ReportaseMendalamKasus Korupsi Pengadaan Tong Sampah di Manggarai, Dua Direksi BUMD Divonis Penjara dan Kembalikan Kerugian Negara Miliaran Rupiah

Kasus Korupsi Pengadaan Tong Sampah di Manggarai, Dua Direksi BUMD Divonis Penjara dan Kembalikan Kerugian Negara Miliaran Rupiah

Majelis hakim juga memvonis penjara Direktur CV Patrada yang mengerjakan proyek tong sampah itu

Floresa.co – Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kupang menjatuhkan vonis penjara kepada dua direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Manggarai, PT Manggarai Multi Investasi (PT MMI) dalam perkara korupsi belanja instalasi pengolahan sampah non organik.

Dalam sidang yang digelar pada 25 Juni itu, majelis hakim menyatakan, Yustinus Mahu, Direktur Utama PT MMI “terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam Dakwaan Primair.”

Karena itu, Yustinus diganjar dengan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp100 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama dua bulan.

Selain Yustinus, majelis hakim juga menghukum Maksimilianus Haryatman, Direktur Operasional PT MMI, dengan penjara empat tahun enam bulan.

Sama seperti Yustinus, Maksimilianus juga didenda Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan.

Selain vonis penjara, majelis hakim menghukum Yustinus Mahu untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp1.076.578.675.

Bila uang pengganti ini tak dibayar dalam waktu paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya yang telah disita oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan dilelang sebagai pengganti.

“Apabila terdapat kelebihan akan dikembalikan kepada Terdakwa (Yustinus Mahu), dan apabila masih terdapat kekurangan, maka harta benda yang lainnya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan apabila Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan,” tulis amar putusan yang dikutip Floresa.

Hukuman penjara dan denda yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Yustinus dan Maksimilianus lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Dalam tuntutan, JPU menuntut keduanya dipenjara selama tujuh tahun enam bulan dan denda masing-masing Rp300 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka wajib diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama enam bulan.

Namun, hukuman ganti rugi yang diputuskan majelis hakim terhadap Yustinus lebih tinggi dari tuntutan Jaksa, yaitu Rp794.436.543.

Dalam sidang tersebut, majelis hakim juga menjatuhkan vonis penjara kepada Edward Sonny Kurniady Darung.

Majelis hakim menyatakan direktur CV Patrada itu, “terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama” dengan Yustinus dan Maksimilianus dalam belanja instalasi tong sampah tersebut.

Sonny dihukum penjara empat tahun dan denda Rp100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan.

Sonny juga dihukum untuk membayar Uang Pengganti Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp100 juta. 

Jika tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Penuntut Umum, dan dilakukan lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. 

Apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama lima bulan.

Namun, vonis penjara terhadap Sonny ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa yaitu sembilan tahun penjara dan denda Rp300 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka wajib diganti dengan pidana kurungan selama delapan bulan.

Jaksa juga menuntut Sonny membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp499.800.000.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Kupang saat membacakan vonis terhadap Edward Sonny Kurniady Darung pada 25 Juni 2025. (Dokumentasi akun Instagram Kejaksaan Negeri Manggarai)

Bagaimana Duduk Perkara Kasus Ini?

Pengusutan dugaan korupsi belanja instalasi pengolahan sampah non organik yang menyeret para terpidana ini bergulir sejak 2024. 

Kejaksaan Negeri Manggarai yang mengusut kasus ini menetapkan Yustinus Mahu dan Maksimilianus Haryatman sebagai tersangka pada 19 Desember 2024. Sementara Sonny Darung ditetapkan tersangka pada 9 Januari 2025.

Sidang kasus ini kemudian mulai digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kupang sejak 3 Maret 2025.

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Yustinus dan Maksimilianus bersama dengan Sonny Darung melanggar Pasal 97 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Berdasarkan hasil perhitungan Tim Akuntan Profesional dari Politeknik Negeri Kupang Nomor 1892/PL23/HK/2024 tanggal 11 November 2024, kerugian negara karena perbuatan dua terdakwa dan Sonny Darung sebesar Rp1.294.236.543.

