Floresa.co – Vatikan mengumumkan bahwa Msgr Paskalis Bruno Syukur, OFM, salah satu pimpinan Gereja Katolik di Indonesia yang berasal dari Pulau Flores, batal menjadi kardinal karena permintaannya sendiri.
Dalam sebuah laporan pada 22 Oktober, Vatican News, kantor berita resmi Vatikan menyatakan Paus Fransiskus telah menerima permintaan Uskup Bogor itu untuk tidak ikut dalam konsistori pada 7 Desember 2024.
Konsistori merupakan upacara pelantikan para kardinal.
Vatikan hanya menjelaskan secara ringkas alasan pembatalan ini.
Direktur Kantor Pers Vatikan, Matteo Bruni berkata, Uskup Paskalis menyatakan keinginan untuk melanjutkan pertumbuhan pribadinya “dalam pelayanan kepada Gereja dan umat Allah.”
Ini sebuah pilihan yang berasal dari keinginan untuk lebih memperdalam kehidupan imamatnya, menurut Bruni.
“Berita tersebut mengejutkan,” kata Ketua Konferensi Waligereja Indonesia [KWI], Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC, seperti dilansir dalam pernyataan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Vatikan.
Uskup Bandung itu sedang menghadiri sinode di Roma bersama Uskup Pangkal Pinang, Mgr Adrianus Sunarko, OFM.
“Kita hargai keputusan Mgr Paskalis. Pasti Mgr Paskalis tahu yang terbaik bagi dirinya, bagi keuskupannya, dan bagi Gereja pada umumnya. Kita doakan,” katanya.
“Yang paling bisa menjelaskan [mengapa meminta kepada paus untuk tidak dilantik] hanya Mgr Paskalis sendiri,” tambahnya.
Hal serupa dikatakan Superior General Kongregasi Para Misionaris Keluarga Kudus, Romo Antonius Purnama Sastrawijaya. MSF, yang tinggal di Roma.
“Berita ini sangat mengejutkan. Mungkin ada alasan mendasar yang disampaikan Mgr Paskalis” sehingga paus mengabulkan permintaannya.
“Kita prihatin,” tambahnya.
Pembatalan pelantikan Uskup Paskalis membuat jumlah kardinal yang akan menerima topi merah dari Paus Fransiskus pada akhir tahun ini menjadi 20 orang, bukan 21 orang.
Kardinal bertugas antara lain untuk memilih paus, bertindak sebagai penasihat utamanya, dan membantu pemerintahan Gereja Katolik Roma di seluruh dunia.
Ini bukan kali pertama terjadi seorang calon kardinal minta untuk tidak diangkat.
Dua tahun lalu, Paus Fransiskus menerima permintaan Msgr Lucas Van Looy dari Belgia untuk tidak diangkat menjadi kardinal.
Menurut Vatican News, permintaan Uskup Lucas Van Looy itu diajukan setelah pengumuman pengangkatannya memicu kritik karena ia tidak selalu bereaksi cukup tegas terhadap tuduhan pelecehan seksual.
Pada saat itu, Presiden Konferensi Waligereja Belgia, Kardinal Jozef De Kesel, dan seluruh uskup di Belgia “menghargai keputusan Uskup Van Looy.”
Pro Kontra Umat Katolik Saat Penunjukan Uskup Paskalis
Uskup Paskalis – anggota Ordo Saudara Dina [OFM], salah satu tarekat dalam Gereja Katolik – diumumkan pada 6 Oktober sebagai salah satu dari 21 kardinal baru, sebuah kabar yang menimbulkan sukacita bagi mayoritas umat Katolik di Indonesia.
Penunjukkan Uskup Paskalis yang berasal dari luar Pulau Jawa dianggap sebagai bentuk pengakuan Vatikan akan keberagaman komunitas Katolik di Indonesia.
Dalam sejarah, Indonesia memiliki tiga kardinal, yang semuanya berdarah Jawa.
Kardinal pertama, Justinus Darmojuwono, meninggal pada tahun 1967. Dua kardinal lainnya adalah Julius Riyadi Darmaatmadja, 89 tahun, dan Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, 74 tahun, yang saat ini memimpin Keuskupan Agung Jakarta.
