Floresa.co – Aksi unjuk rasa warga Poco Leok di Kabupaten Manggarai pada 5 Juni bubar usai Bupati Herybertus G.L. Nabit memimpin massa tandingan untuk mengkonfrontasi pernyataan warga dalam orasi.
Hal itu membuat mayoritas warga langsung kembali ke kampung mereka dengan pengawalan aparat, sementara yang lainnya sempat diamankan di dalam kantor polisi setelah dikejar oleh massa Nabit yang mencapai puluhan orang.
Sebelumnya, warga berencana mengakhiri aksi di depan Gereja Katedral Ruteng, namun batal setelah dicegat massa tersebut.
Pantauan Floresa, semula warga Poco Leok menggelar orasi damai di depan kantor bupati, dengan tuntutan utama mendesak Nabit mencabut Surat Keputusan Penetapan Lokasi Proyek Geotermal.
Peserta aksi yang mengenakan pakaian adat Manggarai itu membawakan lagu-lagu nenggo atau nyanyian tradisional Manggarai, sembari bergantian berorasi.
Beberapa di antaranya menyebut nama Nabit dalam orasi, menuntutnya memperhatikan nasib mereka yang kini berjuang melawan proyek itu.
Sekitar pukul 13.20, Nabit sempat keluar dari kantornya menuju gerbang saat seorang warga berorasi.
Ia berjalan cepat sambil berteriak-teriak dan mencoba membuka gerbang.
Namun, aksinya dicegat Satpol PP, yang lalu mengarahkannya kembali ke dalam kantor.

Warga Poco Leok merespons hal itu dengan ikut berdiri siap menghadapi Nabit.
Seorang warga yang berdiri di depan gerbang kantor bupati berkata, Nabit sempat berteriak: “Kenapa kalian sebut nama saya (dalam orasi)?”
Beberapa saat kemudian, sekitar pukul 13.30, Nabit yang dikawal Satpol PP keluar melalui gerbang barat kantornya menuju Gereja Katedral Ruteng Lama, sekitar 700 meter ke sebelah selatan.

Dua jurnalis Floresa yang hendak mengikutinya dicegat segerombolan orang tak dikenal yang kemudian ikut mengawal Nabit.
“Kalian wartawan tidak boleh meliput di atas (Gereja Katedral Lama), ini urusan keluarga. Kalau mau liput di kantor bupati saja,” kata salah satu anggota gerombolan itu.
Pantauan Floresa, di gereja itu tampak sudah ada massa lainnya yang sudah berkumpul.
Bersama dengan massa tersebut, Nabit lalu bergerak menuju ke kantornya dengan melewati Kantor Kejaksaan Negeri Manggarai di Jalan Motang Rua.
Informasi kedatangan massa itu membuat warga Poco Leok memutuskan menghentikan aksi dan bersiap untuk pulang pada pukul 14.05.
Namun, saat delapan unit mobil warga siap pulang, Nabit dan massa yang dipimpinnya mencegat mereka.
Tiga mobil berhasil dicegat, sementara lima lainnya terus melaju melalui jalur sebelah barat kantor bupati.
Selain terjadi perdebatan di lokasi, beberapa orang dari massa itu hendak menyerang warga Poco Leok, namun ditahan beberapa polisi.
Ketiga mobil itu, termasuk mobil komando lalu dikawal menuju kantor Polres Manggarai, sementara massa Nabit berkumpul di jalan depan kantor itu.

Warga yang diamankan di Polres Manggarai berkata kepada Floresa, Nabit sempat menemui mereka sekitar pukul 16.30, mengaku dirinya marah karena orasi warga menyinggung perasaannya.
Ia juga mengaku memimpin massa yang hadir dan mencegat warga.
Warga akhirnya keluar dari kantor Polres pada pukul 17.00 dan dikawal polisi kembali ke Poco Leok.
Aksi unjuk rasa hari ini merupakan bagian dari aksi serentak warga di Pulau Flores menolak proyek geotermal, bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Proyek geotermal di Poco Leok dikerjakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara dan didanai Bank Pembangunan Jerman.
Warga telah berulang kali melakukan aksi penolakan, yang beberapa kali direspons dengan represi, termasuk oleh aparat keamanan.
Aksi hari ini merupakan yang ketiga kali di Ruteng, dengan tuntutan sama, mendesak Nabit mencabut Surat Keputusan Penetapan Lokasi Proyek.
Selain aksi unjuk rasa, warga juga telah mengirimkan surat kepada berbagai lembaga negara, di antaranya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ombudsman dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, meminta perhatian lembaga-lembaga itu terhadap perjuangan mereka.
Editor: Ryan Dagur