Pada 2019, CV Patrada milik Sonny Darung memenangkan tender pengadaan Instalasi Pengolahan Sampah Non Organik di Kecamatan Langke Rembong senilai Rp1.860.609.000.

Namun, Sonny tak punya modal untuk belanja pengadaan tong sampah tersebut.

Karena itu, sekitar Juni 2019, Sonny menemui Maksimilianus selaku Direktur Operasional PT MMI untuk membahas mengenai potensi pembiayaan dalam paket tersebut.

Maksimilianus kemudian mempertemukan Sonny dengan Yustinus, selaku Direktur Utama PT MMI, untuk membahas kesanggupan BUMD itu dalam membelanjakan tong sampah tersebut.

Dalam pertemuan itu, Yustinus mensyaratkan adanya dokumen kontrak, surat perintah kerja, menyetor uang muka sebesar 30% nilai kontrak dan agunan/jaminan.

Namun, Sonny Darung menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki agunan karena rumah yang ia tempati saat mengajukan pembiayaan masih atas nama orang tuanya.

Sonny pun hanya mengajukan jaminan berupa uang muka 30 persen dari nilai kontrak proyek tong sampah itu, yaitu senilai Rp 499.800.000.

Gayung bersambut. Yustinus dan Maksimilianus menyetujui, dengan pertimbangan  jaminan uang tersebut dianggap menguntungkan PT MMI. Menurut dakwaan JPU, Yustinus dan Maksimilianus “mengabaikan syarat lain berupa agunan.”

Padahal, kata JPU, baik Yustinus maupun Maksimilianus sama-sama mengetahui, “hal tersebut bertentangan dengan Keputusan Direksi Nomor 38/Dir/Desember/2015 tentang Pedoman Kerja Direksi dan Karyawan PT MMI” sebagaimana tertuang dalam Lampiran Standard Operating Procedure (SOP) Pemesanan Barang Poin 3.6.

Dalam lampiran SOP Pemesanan Barang Poin 3.6 diatur bahwa “pengajuan pembiayaan kepada PT MMI mengharuskan dipenuhinya beberapa persyaratan. Salah satunya, adanya jaminan baik sertifikat tanah atau BPKB Mobil.”

Dakwaan JPU menyatakan, praktik memberikan pembiayaan ini sejatinya melenceng dari bidang usaha PT MMI. 

Hal itu mengacu pada Pasal 3 Akta Pendirian Nomor 2 tentang Perseroan Terbatas pada tanggal 2 Juli 2013, kegiatan usaha PT MMI hanya terbatas pada perdagangan, pembangunan, perindustrian, pertanian dan percetakan dan tidak mencakup kegiatan pembiayaan.

Karena itu, JPU menyatakan, sebenarnya Keputusan Direksi Nomor 38/Dir/Desember/2015 tentang Pedoman Kerja Direksi dan Karyawan PT MMI, terutama bagian Lampiran Standard Operating Procedure Pemesanan Barang yang menjadi dasar persyaratan Pembiayaan oleh PT MMI bertentangan dengan ruang lingkup usaha PT MMI.

Setelah pengajuan pembiayaan disetujui, Sonny Darung menyerahkan uang jaminan Rp499.800.000.

JPU menyatakan, Yustinus dan Maksimilianus juga tidak pernah memastikan atau meminta spesifikasi teknis terkait tong sampah dari Sonny Darung yang akan dibeli melalui pembiayaan oleh PT MMI itu.

Selanjutnya, untuk mewujudkan pembiayaan tersebut, Yustinus, Maksimilianus dan Sonny Darung bersama-sama “mencari produsen tong sampah yang akan ditunjuk.”

Lantas, Sonny Darung memilih Mahmud Yunus Mustofa dari CV Karya Jaya Abadi selaku pihak yang memiliki gudang produksi tong sampah.

Sonny, sebut JPU, meyakini Mahmud Yunus Mustofa mampu mengerjakan paket pekerjaan tong sampah tersebut.

