Floresa.co – Pengelola Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Amanah Ruteng di Kabupaten Manggarai menghadapi kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan komite, buntut protes guru dan orang tua yang menyebut adanya sengkarut pengelolaan dana nir transparansi oleh yayasan.
Polisi kini menangani kasus ini, dengan penyelidikan fokus pada sejumlah pihak, termasuk pimpinan Yayasan Baiturrahman dan kepala sekolah.
Kepala sekolah membantah melakukan penyelewengan dana, sementara pihak yayasan janji akan memberi klarifikasi.
Floresa mendapat salinan surat Polres Manggarai bernomor B/175/IV/Res.3.3/2025/Sat Reskrim tertanggal 15 April, yang ditujukan kepada Ketua Komite MIS Amanah Ruteng.
Dalam surat itu disebutkan bahwa Unit Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor sedang melakukan pengumpulan bahan keterangan dan dokumen terkait dugaan tindak pidana korupsi dana BOS tahun anggaran 2020 hingga 2024.
Surat tersebut juga memuat undangan klarifikasi yang dijadwalkan berlangsung pada 22 April pukul 10.00 Wita, bertempat di Ruangan Unit III Tipikor Satreskrim Polres Manggarai.
Kepada Floresa, Kepala Seksi Humas Polres Manggarai, I Made Budiarsa, mengonfirmasi telah mengambil langkah awal penyelidikan kasus ini.
Namun, ia tidak merinci apakah pemanggilan untuk klarifikasi sudah dilakukan pada 22 April, sebagaimana undangan dalam surat pada 15 April.
Made juga berkata, dugaan korupsi itu terkait pengelolaan dana BOS dan komite pada tahun ajaran 2024/2025, bukan 2020-2024, sebagaimana dalam surat itu.
“Saat ini, rekan-rekan di Unit Tipikor sedang mengumpulkan bahan keterangan. Ini langkah awal sebelum masuk ke tahap audit dan penyidikan lebih lanjut,” katanya kepada Floresa pada 25 April.
Made menjelaskan, sebagaimana biasanya, setiap kasus dugaan korupsi akan terlebih dahulu menghitung potensi kerugian negara.
Proses ini melibatkan audit oleh Inspektorat dan bila perlu dilanjutkan dengan audit investigatif.
“Dari audit itu akan diketahui dari mana asal kerugian negara dan berapa jumlahnya. Setelah itu baru Unit Tipikor melanjutkan ke tahap berikutnya,” kata Made.
Gaji Ditunggak, Pengelolaan Dana Tak Transparan
MI Amanah Ruteng yang berdiri pada 1998 memiliki sejumlah 385 siswa untuk tahun ajaran 2024/2025. Dikalikan dengan dana BOS per siswa Rp1.100.000, sekolah itu menerima Rp423.500.000 per tahun.
Sementara dana komite Rp70.000 per siswa kali 12 bulan mencapai Rp323.400.000 per tahun. Dari jumlah itu, Rp30.000 ribu per siswa mengalir ke yayasan, yang jumlah setahun mencapai Rp138.600.000.
Gabungan dana BOS dan komite, sekolah dan yayasan mendapat RP746.900.000 per tahun.

Namun, GM, salah satu dari 13 guru honorer di MIS Amanah yang berbicara kepada Floresa pada 2 Mei berkata, pencairan gaji mereka seringkali terlambat, bahkan sampai tiga bulan.
Guru itu yang meminta Floresa tak memublikasikan nama lengkapnya karena alasan keamanan berkata, gaji mereka dialokasikan dari dana BOS dan dana komite.
Keterlambatan itu, kata dia, memberatkan guru, apalagi mereka yang berasal dari luar daerah dan harus membayar biaya sewa tempat tinggal.
“Satu bulan saja tidak menerima gaji sudah sangat berat, apalagi sampai tiga bulan,” kata GM.
S, salah satu orang tua siswa MIS Amanah dan pernah terlibat dalam kepengurusan komite sekolah membenarkan pengakuan GM.