Kendati mayoritas menyambut dengan sukacita, sebagian umat Katolik yang kritis juga menyatakan kekecewaan terhadap penunjukkan Uskup Paskalis, karena ia dianggap tidak mengambil sikap tegas terhadap kasus kekerasan seksual di wilayah keuskupannya.
“Uskup Bogor ini memegang juara. Di keuskupannya terjadi dua kasus kejahatan seksual terbesar yang pernah terjadi terhadap anak,” tulis Iswanti, seorang aktivis Gereja di akun Facebooknya.
Unggahan itu disertai foto Uskup Paskalis dengan salah satu pelaku kekerasan seksual, Bruder Angelo.
Dalam beberapa tahun terakhir, di Keuskupan Bogor terdapat dua kasus kekerasan seksual yang kemudian dibawa ke meja hijau.
Pada 2021, Syharil Marbun, seorang petugas gereja di Paroki St. Herkulanus Depok dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena melakukan pelecehan terhadap putra altar.
Pada tahun 2022, Pengadilan Negeri Depok juga menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Lukas Ngalngola, yang dikenal sebagai Bruder Angelo, karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki di sebuah panti asuhan.
Kendati berhasil sampai ke pengadilan, dukungan Uskup Paskalis dalam penanganan kasus-kasus ini dipertanyakan, seperti yang disampaikan Iswanti.
Terkait kasus Bruder Angelo, Iswanti menyinggung soal foto uskup dengan bruder itu dan anak-anak panti pada 2019. Sementara terkait kasus di Gereja St. Herkulanus, ia menyatakan, kasus ini “terjadi bertahun-tahun, bahkan bukan tanpa sepengetahuan pihak gereja.”
Ia kemudian mempertanyakan komitmen gereja pada upaya penanganan kekerasan seksual, sebagaimana dirumuskan dalam sejumlah dokumen, seperti protokol perlindungan anak dan dewasa rentan.
Merespons Iswanti, dalam sebuah tulisan yang juga viral, Made Supriatma, peneliti dan jurnalis yang dididik dalam tradisi Gereja Katolik menulis bahwa pengangkatan kardinal ini memberi karakter kepada Gereja Katolik Indonesia “yang semakin jauh dari umatnya yang miskin, tertindas, dan tidak mendapat keadilan.”
“Jika seorang yang tidak mampu memberi perlindungan kepada anak-anak kemudian bisa menjadi kardinal, apa yang diharapkan untuk lebih baik dari itu?” tulisnya.
“Terus terang, saya marah dan kecewa, khususnya terhadap tidak adanya tanggung jawab dan hukuman terhadap orang yang memungkinkan kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak ini terjadi,” tambah Made.
Siapa Uskup Paskalis?
Uskup Paskalis lahir pada 17 Mei 1962 di Ranggu, Kabupaten Manggarai Barat.
Setelah menamatkan sekolah dasar, ia menempuh pendidikan SMP-SMA di Seminari Pius XII Kisol, Kabupaten Manggarai Timur.
Ia belajar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara di Jakarta dan kemudian studi teologi di Fakultas Teologi Wedabhakti Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Ia mengikrarkan kaul kekal pada 22 Januari 1989 dan ditahbiskan menjadi imam pada 2 Februari 1991.
Uskup Paskalis telah memegang beberapa peran pastoral dan kepemimpinan selama pelayanannya.
Dari 1991 hingga 1993, ia menjadi imam di Paroki Moanemani, Keuskupan Jayapura.
Tiga tahun berikutnya ia menempuh pendidikan Spiritualitas di Antonianum, Roma.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia menjadi Magister Novis di Depok.
Dari tahun 2001 sampai 2009, ia menjabat sebagai Pemimpin Umum atau Provinsial OFM di Indonesia dan pada 2009 diangkat menjadi Definitor Umum OFM untuk Asia dan Oseania.
Pada tanggal 21 November 2013, Paus Fransiskus mengangkatnya menjadi Uskup Bogor.
Saat ini, Uskup Paskalis merupakan Sekretaris Jendera KWI.