“Namun faktanya, gudang produksi milik saksi Mahmud Yunus Mustofa yang berlokasi di Jalan Raya Berbek Nomor 46, Waru, Sidoarjo, Jawa Timur bukanlah tempat produksi tong sampah, melainkan hanya berupa gudang pengumpul drum bekas, tong, dan besi tua,” sebut JPU.

JPU juga menyatakan, saat Sonny Darung melakukan pengecekan lapangan dan bertemu Mahmud Yunus Mustofa, ia menyampaikan niat untuk memesan tong sampah pada CV Karya Jaya Abadi.

Namun, menurut JPU, Sonny tidak menyerahkan spesifikasi teknis terkait dengan detail desain tong sampah. Ia hanya menyampaikan secara lisan tong sampah seperti apa yang akan dikerjakan.

Tak lama kemudian, sebut JPU, Yustinus Mahu juga mendatangi langsung CV Karya Jaya Abadi di Jawa Timur untuk melakukan survei secara langsung. Yustinus ingin memastikan kesiapan Mahmud Yunus Mustofa memproduksi tong sampah tersebut.

Setelah melihat contoh tong sampah yang akan dikerjakan, Yustinus kembali ke Ruteng untuk menyiapkan pemesanan tong sampah oleh CV Patrada yang dikerjakan oleh Mahmud Yunus Mustofa.

Sony Darung kemudian mengonfirmasi kepada Yustinus bahwa Mahmud Yunus Mustofa menyanggupi untuk memproduksi tong sampah.

Yustinus menindaklanjutinya dengan melakukan pembayaran pertama senilai Rp419.100.000 secara transfer dari rekening Bank BNI atas nama PT MMI ke rekening Bank BCA atas nama M. Yunus Mustofa.

Sekitar Agustus 2019, Yustinus memerintahkan Maksimilianus mendampingi Sonny Darung serta Kristianus Dominggo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk mendatangi CV Karya Jaya Abadi di Jawa Timur.

Kedatangan ketiganya, menurut JPU, untuk memastikan kembali tong sampah yang dipesan oleh Sonny Darung itu telah sesuai.

Menurut JPU, Maksimilianus melaporkan kepada Yustinus bahwa tong sampah yang dipesan ternyata tidak banyak perubahan dan hanya ditambahkan laher roda.

Namun, di sisi lain Kristianus Dominggo selaku PPK, setelah melihat secara langsung tong sampah hasil produksi dari CV Karya Jaya Abadi itu, menyatakan “tidak sesuai dengan spesifikasi karena tong sampah tersebut hanya berupa drum bekas dengan tambahan laher roda”.

Padahal, seharusnya tong sampah tersebut terbuat dari plat eser. Menurut JPU, Kristianus Dominggo saat itu juga langsung menegur secara lisan Sonny Darung dan Maksimilianus.

Sekembali dari Sidoarjo itu, Kristianus Dominggo juga menyampaikan kepada Sonny Darung bahwa “tong sampah yang masih dalam tahap produksi tersebut faktanya tidak sesuai dengan spesifikasi” seperti dalam kontrak yang ditandatangani pada 18 Juni 2019.

Karena itu, menurut JPU, Kristianus Dominggo menyarankan Sonny Darung “agar menyesuaikan pembuatan tong sampah dengan mengikuti spesifikasi yang dipersyaratkan”.

Namun, karena tong sampah sebagian sudah selesai produksi, lanjut JPU, Sonny Darung “mengabaikan permintaan” itu. Alasannya, karena akan menimbulkan kerugian bagi CV Patrada.

Lantas, Sonny Darung menyiasati hal tersebut dengan membuat dan mengajukan Change Contract Order (CCO) untuk mengubah “spesifikasi dalam kontrak agar menyesuaikan dengan tong sampah yang sudah terlanjur diproduksi.” 

Namun, Kristianus Dominggo tidak menyetujui pengajuan CCO yang diajukan Sonny Darung.

Alasannya, menurut Kristianus, CCO itu hanya akal-akalan Sonny Darung “untuk membenarkan pekerjaan tong sampah yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak.”