Ia berkata, gaji pada Januari-Maret 2025 senilai Rp1,5 juga per bulan baru dibayar bulan lalu.
“Itu pun tidak penuh,” katanya, kendati tanpa merinci jumlah pastinya.
Sementara gaji seringkali tersendat, S menuding Kepala Sekolah, Syuaib Tahir tidak pernah membuka informasi terkait penggunaan anggaran.
Padahal, “hampir semua penggunaan dana BOS dan dana komite dikendalikan oleh pimpinan sekolah.”
“Proyek-proyek seperti pengadaan bangku, buku, bahkan kantin, semuanya harus melalui dia,” katanya.
Dihubungi pada 2 Mei, Syuaib Tahir menolak berkomentar soal tudingan ini.
Ia hanya berkata kepada Floresa, “sudah klarifikasi,” lalu mengirimkan tautan berita dari Nusaberita.live yang memuat keterangannya.
Dalam berita tersebut, Syuaib membantah soal penyalahgunaan dana, mengklaim seluruh pengelolaannya sudah sesuai dengan petunjuk teknis yang berlaku dan “secara transparan.”
Ia menjelaskan, dana BOS dimanfaatkan untuk kebutuhan operasional sekolah, termasuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, tanpa ada potongan.
“Sementara itu, dana komite diperuntukkan untuk mendukung kebutuhan madrasah yang tidak dapat dibiayai dari dana BOS, seperti pembangunan fisik dan pembayaran gaji guru non-ASN,” katanya.

GM meragukan klaim Syuaib karena mengaku mengantongi bukti penyelewengan dana.
“Kalau diperiksa, Pak Syuaib Tahir itu pasti kena,” katanya.
Ia menyebut, Syuaib misalnya diduga pernah melakukan mark-up harga dalam pengadaan alat tulis kantor atau ATK dan kebutuhan kantin sekolah, sebagaimana laporan ketua komite dan bendahara sekolah.
“Ada temuan (ia) membeli tiga (unit) barang tapi laporannya tujuh barang,” katanya.
GM berkata, sebelum kasus dugaan penyelewengan ini mencuat, dana tidak lagi dikelola bendahara sekolah.
“Saat ini semua dana dipegang dan dikelola langsung oleh kepala sekolah, termasuk untuk belanja operasional yang hanya diketahui oleh beliau sendiri,” katanya.
Carut-Marut Pengelolaan Dana
Selain soal kepala sekolah, sorotan guru dan orang tua juga mengarah kepada yayasan.
GM mempersoalkan tindakan yayasan yang menggunakan dana komite untuk operasional sekolah. Dana itu kemudian dicatat sebagai utang yang dilunasi sekolah ke yayasan setelah mendapatkan dana BOS.
“Padahal, dana komite itu seharusnya digunakan untuk keperluan operasional sekolah, seperti belanja operasional dan pembayaran gaji guru,” katanya.
Akibatnya, kata GM, sekolah punya utang ke yayasan mencapai ratusan juta rupiah.
Hal lainnya yang ia soroti adalah proyek pembangunan gedung sekolah yang dikerjakan yayasan.
“Pembangunan di MIS seharusnya mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah,” katanya.
Namun, jelas dia, yayasan pernah menggunakan dana milik sekolah Rp40 juta, yang dijanjikan akan diganti setelah bantuan pemerintah cair.
Kini, kata GM, proyek itu terhenti, sementara penggunaan dana tidak pernah dilaporkan.
GM pun menyoroti soal pengelola yayasan yang “hidup dari sekolah,” merujuk pada alokasi Rp30.000 dana komite per siswa, sementara yayasan “tidak berusaha mencari dana untuk memajukan sekolah.”
S berkata, selain untuk MIS Amanah, yayasan juga tidak pernah melakukan pertanggungjawaban terbuka terkait keuangan di sekolah lain yang dinaungingnya.
Selain MIS Amanah, Yayasan Baiturrahman juga mengelola Raudhatul Athfal Amanah Ruteng dan Madrasah Tsanawiyah Amanah.
Ia mengaku pernah meminta penjelasan terkait penggunaan dana komite yang masuk ke kas yayasan.
