Floresa.co – Pastor Vinsensius Darmin Mbula OFM, salah satu doktor pendidikan yang kini menjadi Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) menyoroti pemicu rendahnya kualitas pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ia mengatakan, salah satunya adalah karena pemerintah tidak memberi perhatian pada para guru.
“Selama ini, guru hanya menjadi komoditas politik pemerintah,” katanya kepada Floresa.co, Senin, 2 Mei 2016.
Ia menjelaskan, indikator komodifikasi guru adalah guru tidak diperhatikan kualifikasi dan kualitasnya.
“Gaji dan fasilitas guru juga amat buruk, sertifikasi dan profesi guru tidak diperhatikan,” katanya.
Karena itu, menurutnya, kalau pemerintah hendak meningkatkan kualitas pendidikan di NTT, maka kembalikan harkat dan martabat guru serta tingkatkan profesionalisme mereka.
Hal itu, menurutnya, dicapai dengan pendidikan dan pelatihan yang bermutu dan berkelanjutan.
“Pemprov NTT harus mengeluarkan anggaran agar setiap guru, baik swasta maupun negeri serta honorer memiliki laptop atau komputer di rumahnya agar mereka bisa mengakses informasi yang berkualitas,” tegasnya.
“Pemerintah juga harus membuat perencanaan untuk mengirim tenaga tenaga guru agar mereka bergelar master dan pemerintah segera membenahi perpustakaan dan taman baca masyarakat agar terwujud budaya literasi,” lanjutnya.
Kalau hal ini tidak dimulai, maka, jelas dia, kualitas pendidikan NTT hanya berjalan di tempat.
“Bangunlah gerakan untuk menghormati guru. Stop politisasi guru dan kembalikan harkat dan martabat guru sebagai penjaga moral dan intelektual,” tegasnya.
Pastor Darmin mengingatkan bahwa peran guru amatlah vital dan sangat menentukan bagi mutu peserta didik.
“Peserta didik menjadi matang dewasa secara intelektual dan moral hanya bisa terjadi kalau guru juga matang secara intelektual dan moral,” katanya.
Di samping soal kualitas guru, ia juga menekankan pentingnya membangun budaya sekolah sebagai komunitas moral, di mana relasi anak didik dan pendidik dijiwai semangat saling pecaya.
Dan, sekolah sebagai komunitas moral, kata dia, membutuhkan guru intensional.
“Guru intensional adalah guru yang memilki motivasi tinggi untuk terus- menerus memikirkan dan merefleksikan secara kritis, kreatif dan inovatif praksis mengajar demi tercapainya kematangan perserta didik,” kata pengajar di sejumlah perguruan tinggi di Jakarta ini.
Jika itu terwujud, kata dia, maka sekolah akan menjadi komunitas moral, terutama jika didukung oleh tata kelola dan kepemimpinan serta penyelenggara yang profesional. (Ari D/ARL/Floresa)