Berkas Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Siswi SMK di Manggarai oleh Guru Agama Sudah Lengkap

Kasus ini mencuat pada Desember tahun lalu, setelah para siswi sendiri mengadu ke polisi.

Baca Juga

Floresa.co – Kejaksaan menyatakan berkas perkara kasus dugaan pelecehan seksual terhadap siswi sebuah Sekolah Menengah Kejuruan [SMK] di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur dengan tersangka seorang guru agama yang kemudian diberhentikan telah dinyatakan lengkap.

Sebelumnya berkas kasus ini sempat dikembalikan Kejaksaan ke Polres Manggarai untuk diperbaiki.

Dikonfirmasi Floresa pada Jumat, 13 Oktober, Muhammad Ridwan, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Manggarai mengatakan, kini berkasnya “sudah lengkap atau P21.”

Namun ia belum memastikan waktu kasus itu mulai disidangkan.

“Jadwalnya sidangnya belum ada,” katanya.

Kasus ini mulai diselidiki polisi sejak Desember tahun lalu, setelah munculnya aduan dari lima orang siswi yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual oleh Melkior Sobe, Guru Mata Pelajaran Agama Katolik di sekolah mereka.

Sebelumnya Floresa hanya memuat inisial Melkior, namun memutuskan mempublikasi namanya saat ia menggelar sebuah konferensi pers yang membantah tudingan terhadapnya.

Para siswi itu menyebut Melkior melecehkan mereka di sejumlah tempat, termasuk di dalam kelas saat pelajaran sedang berlangsung. Dari kelimanya, satu orang yang kemudian mengajukan laporan resmi ke polisi, didampingi orangtuanya.

Melkior kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada Maret.

Dalam wawancara sebelumnya dengan Floresa, Kepala Sub Bagian Humas Polres Manggarai, Ipda I Made Budiarsa mengatakan, mereka menjerat Melkior dengan Pasal 5 jo pasal 15 huruf b, g dan e Undang-undang No.12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 9 bulan penjara.

Pasal itu memuat ketentuan terkait pelecehan seksual nonfisik, yang merujuk pada “pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.”

Merespons perkembangan terbaru kasus ini, Melkior mempertahankan bahwa dirinya tidak bersalah, namun “menghargai proses hukum yang sudah berjalan.”

“Semua ini hanya tuduhan belaka,” katanya kepada Floresa pada 13 Oktober, bahkan menyebutnya sebagai “hoaks.”

Ia mengklaim para siswi mantan anak didiknya itu tidak merasa menjadi korban pelecehan seksual.

Ia merujuk pada hasil sebuah pertemuan dengan mereka yang diinisiasi oleh tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Manggarai.

Tanpa merinci merinci waktu pertemuan itu, kata dia, “anak -anak sepertinya tidak paham betul persoalan itu.”

Ketika ditanya apakah yang mereka alami dikatakan pelecehan seksual, katanya “mereka diam dan tak tahu jawaban.”

Ia berkata kepada Floresa, “perlu media ketahui bahwa pemberitaan mengenai pelecehan seksual itu hanya sebuah hoaks” dan tuduhan belaka.

“Saya mohon, untuk pemberitaan seperti ini perlu diklarifikasi secara baik dan benar dan objektif. Semoga kita tidak cepat tergoda dengan ujaran kebencian seperti ini,” tambahnya.

Apa Kata Para Siswi?

Saat kasus ini mulai bergulir, Floresa sempat mewawancarai para siswi korban dan mengakses dokumen berisi kesaksian mereka, juga pengakuan dari Melkior sebelum ia diberhentikan dari sekolahnya.

Dari dokumen itu, sebetulnya tercatat ada 17 siswi yang mengaku sebagai korban, meski kemudian hanya lima yang berani mengadu ke polisi dan satu yang kemudian menyampaikan laporan resmi.

Dari pengakuan mereka, yang dentitasnya dirahasiakan untuk pertimbangan keamanan, terungkap beragam bentuk dugaan pelecehan oleh Melkior.

Korban A mengaku bahwa setiap kali masuk kelas Melkior selalu mencubit pipinya dan pernah memeluknya saat sedang sendirian di kelas, sambil mengelus pundak, tengkuk hingga lehernya.

Saat sedang mengajar, kata dia, Melkior juga sering menjelaskan hal-hal bernuansa pornografi yang jauh dari tema pembelajaran.

Bahkan dalam suatu kesempatan, kata dia, Melkior menjelaskan hubungan seks suami istri dengan mencontohkan A sebagai istrinya.

Sementara korban B mengaku bajunya pernah ditarik, lalu dipeluk dari belakang oleh Melkior.

Ia sempat menegur Melkior bahwa tindakan demikian “tidak wajar dilakukan seorang guru terhadap muridnya.”

Sementara korban C mengatakan ia dan teman-temannya sempat diancam oleh Melkior usai mereka melaporkan kasus ini ke Guru Bimbingan Konseling hingga kepala sekolah.

“Dia ancam kami, katanya akan lapor balik ke polisi karena kami tidak ada bukti,” kata C.

“Dia juga mengaku dirinya wartawan, dia bisa tulis berita. Kami jadinya takut. Kalau lihat dia, trauma,” tambahnya.

Informasi dari para korban, ada rekan mereka yang pernah dirayu dan diraba pahanya oleh Melkior.

Korban tersebut, kata mereka, juga mengaku diajak Melkior untuk pacaran hingga dijadikan istri.

Kasus ini dilaporkan beberapa siswi pada Oktober 2022 ke Guru Bimbingan Konseling.

Setelah menjalani pemeriksaan yang melibatkan pimpinan sekolah, Melkior sempat membuat sebuah surat pernyataan pada 25 Oktober 2022 yang isinya membenarkan pengakuan siswinya sekaligus berjanji untuk tidak mengulangi tindakannnya.

Ia  menyatakan “akan mengubah sikap dan tingkah laku” serta “siap terima sanksi jika hal ini dilanggar.”

Namun, dari pengakuan korban, ia kembali mengulangi tindakannya.

Hal itu berujung pada upaya para korban mengadukan kembali masalah ini kepada pimpinan sekolah pada 2 Desember, di mana mereka mendesak agar Melkior diberhentikan.

Atas desakan itu, kepala sekolah memberhentikannya pada 5 Desember.

Kasus di SMK Negeri ini, menurut data Floresa, merupakan kasus pertama pelecehan seksual di lembaga pendidikan di wilayah Manggarai yang dilaporkan ke polisi oleh peserta didik sendiri.

Menurut data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sejak tahun 2021 hingga Juni 2022, terdapat 19 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Manggarai.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini