Floresa.co – Sejak April 2023, Serly Leneng dari CV. Lamuda Jaya Group menunggu kejelasan pencairan dana proyek Rehabilitasi Pelabuhan Kewapante di Kabupaten Sikka.
Hingga dua tahun setelah proyek dikerjakan, dana proyek tak kunjung cair.
Proyek senilai Rp2,4 miliar itu dikerjakan oleh CV. Lamuda Jaya Group dengan nomor kontrak 67/ PPK.Dishub/VII/2022 yang diteken pada 1 Juli 2022.
Proyek itu masuk tahun anggaran 2022, dengan pendanaan bersumber dari Dana Alokasi Khusus.
Digarap selama 150 hari, masa kerja proyek itu berlangsung hingga 27 November 2022.
Ada dua item pengerjaan, yaitu catwalk dan moveable bridge.
Dana termin pertama senilai 38% dari total nilai proyek cair pada November 2022.
Namun, dalam proses pengerjaan proyek ini, terdapat adendum untuk memperpanjang masa kerja.
Hal itu terjadi pasca badai pada Desember 2022 yang membuat bagian ujung catwalk berupa baja WF500 sepanjang 16 meter jatuh ke laut.
Pengerjaan berlanjut dengan mengangkat dan memasang kembali baja catwalk yang jatuh tersebut.
Per 18 Februari 2023 proyek sudah dirampungkan, menurut kontraktor.
Namun pada bulan yang sama, badai sekali lagi menjatuhkan catwalk yang sama.
“Pihak saya melakukan pengangkatan baja WF500 dan melakukan upaya pemugaran,” kata Serly.
Sayangnya, “konsultan proyek mengeluarkan surat yang mengatakan bahwa baja ini tidak layak,” katanya.
CV. Lamuda Jaya Group kemudian melakukan mediasi dan membuat sebuah surat pernyataan.
Ditujukan kepada Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Sikka, Pejabat Pembuat Komitmen [PPK] dan konsultan pengawas, surat itu berisi komitmen untuk menjamin kelayakan baja. Namun, surat itu tidak membuahkan hasil.
Pada akhirnya, pada 4 Juli 2023, CV. Lamuda Jaya Group mengeluarkan surat permohonan Pemutusan Hubungan Kerja [PHK] kepada Dinas Perhubungan.
Namun, kata Serly, surat itu tidak dijawab.
“Hingga Agustus 2023, baru ada pernyataan bahwa baja itu harus diganti, sudah tidak bisa dipakai lagi,” jelas Serly.
Dalam sebuah berita di Florespedia.id pada Agustus 2023, PPK proyek itu, Gabriel Jedo berkata, konsultan pengawas menolak baja itu karena “sudah terendam air laut.”
“Secara teknis, kalau sudah terendam maka akan korosi sehingga tidak bisa dipakai lagi,” katanya.
“Dari saya sebagai PPK minta untuk diganti baru,” tambah Gabriel, “kalau pakai yang sudah korosi, maka tidak lama rusak lagi.
Karena dianggap tidak layak pakai, kontraktor lalu menjual baja itu ke pengepul besi pada Agustus 2023.
Serly pun mengajukan pencairan dana termin kedua untuk pengadaan baja baru. Namun, tidak ada jawaban dari Dinas Perhubungan.
Padahal, kata Serly, dalam berita pada Agustus 2023 itu, Gabriel Jedo juga menyatakan bahwa akan ada pencairan dana termin lanjutan “untuk pembelian baja di Surabaya dan proyek itu bisa diselesaikan.”
“Fisik di lapangan sudah terpasang 70-80%, minus catwalk yang jatuh. Tapi hingga hari ini, surat PHK pun tidak dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Sebenarnya ada apa ini?” katanya.
Serly berkata, dana yang tidak cair ini “jelas merugikan kami.
“Bendera kami tidak bisa digunakan karena proyek ini terhitung belum tuntas. Kami juga tidak bisa membayar upah pekerja,” kata Serly.
Sirilus Alexander, sub-kontraktor CV. Lamuda Jaya Group mengakui pihaknya tak bisa membayar upah para pekerja.
“Uang satu dua juta itu mungkin kecil bagi mereka, tapi itu berarti sekali untuk para pekerja saya,” katanya.
Sirilus berencana akan membongkar beberapa fasilitas di pelabuhan Kewapante jika tidak ada kejelasan proyek ini.
Serly mengiyakan keterangan Sirilus. “Selama belum ada Provisional Hand Over [PHO] dari kontraktor ke dinas terkait, beberapa fasilitas di pelabuhan masih menjadi tanggung jawab kami. Kami berhak membongkarnya,” katanya.
Pada Maret 2024, Inspektorat Kabupaten Sikka melakukan audit terhadap proyek itu. Namun, hingga saat ini, belum ada pemberitahuan soal hasilnya.
Sementara itu, PPK Gabriel Jedo mengklaim polemik proyek ini terjadi karena “pada akhir kontrak, pekerjaannya belum mencapai 100% pengerjaan, sehingga diberikan adendum waktu selama 50 hari.”
“Lalu kontraktor mengerjakannya sampai selesai. Kemudian ada bencana, catwalk sepanjang 16 meter jatuh ke laut, sehingga tidak bisa disebut 100%. Tapi jaminan adendum tidak diberikan oleh kontraktor,” jelasnya.
“Saat hendak melakukan pengerjaan ulang untuk memasang baja catwalk, konsultan menolak karena baja sudah tidak layak, sudah terendam lama di laut. Kontraktor tidak mampu mengganti baja baru dan waktu itu sudah tahun 2023.”
Jedo juga mengklaim bahwa tidak ada pengajuan surat PHK oleh CV. Lamuda Jaya Group sejak 2023.
“Pekerjaan catwalk diakui, namun jatuh 16 meter, dan itu rekanan juga tahu. Nah, pekerjaan movable bridge ini yang masih dalam proses audit lanjutan dan masih ditelusuri. Karena ini sudah di ranah Inspektorat, artinya Inspektorat sudah ambil alih,” katanya.
Ia juga menyatakan kalau kalau putus kontrak dengan posisi pengerjaan baru 48%, CV. Lamuda Jaya Group “mengalami kerugian karena tidak diakui pengerjaan moveable bridge-nya.”
Kepala Dinas Perhubungan, Mauritius Minggo berkata, “kita tunggu saja hasil audit.”
“Rekomendasi dari pihak Inspektorat akan kami jalankan,” katanya.
Soal rencana kontraktor membongkar fasilitas proyek, ia menyatakan “kita tidak mengharapkan itu.”
“Komunikasi kita baik. Kita berupaya agar urusan ini bisa selesai,” katanya.
Editor: Ryan Dagur