Namun, ia kemudian dikeluarkan dari komite, “mungkin karena saya terlalu cerewet.”
Padahal, katanya, saya “hanya mau tahu uang Rp.30.000 dari setiap siswa yang masuk ke yayasan itu digunakan untuk apa?”
Yayasan Dikuasai Keluarga
Sejak berdiri pada 2018, Yayasan Baiturrahman dipimpin oleh Haji Amir Faisal Kelilauw.
Pengurus yayasan itu yang juga menaungi dua masjid di Ruteng adalah dari keluarganya, termasuk anak-anaknya.
S berkata, tidak pernah ada pergantian ketua yayasan, “meskipun secara hukum seharusnya dilakukan setiap lima tahun sekali.”
Sementara itu, kepala sekolah ditunjuk langsung oleh yayasan, termasuk dua orang yang memiliki hubungan kerabat dekat, yang kini memimpin MIS Amanaah, Syuaib Tahir dan MTs Amanah, Syamsul Arifin.
Hal senada disampaikan GM, yang mempersoalkan struktur organisasi yayasan tanpa pernah ada evaluasi dan koreksi.
“Kita semua tahu bahwa dalam struktur organisasi yayasan, posisi ketua yayasan merupakan bagian dari pengurus yang sewaktu-waktu bisa diganti apabila tidak sejalan dengan tujuan yayasan,” katanya.
“Namun, sejak awal berdirinya hingga sekarang, tidak pernah ada evaluasi atau koreksi terhadap ketua maupun jajaran pengurus di bawahnya,” katanya.
GM menduga pengurus berusaha menjadikan yayasan itu “semacam warisan pribadi”.
“Anak-anak Haji Amir Faisal Kelilauw, seperti Rustam Raihani Kelilauw dan Syamsuddin Nur Effendi Kelilauw, terlibat dalam upaya menjadikan yayasan ini milik pribadi,” jelasnya.

Floresa menghubungi Syamsuddin Kelilauw pada 2 Mei, namun hingga berita ini dipublikasi, ia tidak merespons.
Sementara saat menghubungi Ketua Yayasan Haji Amir, yang menjawab adalah anaknya Rustam Kelilauw.
“Bapa saya tidak pegang ponsel karena sedang tidak sehat,” ujar Rustam kepada Floresa melalui telepon WhatsApp pada 5 Mei.
Ia berkata, ayahnya yang kini berusia 86 tahun dalam kondisi lemah dan membutuhkan istirahat total.
“Kami kasihan lihat kondisinya,” katanya.
Rustam berkata, jika kondisi ayahnya membaik, maka siap memberikan klarifikasi.
“Saya juga ingin Bapa langsung bercerita banyak. Bagaimana beliau membangun Islam di Manggarai dan merawat toleransi keberagaman,” katanya.
Desak Audit Yayasan dan Kembalikan ke Umat
S berkata, sejak sorotan terhadap dugaan penyelewengan mencuat, ia sempat diminta internal yayasan untuk membela yayasan.
Namun, katanya, “ngapain saya harus bela yayasan? Mana yang benar, itu yang saya pegang.”
Ia berkata, umat Muslim, termasuk dirinya, ingin agar yayasan itu diaudit.
“Tidak ada yang tahu berapa uang yayasan (karena) belum pernah ada yang audit,” katanya.
Ia juga mendorong agar yayasan itu dikembalikan kepada umat, bukan ditangani keluarga seperti saat ini.
Sekarang, “yayasan ini diklaim milik pribadi, padahal ini adalah milik umat.”
Ia mengaku ngotot karena yayasan tidak berkontribusi pada pengembangan sekolah, tapi hanya berharap pada pemerintah dan komite.
“Lihat saja sekarang bangku-bangku sekolah yang rusak. Mana ada diganti. Bahkan saya langsung komplain ke kepala sekolahnya, kok masih pakai ini bangku-bangku yang rusak?” katanya.
Arivin Dangkar berkontribusi dalam penulisan laporan ini
Editor: Ryan Dagur