Selain itu, CCO tersebut dibuat menggunakan tanggal yang tidak sesuai dengan tanggal pengajuan atau dibuat tanggal mundur.

Pembayaran oleh MMI Tetap Dilanjutkan

Meski tanda-tanda masalah sudah terlihat setelah PPK meninjau lokasi produksi tong sampah itu di Sidoarjo, PT MMI tetap melakukan pembayaran.

Setelah pembayaran pertama senilai Rp419.100.000, BUMD itu kembali melakukan pembayaran kepada Mahmud Yunus Mustofa senilai Rp502.058.500, yang dilakukan secara bertahap pada kurun 9 September hingga 19 November 2019.

Rinciannya, pada 9 September 2019 sebesar Rp100 juta; 11 September 2019 sebesar Rp100 juta; 25 September 2019 sebesar Rp45 juta; 1 Oktober 2019 sebesar Rp250,3 juta; 3 Oktober 2019 sebesar Rp1.503.500; dan 19 November 2019 sebesar Rp5.255.000.

Tong-tong sampah yang sudah diproduksi itu juga secara bertahap dikirim ke Manggarai sejak 30 Juli hingga 31 Oktober 2019, melalui jasa angkutan PT Kris Cargo Bahtera dari Surabaya menuju Pelabuhan Reo.

Pembayaran untuk jasa pengiriman ini, menurut JPU, juga ditanggung oleh PT MMI dengan total Rp192.520.175.

Selanjutnya, setelah tong sampah tersebut tiba di Pelabuhan Reo, diangkut menuju gudang PT MMI yang berada di Ruteng dengan menggunakan jasa angkut Toko Berdikari. 

Pembayaran jasa angkut dari Reo ke Ruteng, menurut JPU, juga ditanggung oleh PT MMI sebesar Rp32.600.000.

Setelah barang tersebut tiba di gudang PT MMI, selanjutnya dilakukan serah terima antara PT MMI dengan CV Patrada milik Sonny Darung. Penyerahan terjadi secara bertahap sejak 27 Agustus 2019 hingga 31 Oktober 2019 sebanyak 1.524 unit tong sampah.

Pemasangan Sepihak Tanpa Sepengetahuan PPK

Sudah kadung diproduksi dan tong sampahnya sudah tiba di Ruteng, CV Patrada melakukan pemasangan pada setiap rukun tetangga di Kecamatan Langke Rembong.

“Namun titik-titik pemasangan tong sampah tersebut ditentukan sepihak oleh saksi Edward Sonny Kurniady Darung tanpa ada koordinasi dengan saksi Kristianus Dominggo,” sebut JPU.

Mengetahui sudah ada sebagian tong sampah yang terpasang di beberapa titik dan bahwa keadaannya masih tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya, menurut JPU, Kristianus Dominggo beberapa kali memberikan teguran baik lisan maupun tertulis kepada Sonny Darung.

“Tetapi saksi Edward Sonny Kurniady Darung tetap tidak mengindahkan,” sebut JPU.

Akhirnya, Kristianus Dominggo mengambil sikap tegas untuk menerbitkan Surat Pemutusan Hubungan Kerja Nomor 800/PPK.UKLR/DAU/XII/2019 tertanggal 16 Desember 2019 kepada Sonny Darung.

Selain itu, CV Patrada milik Sonny dibebankan untuk mengembalikan uang muka ke kas negara.

Sonny Tagih ke MMI

Setelah mendapat sanksi dari PPK, Sonny Darung lantas menagih kembali uang jaminan  senilai Rp499.800.000 yang sudah disetorkan sebelumnya ke PT MMI.

Anehnya, Yustinus Mahu, langsung menyetujui permintaan tersebut. 

Padahal, sebelumnya tidak ada jaminan atau agunan lain selain uang muka tersebut yang diserahkan CV Patrada kepada MMI.

Menurut JPU, atas perintah Yustinus Mahu, uang muka tersebut disetorkan ke Bank NTT pada 31 Desember 2019 oleh saksi Yuliani Aria Delviani Naluk bersama Sonny Darung.

Editor: Anno Susabun

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA