Jakarta, Floresa.co – Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Komite Masyarakat Ngada (KOMMAS Ngada-Jakarta) dan Forum Pemuda Peduli Keadilan dan Perdamaian Nusa Tenggara Timur (Formaddaa NTT) meminta Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Perhubungan segera menangkap dan menjebloskan ke dalam penjara Bupati Ngada Marianus Sae yang diduga menjadi aktor intelektual kasus Pemblokiran Bandara Turelelo-Soa di Kabupaten Ngada, Provinsi NTT.
Kasus ini terjadi pada 21 Desember 2013 dan sudah berjalan empat tahun serta telah menetapkan 23 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Ngada masuk penjara.
“Namun, kami merasa aneh mengapa status Bupati Ngada Marianus Sae yang kami duga kuat menjadi aktor intelektualnya masih belum jelas, padahal dirinya sudah dinyatakan tersangka oleh Polda NTT pada 26 Desember 2013. Karena itu, kami tuntut, PPNS Kemenhub segera tangkap dan masukkan Marianus ke penjara,” ujar Ketua KOMMAS Ngada Jakarta Roy Watu Patty saat menggelar aksi damai di Kemenhub, Jakarta, Kamis 28 September 2017.
Roy menilai Marianus jelas-jelas terlibat dan memerintahkan Satpol melakukan pemblokiran bandara pada waktu itu. Tetapi, kata dia, mengapa hanya Satpol saja yang diproses dan dipenjara, karena mereka sebenarnya hanya menjalankan perintah atasan, yakni Marianus Sae.
“Jangan sampai hukum kita tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Kasus ini sudah berjalan empat tahun dan ini menjadi catatan buruk untuk PPNS dan kepolisian jika penanganan kasusnya tidak tuntas,” tandas dia.
Kommas Ngada-Jakarta dan Formadda NTT, lanjut Roy sudah dari sejak awal mengkawal proses hukum kasus blokiri bandara ini. Namun, dia mengaku kecewa karena penanganan kasus yang diakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub dan kepolisian sangat lamban, tidak independen dan netral.
“Kami menilai penanganan kasus ini amat lamban, tidak transparan dan tidak netral. Padahal, kasus ini tentu saja berdampak buruk, baik bagi tersangka Marianus Sae, publik terutama institusi Kementerian Perhubungan. Kelambanan penyelesaian kasus ini berhubungan dengan ketidakseriusan Penyidik PPNS Dirjen perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang bekerja tidak profesional, transparan dan independan,” terang Roy.
Sementara Koordinator Advokasi dan Hukum Formadda NTT Hendrikus Hali Atagoran meminta pihak kemenhub tidak main-main dalam mengusut kasus ini. Menurut Hendrik, kasus ini merupakan salah bentuk persoalan besar dalam dunia penerbangan Indonesia.
“PPNS tidak boleh main-main-lah dalam tangani kasus blokir ini. Penyelesaian kasus ini juga bisa mengukur kinerja Kementerian Perhubungan. Kami sudah berjuang empat tahun mengkawal kasus ini, namun kami merasa terjadi kelambanan dalam penanganan kasus ini khususnya ketika terkait Marianus Sae. PPNS dan polisi coba buktikan bahwa Anda tidak tebang pilih,” pungkas Hendrik.
Senada dengan itu, Direktur Padma Indonesia Gabriel Sola meminta PPNS agar tidak menjadikan Marianus Sae sebagai tersangka abadi. Karena itu, Gabriel dorong PPNS Kemenhub segera proses hukum Marianus agar ada kepastian hukum dan HAM bagi dirinya.
“Kalau tidak, kami akan minta Komisi III DPR RI untuk memanggil Polri (dalam hal ini Polda NTT) dan PPNS Kemenhub untuk diminta keterangan mereka terkait pembiaran penanganan perkara yang berlarut-larut, tanpa ada kejelasan status hukum Marianus,” tegas Gabriel. (TIN/Floresa).