Warga Nanga Bere di Manggarai Barat Keluhkan Proyek Air Minum yang Dikerjakan Desa

Pemerintah desa telah mengucurkan dana ratusan juta untuk proyek air minum yang dikerjakan sejak 2021.

Baca Juga

Floresa.co – Warga Desa Nanga Bere di Kabupaten Manggarai Barat, NTT, kecewa karena kini air tidak lagi mengalir dari pipa hingga kran yang dipasang di kampung mereka, bagian dari proyek dengan menggunakan dana desa.

Pemerintah desa telah mengucurkan dana ratusan juta untuk proyek itu yang dikerjakan sejak 2021 di lima kampung di Nanga Bere yang masuk wilayah Kecamatan Lembor Selatan. Masing-masing adalah Kampung Wae Raja, Kampung Bangko, Kampung Weko, Kampung Kewitu dan Kampung Nanga Tangga.

“Kami tidak pernah menikmati hasil selama dua tahun proyek air minum,” kata seorang sumber, warga desa itu yang meminta namanya tidak disebutkan.

Air tidak mengalir. Kami tetap menimba air dari kali untuk konsumsi,” katanya pada 11 Agustus.

Karena keran tidak berfungsi, warga di lima kampung tersebut kembali menimba air di Kali Rembong, yang berada di wilayah desa itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kali Rembong merupakan satu-satunya sumber air bersih sebelum proyek air minum bermula di Nanga Bere, desa yang dihuni 1.239 jiwa.

Seorang warga desa lainnya, informan yang melaporkan kasus ini kepada Floresa dan minta namanya tidak disebut menyatakan terakhir air minum mengalir dari pipa proyek itu pada 2022.

Ia mengatakan, sejak 2021 berlangsung proyek itu terus dikerjakan, namun tiba-tiba “berhenti di tengah jalan.”

“Dengar-dengar nanti dilanjut lagi,” katanya pada 5 Agustus.

Ia mengatakan aparatur desa “tak pernah memaparkan anggaran. Kami hanya tahu bahwa mereka [aparatur desa] sedang buat proyek air minum.”

Pada 2022, “mereka anggarkan lagi tetapi proyek berhenti. Kabarnya karena habis anggaran.”

Menurut warga  tersebut, proyek air minum itu dikerjakan sejak Huzaifa Sion menjabat bendahara desa. Huzaifa kini menjabat kepala desa.

Huzaifa tak menampik ketiadaan air mengalir dari keran-keran di Desa Nanga Bere.

Ia menyatakan “ketiadaan air mengalir dipicu penyumbatan saluran di capturing” atau dam penampung air.

Capturing itu, katanya kepada Floresa, “berada di lereng gunung dan rentan longsor ketika hujan turun.

Longsoran, lanjut Huzaifa, “dapat menyumbat saluran.”

Kendati demikian, “air kembali jalan jika [sumbatan akibat longsoran] dibersihkan.”

Kran air lainnya di Desa Nanga Bere yang kering. (Informan Floresa)

Huzaifa menyatakan realisasi dana desa dalam proyek tersebut berturut-turut sebesar Rp275 juta pada 2021 dan Rp250 juta pada 2022.

Anggaran dana desa “pada 2023 belum dimanfaatkan, rencananya Oktober ini,” katanya.

Ia mengklaim pengerjaan kembali proyek air minum pada tahun ini sesuai kesepakatan dalam musyawarah desa pada 2022.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini