Anak di Bawah Umur Korban Pemerkosaan telah Melahirkan, Polres Kupang Belum Tetapkan Tersangka Kasus yang Dilaporkan Empat Bulan Lalu, Klaim Tunggu Hasil Tes DNA

Korban yang berusia 15 tahun melahirkan pada 7 Maret

Floresa.co – Kendati seorang anak di bawah umur korban kasus pemerkosaan telah melahirkan, polisi di Kabupaten Kupang, NTT tak kunjung menetapkan tersangka untuk kasus yang telah dilaporkan pada November tahun lalu.

Kepala Seksi Humas Polres Kupang, Simeon Sion mengklaim pihaknya sedang melakukan tes DNA kepada korban untuk melengkapi unsur dua alat bukti dalam menjerat pelaku.

Setelah mengantongi hasil tes DNA, kata dia, pihaknya segera menetapkan tersangka.

“Penyidik butuh bukti hukum, bukan dugaan,” katanya kepada Floresa pada 14 Maret.

Terkait upaya lain dalam menangani kasus ini, ia berkata “tidak perlu dijabarkan seperti apa.” 

“Kalau sudah ada upaya hukum, seperti biasa kami akan mengirimkan rilisnya,” katanya.

Seorang anak di bawah umur berusia 15 tahun mengaku menjadi korban pemerkosaan EB, seorang lansia di Kecamatan Takari.

EB dilaporkan berulang kali melancarkan aksinya hingga korban hamil dan baru-baru ini telah melahirkan seorang bayi.

Imanuel Tampani, salah satu anggota keluarga korban berkata, korban melahirkan di RSUD S.K. Lerik, Kota Kupang pada 7 Maret.

Berdasarkan keputusan keluarga, kata dia, proses melahirkan itu dilakukan melalui operasi sesar — prosedur pembedahan untuk mengeluarkan bayi melalui sayatan pada dinding perut dan rahim.

Operasi itu, katanya, terpaksa dilakukan mengingat “korban masih berada di bawah umur yang menurut saran dokter tidak ideal untuk melahirkan secara normal.”

“Korban saat ini masih dalam proses pemulihan usai melahirkan,” katanya kepada Floresa pada 14 Maret.

Imanuel mengaku perwakilan dari Polres Kupang sempat mendatangi rumah sakit pada 10 Maret untuk memastikan keberadaan korban.

Namun, kata dia, pada hari yang sama, korban bersama keluarganya telah kembali ke rumah.

Ada Miskomunikasi

Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak [Unit PPA] Satreskrim Polres Kupang, Sutrisno mengklaim “ada miskomunikasi antara petugas dan keluarga korban” terkait “perbedaan surat permintaan klarifikasi dan surat pemanggilan,” yang menjadi dasar bagi pihaknya untuk memanggil pelaku.

Surat permintaan klarifikasi, kata dia, hanya dikeluarkan saat tahap penyelidikan bukan penyidikan, mengklaim status kasus tersebut belum memenuhi unsur dua alat bukti.

Ia mengklaim “kami telah melayangkan surat permintaan keterangan atau klarifikasi kepada terlapor sebanyak tiga kali selama proses penyelidikan.”

“Namun hingga saat ini, terlapor belum memenuhi panggilan tersebut,” katanya kepada Floresa pada 6 Maret. 

Sutrisno berkata, penyidik telah melakukan gelar perkara dan meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan pada 5 Maret.

Ia berkata, pihaknya berencana untuk memeriksa kembali para saksi, termasuk tenaga medis yang menangani korban, guna mendapatkan keterangan lebih lanjut. 

Selain itu, kata dia, pihaknya akan kembali memanggil terlapor sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Imanuel Tampani menilai “kepolisian tidak bekerja secara profesional dalam menangani kasus ini,” mengingat “proses hukum yang berjalan terlalu lama hingga korban selesai melahirkan.” 

Ia juga menilai polisi sangat lamban menangani kasus ini karena “harus menunggu hasil tes DNA.” 

Seharusnya, kata dia, penyidik terlebih dahulu memanggil EB untuk mengakui perbuatannya. 

“Jika dia tidak mau mengaku, barulah dilakukan tes DNA agar bisa membuktikan kebenaran bahwa dialah pelakunya,” katanya.

Imanuel menilai responsivitas yang ditunjukan Polres Kupang baru-baru ini — menaikkan kasus ke tahap penyidikan— “bukan atas kesadaran untuk segera menuntaskan persoalan.” 

Responsivitas itu, kata dia, didorong oleh desakan dari keluarga korban dan Ombudsman NTT setelah “kami membuat pengaduan bersama dengan kawan-kawan media yang selalu mengawal kasus ini.”

Laporan polisi terkait kasus ini dibuat pada 11 November 2024, sebagaimana tertuang dalam bukti tanda terima laporan bernomor LP/8/252/X/2024/SPKT/Polres Kupang/Polda Nusa Tenggara Timur.

Keluarga korban baru dipanggil lagi untuk dimintai keterangan saksi dan korban oleh penyelidik pada 29 November.

“Namun, usai diperiksa, tidak ada proses lebih lanjut lagi,” kata ibu kandung korban yang ditemui Floresa pada 20 Februari.

Karena itu, jelasnya, ia bersama perwakilan keluarga kembali mendatangi unit PPA Polres Kupang pada 9 Januari untuk menanyakan perkembangan kasus.

Alih-alih mendapatkan penjelasan, petugas yang ditemui justru berkata, “penyelidik tidak ada,” sembari menelepon anggota unit PPA pada saat yang bersamaan. 

Hasil pembicaraan itu menyatakan bahwa penyelidik berencana turun ke Tempat Kejadian Perkara pada minggu berikutnya. 

“Penyelidik akhirnya baru turun pada tanggal 17 Januari 2025,” katanya.

Respons itu, katanya, disusul dengan dikeluarkannya surat panggilan pertama kepada pelaku setelah mendapat desakan dari pihak keluarga.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel Whatsapp dengan klik di sini.

spot_img

BACA JUGA

BANYAK DIBACA