Floresa.co – Aksi warga di Oinbit, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) menolak kehadiran perusahan tambang mangan PT Elgary Resources Indonesia (PR ERI) makin gencar dilakukan.
Pekan ini mereka menyuarakan penolakan dengan menggelar aksi mimbar bebas, ritual penyembelian babi merah dan blokade jalan menuju lokasi PT ERI.
Aksi mimbar bebas digelar pada Senin lalu, (8/4/2015), oleh warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Peduli Lingkungan (Arapel). Aliansi ini merupakan gabungan dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokras (LMND), warga Suku Naikofi, Suku Ataupah, Suku Pakaenoni, suku Kofi-Olin dan Lembaga Adat Sonaf Lanasu.
Mimbar bebas tersebut yang dilakukan di sepanjang jalang rute Lopo Besar Suku Naikofi Oinbit, Oelolok, Pasar Oelolok, Gua Bitauni, Unab, Nesam, Ekafalo hingga kembali lagi di Lopo Besar suku Naikofi bertujuan memberi informasi kepada masyarakat sekitar dan meminta untuk bersama-sama mengusir PT ERI.
Charles Usfunan, kordinator lapangan acara ini mengatakan, masyarakat sekitar adalah suku-suku pemilik tanah.
Aksi ini kata dia, memberitahu bahwa “tanah mereka sudah diserahkan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab kepada PT ERI.”
“Kita juga mau menyampaikan bahwa Pemerintah Daerah TTU, secara sepihak telah memberi izin kepada PT ERI,” kata Charles.
Menurut Arapel, tanah di Oinbit yang dijual oleh Olis Taolin yang mengaku sebagai raja tidaklah betul.
Sebab, tanah itu milik pribadi keluarga Maxi Taolin yang sudah diserahkan kepada 4 tamukung, untuk dikelola dan setiap tahun ada kewajiban memasukan upeti kepada Sonaf Lanasu.
Karena itu, demikian Arapel, Maxi Taolin sebagai Ketua Lembaga Adat Lanasu, menganggap bahwa Olis Taolin tidak mempunyai hak untuk menjual tanah tersebut, apalagi menyerahkan tanah itu kepada perusahan tambgang.
“Saya menghimbau, Kefi-Finit, Hitu-Taboi, bahwa saat ini tanah kamu sudah dijual oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab” kata Gregorius Taneo, juru bicara Sonaf Lanasu saat berorasi pada aksi mimbar bebas tersebut.
Selain itu, Arapel terus mendesak PT ERI agar secepatnya angkat kaki karena tidak memiliki izin jelas, menyerobot lahan masyarakat yang sudah bersertifikat, melakukan penggusuran situs adat, merusak ekosistem yang ada serta membatasi ruang gerak binatang piaraan masyarakat.
Arapel juga mengingatkan, telah ada surat penolakan dari Sonaf Lanasu bahwa Olis Taolin bukan Raja Insana, bahwa keluarga Taolin tidak pernah menjual tanah kepada perusahan manapun.
Ritual Babi Merah
Aksi warga berlanjut pada Selasa (14/04/2015), di mana tua adat Suku Naikofi, Suku Ataupah, Suku Amasene dari Loeram, perwakilan suku Pakaenoni, suku Uskono serta suku Noetnana melakukan ritual adat di puncak Gunung Loeram, yang merupakan rempat ritual adat suku Ataupah.
Di sana mereka menyembelih babi merah untuk menyampaikan pesan kepada nenek moyang bahwa tanah mereka sudah dirampas orang-orang tak bertanggung jawab.
Dalam ritual adat tersebut, tua adat juga meminta kekuatan dari nenek moyang untuk mengusir PT ERI dari Oinbit. Menurut keyakinan mereka, di atas tanah itulah arwah nenek moyang mereka hidup dan beranak-cucu.
“Kami berusaha mewartakan eksistensi kultural kami dengan tetap berpegang teguh pada adat dan tradisi yang kami miliki,” kata salah satu wakil warga, Nikolaus Ataupah.
“Ini bukti nyata bahwa kami tidak akan melepaskan simbol dan nilai kultural yang selama sekian waktu telah ditinggalkan pemerintah,” lanjutnya.
Blokade Jalan
Selain menggelar ritual itu, pada Selasa(14/04/2015), warga juga memutuskan memblokade jalan menuju lokasi PT ERI.
Mereka membuat pagar pembatas tanah milik suku Naikofi yang selama ini dilewati kendaraan PT ERI.
Selain membuat pagar pembatas jalan, mereka juga menanam pohon mahoni pada tanah milik mereka tersebut.
Dalam aksi blokade tersebut, massa sempat berorasi dan membuat surat pernyataan dengan tuntutan menolak kehadiran PT ERI. Surat itu ditandatangi oleh ketua Suku Naikofi dan 12 orang saksi. (Laporan Eman Tulasi, Kontributor Floresa.co di Timor)