ReportasePeristiwaMengapa PNS Tak Boleh Jadi Tim Sukses?

Mengapa PNS Tak Boleh Jadi Tim Sukses?

Anggota DPR RI Beny K.Harman
Anggota DPR RI Beny K.Harman menggelar acara sosialisasi empat pilar kebangsaan di Golo Mongkok, Ranamese, Manggarai Timur, Kamis (10/9/2015)

Golo Mongkok, Floresa.co – Pegawai Negeri Sipil (PNS) tak boleh menjadi tim suskes dalam prosos politik seperti pemilihan umum kepala daerah. Mengapa?

Dalam kesempatan sosialisasi empat pilar kebangsaan di Golo Mongkok, ibukota Kecamatan Ranamese, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Flores, Nusa Tenggara Timur, Beny K Harman, wakil ketua komisi III DPR RI menjelaskan posisi netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam politik.

Kegiatan yang dihadiri oleh puluhan utusan 12 desa di kecamatan Rana Mese tersebut berlangsung Kamis (10/9/2015) di aula kantor camat.

Beny menjelaskan hal tersebut berawal dari pertanyaan Markus Minggo, salah seorang peserta pertemuan. Saat sesi diskusi, guru PNS di SDK Wangku, Desa Sita tersebut meminta pandangan Beny terkait alasan mendasar mengapa undang-undang di Indonesia ini melarang PNS berpolitik.

Berbagai fakta, kata dia, PNS terkadang dikorbankan akibat kebijakan politik dari pemimpin. Parahnya, lagi terkadang pula PNS dikorbankan oleh karena mutasi dan pindah-pindah tanpa berbasis pada penilaian obyektif.

Menurutnya, hal tersebut dikarenakan UU tidak memberikan kebebasan kepada PNS untuk menentukan pemimpin yang cocok sesuai kondisi daerah.

“Mengapa PNS dilarang berpolitik, posisi kami seperti apa dalam menentukan pemimpinnya,” tanya Minggo.

Dalam kesempatan tersebut, Beny yang didamping istrinya, Dr. Maria G. Ernawati Harman, mengatakan tak ada undang-undang yang melarang PNS berpolitik.

Politikus Demokrat itu mengatakan konstitusi baik UU Pilkada maupun Apratur Sipil Negara (ASN) sudah mengakui hak politik siapapun, terlebih dalam menentukan pemimpin yang terbaik sesuai penilain masing-masing warga negara.

“Konstitusi kita mengakui hak politik siapapun. Maka kita punya hak yang sama untuk dipilih dan memilih,” ujar Beny.

PNS, kata Beny, memiliki hak untuk mendiskusikan dan menyatakan pendapat tentang pemimpin terbaik yang paling cocok dan pas untuk memimpin suatu daerah.

Namun, Beny menjelaskan, PNS seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan aparatur sipil negara dituntut untuk tetap menjaga netralitas dalam menentukan pemimpin.

Untuk menjaga netralitas tersebut, UU Pilkada dan ASN melarang PNS untuk menjadi tim sukses, juru kampanye, membagi-bagikan stiker dan spanduk dari paket-paket tertentu, dan lain-lain.

“Kalau dipilih dia (PNS) harus berhenti. Kalau dia maju pilkada dia harus berhenti. Jangan membawa-bawa nama dan predikat PNS untuk kampanye. Dia harus netral,”ujar Beny.

“Kalau ini tidak diatur maka lama-lama ada kecamatan PPP, PDI-Perjuangan, dan lain-lain,” katanya dengan nada guyonan.

Senada dengan Beny, Vincensius Joni, camat Rana Mese mengatakan, PNS bukan dilarang untuk tidak memilih pemimpin. Sebagai warga negara semua orang memiliki hak dalam berpolitik.

Hanya saja, kata Vincensius, dalam praktiknya kadang kita jadi tim sukses dan tim kampanye. “Itu yang tidak boleh. Tetap jaga netralitas kita,” ujar camat yang dilantik delapan bulan lalu itu. (Ardy Abba/Floresa)

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA