 orang saksi, mulai dari mantan Bupati Yoseph Tote hingga beberapa mantan pejabat di Dinas Hubkominfo, seperti Kepala Dinas Jahang Fansialdus dan Kepala Bidang Perhubungan Darat, Gaspar Nanggar.

Kontraktor yang mengerjakan terminal itu juga sempat diperiksa, yakni Direktur CV Kembang Setia, Yohanes John dan staf teknik CV Eka Putra, Adrianus E Go.

Sejauh ini, Kejaksaan baru menindaklanjuti masalah pengadaan lahan, sementara terkait pembangunan terminal belum tersentuh, kendati total uang negara yang dikeluarkan jauh lebih besar.

Pada hari penetapan tersangka Gregorius dan Aristo Moa, Kejaksaan sempat memeriksa kembali sejumlah saksi, termasuk Jahang Fansialdus, yang kini menjadi Sekretaris Daerah Manggarai.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini