Floresa.co – Jembatan yang rusak bertahun-tahun, namun tidak kunjung mendapat perhatian pemerintah, menggerakan warga sebuah desa di Manggarai Barat bergotong royong membenahinya.
Aksi mereka pada 2 Desember itu dibagikan oleh Thomy Sahung, warga Dusun Wae Baling, Kecamatan Boleng lewat unggahan di Facebook.
Sejumlah foto yang ia bagikan memperlihatkan belasan laki-laki tengah memperbaiki jembatan bambu sepanjang kira-kira delapan meter itu.
Jembatan itu menghubungkan Kampung Wangkung dan Golo Galang di Dusun Wae Baling, yang dipisahkan oleh sebuah kali.
Berbicara dengan Floresa pada 7 Desember, Thomy mengatakan jembatan tersebut merupakan satu-satunya akses menuju sejumlah sarana publik yang vital, termasuk satu gereja dan dua sekolah.
Kerap dilintasi warga ditambah strukturnya yang serba sederhana membuat “jembatan itu mudah rusak.”
Perbaikan jembatan bambu itu, kata dia, diinisiasi Gereja Paroki St. Yakobus Wangkung, didukung pemerintah desa dan dua lembaga pendidikan setempat.
Menurut Thomy, setiap tahun warga di Dusun Wae Baling memperbaiki jembatan tersebut. Kadang, kata dia, perbaikannya dilakukan dua kali dalam setahun.
Tiga tahun silam, katanya, “kami pernah memperbaiki jembatan itu pada pagi hari, sebelum sorenya hanyut tersapu banjir.”
Kepala desa pada dua periode yang lalu, kata Thomy, pernah mengupayakan penguatan struktur jembatan itu, “tetapi saat itu sekadar membangun tembok penahan.”
Pemerintah Absen, Warga Tak Tinggal Diam
Cerita gotong royong perbaikan jembatan bambu Wae Baling mewakili banyak kisah di wilayah pedalaman lain di Manggarai Raya, wilayah di Flores barat.
Pada 4 Desember, Floresa melaporkan aksi warga di Dusun Golo Karot, Kelurahan Tangge, Kecamatan Lembor bergotong royong memperbaiki deker yang nyaris jebol akibat luapan air hujan.
Deker itu berada di tengah-tengah jalan tani dan menghubungkan Golo Karot dan beberapa dusun tetangga.
Altris Gibun, seorang warga, mengatakan “jika tak segera diperbaiki, roda perekonomian warga akan melambat.”
Rusaknya deker, kata dia, juga berisiko meluapkan air kali yang turut mengusik keseharian warga setempat.
Altris mengatakan gotong royong menjadi tumpuan ketika “pemerintah tidak mampu menghadirkan solusi atas persoalan warga.”
Gotong royong, katanya kemudian, “pada akhirnya semakin menegaskan bahwa negara adalah ‘rakyat tanpa pemerintah.’”
Sebelumnya pada 22 dan 25 November, warga Dusun Ba’ang, Desa Golo Ndari, Kecamatan Welak bahu-membahu membangun jalan yang selama bertahun-tahun tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah.
Langkah itu ditempuh setelah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat berkali-kali menolak permintaan warga untuk menggunakan dana desa membenahi jalan yang masuk kategori jalan kabupaten itu.
Lasarus Najun, 28 tahun, seorang warga, mengatakan sejak dibuat telford beberapa tahun silam, jalan yang menghubungkan tiga kampung, Kotok – Ba’ang – Nggolo itu tidak diperhatikan lagi oleh pemerintah.
“Belum ada peningkatan jalan itu dengan membuat lapisan penetrasi,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, telford itu juga tidak dibarengi dengan pembuatan got sehingga ketika musim hujan tiba, batu-batu itu tertutup tanah.
Oleh karenanya, kata dia, warga Kampung Ba’ang dan Kotok yang merupakan bagian dari Dusun Ba’ang bersepakat membangun got di sekitar jalan dan merapikan kembali susunan batu.
Aventinus Tarus, 34 tahun, Kepala Dusun Ba’ang mengatakan infrastruktur jalan merupakan kebutuhan dasar bagi warga.
Selama ini, katanya, “kalau kami minta buat jalan, mereka [pihak pemerintah] selalu bilang tunggu.
“Kami sudah bosan tunggu,” katanya.
Benediktus Hawan, Kepala Desa Golo Ndari yang berbicara kepada Floresa pada Sabtu, 25 November mengatakan, pemerintah desa “tak bisa mengintervensi pembangunan jalan itu karena tidak punya kewenangan.”
Ia menjelaskan sudah berkali-kali mencoba mengambil alih pembangunan jalan itu, tapi terhalang oleh regulasi.
“Dana desa tidak bisa dipakai untuk bangun jalan kabupaten,” katanya.
Di Kabupaten Manggarai, warga sebuah desa di Kecamatan Rahong Utara Juga gotong royong memperbaiki jalan rusak.
Mereka memperbaiki jalan yang menghubungkan Dusun Lujang dan Dusun Galang, Desa Pong Lengor itu pada Jumat, 8 Desember.
Yohanes Nangkor, 32 tahun, seorang warga Dusun Lujang mengatakan jalan itu berstatus jalan kabupaten.
Selama ini, katanya, orang-orang yang punya kepentingan politik kerap berjanji untuk memperbaikinya.
“Namun, sampai hari in tidak ada realisasi sama sekali,” katanya kepada Floresa.
Yohanes adalah mantan Ketua Laskar 88 di Kecamatan Rahong Utara, sebutan untuk kelompok relawan Bupati Herybertus Nabit dan Wakil Bupati Heribertus Ngabut saat Pilkada 2020.
Ia mengatakan, pernah meminta perhatian kepada Nabit dan Ngabut agar memperhatikan jalan itu dengan mengirim pesan secara langsung kepada mereka.
“Tidak ada respon sama sekali,” katanya.
Vinsensius Lahu, warga Kampung Galang mengatakan mereka memilih melakukan gotong royong karena jalan itu berperan vital bagi mereka.
“Banyak pasien, baik ibu hamil yang mau melahirkan maupun pasien lain yang sekarat susah untuk melintasi jalan tersebut,” katanya.
Warga yang terlibat gotong royong menyusun batu di jalan itu, kata dia, berjumlah puluhan orang.
Mereka memperbaiki total enam titik, di mana mana setiap titik “panjangnya sepuluh hingga lima belas meter.”