Perbaiki Bak Air yang Jebol Saat Uji Coba, Kepala Desa di Manggarai Barat Mengaku Kucurkan Dana Pribadi, Berutang Pasir dan Semen

Ia menyebut jebolnya bak air sebagai musibah. Ada upaya tekanan terhadap warga yang melaporkan dugaan ketidakberesan pengerjaan bak itu

Baca Juga

Floresa.co – Menyusul jebolnya sebuah bak air minum bersih saat proses uji coba, Kepala Desa Nanga Bere, Huzaifa Sion di Kabupaten Manggarai Barat mengaku “siap bertanggung jawab.”

Pembangunan bak itu merupakan bagian dari kegiatan pengadaan air minum bersih di Dusun Kewitu dan Nanga Tangga, Desa Nanga Bere di Kecamatan Lembor Selatan.

Huzaifa mengaku “kecewa dengan hasil pengerjaan bak air.”

Sebagai bentuk tanggung jawab, ia mengaku mengucurkan dana pribadi untuk memperbaikinya dan “telah mengutang pengadaan material, termasuk semen dan pasir.”

Tak hanya itu, ia juga “sudah meminta aparat desa mencari tukang yang mempunyai pengalaman membangun bak air.”

Seorang tukang yang direkomendasikan aparat desa telah “menyurvei dan menyatakan sanggup memperbaikinya,” katanya. 

Huzaifa memintanya untuk “membuat konstruksi baru dengan kualitas yang lebih bagus.”

Namun, keduanya belum menyepakati soal upah yang “hingga kini masih dinegosiasikan.”

“Upah tukang menjadi tanggung jawab saya,” kata Huzaifa, “apapun bentuk perbaikannya, akan saya usahakan.” 

“Namanya juga Musibah”

Bak itu jebol pada 6 Januari, usai pemerintah desa mengetes daya tampung, dengan mengalirkan air ke dalamnya. Namun, beberapa jam setelahnya bak itu ambruk.

Huzaifa sempat menunjukkan dua foto yang menampakkan bak air itu sebelum jebol. Satu foto memperlihatkan bak air itu terbagi atas dua kolom, yang di tengah-tengahnya dipasangi pipa berwarna hitam. Di salah satu ruangannya terdapat pipa yang merupakan jalur keluar air.

Foto lainnya memperlihatkan para tukang yang sedang menuntaskan pengerjaannya.

Para tukang sedang menuntaskan pengerjaan bak air di Desa Nanga Bere yang kemudian jebol saat uji coba pada 6 Januari 2024.(Dokumentasi Huzaifa Sion)

Menurut warga yang melapor kepada Floresa, bak air itu dikerjakan oleh empat orang yang dipilih oleh Huzaifa, “bukan berdasarkan kemampuan,” melainkan “faktor kedekatan” sebagai tim pemenangan politik saat pemilihan kepala desa.

Huzaifa mengaku ia memang memilih sendiri tukangnya. Namun, ia membantah tudingan pemilihan para pekerja dilandasi “faktor kedekatan,” 

Kepala tukang, kata Huzaifa saat itu, dipilih karena “berpengalaman mengerjakan bangunan besar seperti rumah dan gereja.”

Ia mengatakan kepala tukang merupakan warga Dusun Weko, sementara anggota pekerja berasal dari Dusun Kewitu. Kedua dusun itu tercakup dalam wilayah administratif Desa Nanga Bere.

Di kemudian hari, ia baru mengetahui “para tukang rupanya baru sekali ini membangun bak air.”

Ia mengatakan, jebolnya bak itu hal yang tak disangka-sangka, “namanya juga musibah.”

Perbedaan Anggaran

Bendahara Desa Nanga Bere, Fadil Mubaraq mengatakan bak air itu nantinya disalurkan ke masyarakat di Kampung Kewitu dan Kampung Bawe. 

Pengerjaannya merupakan bagian dari proyek air minum bersih skala desa. Dana dibagi dalam tiga tahap, yang bermula pada 2021 dan berturut-turut berlanjut pada 2022 dan 2023.

Fadil maupun Huzaifa tak memerinci besaran dana tiap tahap.

Namun, seorang warga yang berbicara kepada Floresa mengatakan dana tahap pertama sebesar Rp275 juta dan yang kedua senilai Rp250 juta.

