Floresa.co – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menyita dana Rp500 juta milik ipar mantan Wakil Gubernur, Josef Andreanus Nae Soi terkait proyek irigasi bermasalah di Kabupaten Ngada.
Arnoldus Thomas L. Djogo alias Nano Djogo, ipar dari mantan Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023 itu disebut memperoleh uang tersebut dari Direktur PT Mandiri Mutu Utama, Urbanus Laki.
Urbanus merupakan kontraktor yang mengerjakan proyek rehabilitasi jaringan irigasi di Daerah Irigasi Luwurweton.
Proyek senilai Rp10,25 miliar yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2021 itu tengah diselidiki penyidik TindaK Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTT.
Dilansir Penatimor.com, Nano menyerahkan uang Rp500 tersebut kepada penyidik Pidsus pada 28 Mei.
Penyerahan uang itu terjadi beberapa hari usai Lutfi Kusumo Akbar, salah satu penyidik Pidsus memeriksa Urbanus Laki selama 10 jam.
Dalam pemeriksaan pada 22 Mei itu, Urbanus mengaku Nano sudah menawarkan proyek tersebut sejak 2020, sebelum proses lelang dimulai.
Ia berkata, Nano juga mengatur proses administrasi, termasuk mengubah nama badan usahanya dari CV menjadi PT dengan bayaran Rp3 juta.
Selain itu, Nano menyuruhnya menyerahkan KTP, NPWP dan dokumen lain, termasuk milik istrinya.

Urbanus mengaku tak lama setelah perubahan nama badan usaha itu, Nano memintanya menyerahkan uang Rp50 juta sebagai “tanda jadi” di sebuah kafe di Kota Kupang.
Beberapa waktu kemudian, Nano kembali mengatur pembuatan dokumen penawaran dengan bantuan seseorang bernama Lilis Djawa, dengan imbalan jasa Rp5 juta.
Ia menyebut seluruh pengurusan lelang hingga penunjukkan PT Mandiri Mutu Utama sebagai pemenang dikendalikan Nano, dengan kesepakatan fee lima persen dari nilai proyek.
Dari total nilai kontrak, katanya, ia telah menyerahkan uang sebesar Rp780 juta kepada Nano secara bertahap, baik tunai maupun transfer.
Pada 23 Mei, Lutfi Kusumo Akbar menggelar pemeriksaan ulang, dengan melakukan konfrontasi antara keterangan Urbanus dan Nano Djogo.
Dalam pemeriksaan itu, Nano membantah telah menerima uang Rp260 juta secara tunai, namun mengaku adanya transfer Rp520 juta dari Urbanus.
Kepala Seksi Pidsus, Mourest Aryanto Kolobani berkata, “meski Nano Djogo membantah sebagian, alat bukti sudah mulai mengerucut.”
“Kami akan tindaklanjuti dengan pendalaman digital dari ponsel dan transaksi keuangan,” katanya.

Ikut ‘Main Proyek’ di Manggarai
Tidak hanya di Ngada, Nano Djogo juga ikut ‘main dalam proyek irigasi di Kabupaten Manggarai.
Nano disebut menerima fee dari Direktur Kasih Sejati Perkasa, Dionisius Wea, kontraktor yang mengerjakan proyek rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi Wae Ces I-IV.
Menurut data Layanan Pengadaan Secara Elektronik, anggaran proyek Wae Ces sebesar Rp4.638.900.000,00, dengan nilai kontrak Rp3.848.907.512,28 yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus.
Dalam proyek tersebut, Nano disebut menerima fee dari Dionisius sebesar Rp145 juta melalui transfer dan Rp104 juta tunai.
Dalam konfrontasi pada 16 Mei, Dionisius mengaku telah menyerahkan uang Rp104 juta secara tunai, namun Nano membantahnya.
Sehari sebelumnya, penyidik Pidsus Kejati NTT, Jacky Franklin Lomi menggelar konfrontasi antara Nano dan Octovianus Gollu Tena, salah satu anggota Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang dan Jasa.

Memanfaatkan Kedekatan dengan Penguasa
Kepala Pidsus Kejati NTT, Mourest Aryanto Kolobani menyatakan, Nano memanfaatkan kedekatannya sebagai ipar mantan Wakil Gubernur NTT untuk menekan Pokja agar memenangkan PT Kasih Sejati Perkasa dan PT Mandiri Mutu Utama.
“Dia bahkan melakukan pertemuan hingga tiga kali dengan Pokja sebelum tender digelar dan menjanjikan uang sebesar Rp50 juta kepada Octovianus Gollu Tena jika PT Kasih Sejati Perkasa dimenangkan,” katanya.
Ia menjelaskan, setelah PT Kasih Sejati Perkasa menang, Nano menerima fee untuk “jasa penghubung” dari Dionisius Wea.
Selain itu, kata dia, Nano menerima titipan uang Rp35 juta yang semestinya diserahkan ke Pokja, namun “tidak pernah sampai ke tangan yang dituju.”
“Dia tiga kali bertemu dengan Pokja sebelum tender dimulai. Ini indikasi kuat adanya pengaruh politik dalam proses pengadaan (barang dan jasa),” katanya.
Morest berkata, penyidik telah menyita ponsel milik Nano yang diyakini menyimpan bukti penting, berupa rekaman percakapan, komunikasi strategis, dan kemungkinan percakapan dengan oknum-oknum dalam lingkaran kekuasaan.
Ia menegaskan pihaknya akan terus memperluas penyidikan hingga seluruh pihak yang terlibat dan menikmati hasil korupsi ini ditindak.
“Tidak ada yang kebal. Siapapun yang terlibat akan kami kejar sampai ke akarnya,” katanya.

Proyek rehabilitasi irigasi Luwurweton dan Wae Ces yang bermasalah itu berada di bawah kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi NTT.
Proyek irigasi Wae Ces dikerjakan oleh PT Kasih Sejati Perkasa dan PT Decont Mitra Consulindo sebagai konsultan pengawas. Kedua kontraktor itu berbasis di Kota Kupang.
Mourest Aryanto Kolobani menyatakan, dari serangkaian pemeriksaan fisik di lapangan, penyidik menemukan indikasi kuat dugaan penyimpangan pengerjaan, mulai dari metode “tambal sulam,” material tidak sesuai spesifikasi, hingga tembok saluran irigasi yang patah dan ambruk tak lama setelah dibangun.
Pada 9 Mei, Kejaksaan Tinggi NTT menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi proyek Irigasi Wae Ces I-IV yang merugikan negara Rp2,3 miliar.
Penetapan tersangka terjadi usai penyidik menemukan bukti permulaan berupa keterangan saksi, ahli, surat dan petunjuk.
Para tersangka itu adalah A.S. Umbu Dangu dan Johanes Gomeks — keduanya merupakan Pejabat Pembuat Komitmen; Dionisius Wea, Direktur PT Kasih Sejati Perkasa dan Stevanus Kopong Miten, Direktur PT Decont Mitra Consulindo.
Para tersangka telah ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kupang.
Mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 dan subsidair Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor: Ryan Dagur