Floresa.co – Kementerian Kesehatan mendorong pemerintah daerah [Pemda] untuk berpartisipasi dalam mengatasi kekurangan dokter umum dan dokter spesialis di daerah.
Saat ini, jumlah dokter tidak hanya kurang, tetapi juga penyebarannya tidak merata, kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono.
Berbicara dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 [FMB9] pada 17 September yang mengangkat tema ’10 Tahun Bersinergi Membangun SDM Nasional’ Dante berkata, menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [Bappenas], rasio ideal dokter spesialis adalah 0,28 per 1.000 penduduk.
Tetapi, saat ini Indonesia yang memiliki populasi 275 juta jiwa baru memiliki sekitar 49.670 dokter spesialis, jumlah yang jauh dari cukup.
“Kita juga berhadapan dengan masalah penyebaran yang belum merata di seluruh Indonesia, karena 59% dokter spesialis masih terkonsentrasi di Pulau Jawa,” katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, kata Dante, pemerintah berusaha memberikan program beasiswa dengan sistem afirmasi kepada dokter-dokter terbaik di daerah untuk melanjutkan pendidikan spesialis.
Tiap tahun, kata dia, melalui dukungan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan [LPDP] dan beasiswa Kementerian Kesehatan, Pemerintah Pusat mengalokasikan beasiswa kepada 3.000 dokter umum yang ingin melanjutkan pendidikan dokter spesialis.
Setelah menjadi dokter spesialis, mereka “harus kembali lagi ke daerahnya untuk mengabdi dan bekerja.”
Agar dokter spesialis ini tidak kembali ke kota, pemerintah juga menjamin kehidupan yang layak bagi mereka.
“Kita bekerja sama dengan pemerintah daerah. Nanti pemerintah daerah akan membantu sistem afirmasi, memberikan uang tunjangan biaya hidup di daerahnya masing-masing,” katanya.
Tambahan lain, katanya, adalah biaya jasa pelayanan dari BPJS Kesehatan dan praktik pada sore hari.
“Akhirnya mereka mendapatkan income yang sama dengan dokter yang bekerja di kota,” ujarnya.
Dante mengatakan program untuk memacu jumlah dokter spesialis ini sudah bergulir sejak dua tahun lalu.
“Perkembangannya cukup bagus, banyak yang melamar menjadi dokter spesialis. LPDP kita terpakai sekitar 3.000, baik untuk pendidikan di dalam negeri maupun di luar negeri bidang kesehatan,” ujarnya.
Tak hanya kekurangan dokter spesialis, Dante mengatakan, Indonesia juga kekurangan dokter umum.
Saat ini hanya terdapat 156.310 dokter umum, “masih kekurangan 120.000 orang lagi.”
Idealnya, berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia [WHO], rasio jumlah dokter umum adalah 1 per 1000 penduduk, sementara rasio saat ini adalah 0,47 per 1000 penduduk.
Dante berkata, kekurangan ini harus terpenuhi secepat mungkin, namun tantangannya adalah kemampuan produksi dokter umum saat ini baru 12.000 per tahun.
“Kalau kita tidak melakukan apa-apa, kebutuhan ini baru akan tercapai 10 tahun yang akan datang,” ujarnya.
Untuk mengakselerasi produksi dokter umum, katanya, pemerintah membuka kuota sebesar-besarnya untuk pendidikan dokter umum dan membuka fakultas kedokteran baru.
Selain itu, kata Dante, pemerintah juga memberikan beasiswa kepada putra-putri terbaik di daerah untuk bisa melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran yang sudah ada.
“Syaratnya, setelah lulus dia harus kembali lagi ke daerah,” katanya.
Transformasi Layanan Kesehatan
Selain sumber daya manusia sektor kesehatan, Dante mengatakan pemerintah juga terus melakukan transformasi sistem jaminan kesehatan nasional.
Sejak peluncuran Program Jaminan Kesehatan Nasional [JKN] pada 2014, Indonesia terus bergerak maju dalam memperkuat sektor kesehatan, katanya.
Hingga kini, program tersebut telah mencakup lebih dari 98% populasi Indonesia, memberikan perlindungan kesehatan yang lebih merata di seluruh wilayah, termasuk daerah-daerah terpencil, terluar, dan tertinggal atau 3T.
“Kami juga fokus pada pengembangan kualitas pelayanan dan memastikan bahwa peserta aktif membayar iuran secara tepat waktu, karena itu adalah kunci keberlanjutan JKN,” ujarnya.
Pemerintah juga berkomitmen menurunkan angka stunting sebagai upaya jangka panjang membangun generasi yang sehat dan cerdas.
Sejak 2013, katanya, angka stunting berhasil diturunkan dari 37% menjadi 21,5% pada 2023.
Meski begitu, tantangan besar masih ada, terutama dalam mencapai target stunting di bawah 20% sesuai standar WHO.
Dante optimistis bahwa dengan intervensi tepat sasaran, target penurunan stunting dapat tercapai dalam beberapa tahun mendatang.
“Penurunan angka stunting ini menjadi prioritas karena berkaitan langsung dengan perkembangan otak dan fisik anak,” katanya.
Ia menambahkan, “pemerintah terus memperbaiki akses gizi yang lebih baik, memperluas layanan kesehatan ibu dan anak, serta memastikan posyandu dan puskesmas dapat menjalankan fungsinya dengan optimal.”
Editor: Petrus Dabu