Sementara dana pembangunan bak air itu sebesar Rp286.034.400 yang bersumber dari dana desa tahun anggaran 2023, menurut keterangan pada papan proyek.

Bersama aparatur desa serta Badan Permusyawaratan Desa [BPD], warga Dusun Kewitu dan Nanga hadir dalam audiensi pada 10 Januari. 

Menurut sejumlah warga yang hadir dalam audiensi, “terungkap perbedaan anggaran pada papan proyek dan Rencana Anggaran Biaya [RAB].”

Anggaran yang tertera dalam RAB sebesar lebih dari Rp323 juta, berselisih Rp36 juta dari yang terpampang pada papan proyek.

“Pemerintah desa bilang, ada perubahan RAB yang dipicu penambahan anggaran proyek air minum di mata air Wae Lemuk,” kata seorang warga yang tak ingin disebutkan namanya.

Ia juga menilai aparatur desa telah melakukan “pembohongan publik karena perubahan RAB tak diinformasikan ke warga dan BPD.”

Huzaifa mengklaim perubahan RAB dibuat pada November 2023, sementara papan informasi proyek dipasang Agustus 2023.

Perubahan anggaran itu, katanya, “dipicu penambahan volume pekerjaan” yang belum sempat dimasukkan di dalam RAB.

Ia menjelaskan penambahan volume pekerjaan merujuk pada penambahan enam instalasi kran dari hanya empat unit yang yang tersebar di empat dusun, yakni Dusun Bangko, Weko, Kewitu, dan Nanga Tangga.

Penambahan juga mencakup penyambungan dan pembenaman pipa baru, pengadaan semen, pasir dan aksesori. Ia tak memerinci jenis aksesorisnya.

Audiensi berikutnya dijadwalkan pada 17 Januari.

Dicari-cari Kepala Desa

Usai audiensi, “pemerintah desa meminta maaf karena tak menginformasikan soal perubahan RAB,” kata seorang warga.

Permintaan maaf terkirim melalui pesan dalam grup WhatsApp bernama “Pemuda Nanga Bere,” yang diperlihatkan warga itu kepada Floresa.

“Saya mohon maaf kalau [pemerintah] desa lupa publikasi ke masyarakat, tetapi sekarang perubahan RAB sudah ada pada papan informasi desa,” tulis Huzaifa dalam pesan itu.

Ia menyebut pemerintah desa “sudah transparan” karena semua anggaran dicantumkan dalam RAB awal maupun perubahannya, serta mempublikasikan lewat papan informasi proyek.

Ia mengaku perubahan RAB sudah diserahkan ke BPD, tetapi “mereka tidak mau fotokopi.” Sementara Fadil menyatakan “BPD tak mengambil salinannya sebagai pegangan.”

Bersamaan kalimat maaf, Huzaifa juga berterima kasih kepada generasi muda yang “berpartisipasi melihat langsung kendala di lapangan.”

Sebelumnya Huzaifa menghubungi Floresa melalui sambungan telepon pada 9 Januari, kira-kira satu jam sesudah redaksi menerbitkan berita jebolnya bak air. 

Huzaifa mengaku “sangat senang” ketika warga melayangkan kritik.

“Kritik itu penting,” katanya “tetapi pemerintah desa dan masyarakat juga harus bersatu membangun desa.”

Pernyataan Huzaifa berbeda dengan pengakuan warga yang meneruskan cerita jebolnya bak air kepada Floresa, yang kemudian dipublikasi dalam laporan pada 9 Januari.

Tak lama sebelum Huzaifa menelepon Floresa, warga yang menjadi narasumber dalam laporan itu berkali-kali mengirim pesan dan menelepon redaksi, meminta “namanya tak disebut.”

“Hapus saya punya nama di berita itu karena mereka teror saya,” katanya.

“Teror” yang disebutkannya mengacu pada informasi dari beberapa teman soal “kecurigaan Huzaifa akan satu pemuda yang hadir dalam audiensi dan memberi informasi kepada Floresa.”

“Huzaifa sangat marah,” kata warga itu, “dan masih masih selidiki siapa yang beri informasi.”

Floresa akhirnya merevisi laporan itu pada 9 Januari pukul 19.58 Wita dengan menghapus nama warga itu.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini