Perusahaan-perusahaan yang Pernah dan Masih Mengantongi Izin Investasi di Taman Nasional Komodo  

Selama sekitar dua dekade terakhir, Taman Nasional Komodo menjadi bancakan investor untuk mengais rupiah. Meskipun berstatus wilayah konservasi binatang purba komodo, namun perusahaan-perusahaan masih mendapat izin investasi.

Labuan Bajo, Floresa.co – Taman Nasional Komodo (TNK) di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu arena bancakan investor untuk mengais rupiah. Meskipun berstatus wilayah konservasi, namun masih terdapat beberapa perusahaan yang mendapatkan izin ivestasi.

Perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan izin dan proses lanjutannya dari otoritas terkait mulai sekitar tahun 2003 hingga 2020.

Data yang dihimpun Floresa.co, perusahaan pertama yang masuk ialah PT Putri Naga Komodo (PNK). Perusahaan ini beroperasi pada 2003, dengan mengantongi SK Kemenhut Nomor 195/Menhut – II/2004 tanggal 9 September 2003.

“PT PNK mendapatkan izin untuk Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) selama 30 tahun terhitung sejak 2004 sampai dengan 2034,” demikian dilansir lembaga penelitian dan advokasi Sunspirit for Justice and Peace – Labuan Bajo.

PT PNK merupakan joint-venture atau perusahaan kerjasama antara PT Jayatsa Putrindo dan The Nature Conservancy.

“Namun setelah 10 tahun beroperasi, perusahaan ini kemudian bubar tanpa ada pertanggungjawaban publik yang jelas. Yang muncul ke publik justru konflik antara perusahaan dan departemen keuangan terkait dana konservasi sejumlah 16 miliar rupiah,” demikian dijelaskan.

BACA: UNESCO Desak Hentikan Proyek di Habitat Komodo, Ini Poin-poin Harapan Publik

Setelah PT PNK bubar, muncul tujuh perusahan baru yang juga mengajukan permohonan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam. Perusahaan-perusahaan itu antara lain: PT Komodo Wildlife Ecotourism dengan tanggal pengajuan, 25 April 2011; PT Kirana Satya Abadi dengan tanggal pengajuan, 25 Juni 2012; PT Perdana Surya Dinamika dengan tanggal pengajuan, 25 Juni 2012 serta PT Sinar Cahaya Kemuliaan, dengan tanggal pengajuan 25 Juni 2012.

Perubahan zonasi di Taman Nasional Komodo. (Foto: Sunspirit).

Ada juga PT Segara Komodo Lestari dengan tanggal pengajuan 24 Oktober 2012; PT Inti Selaras Abadi dengan tanggal pengajuan 24 Oktober 2012 serta PT Karang Permai Propertindo pada 2013.

Dari tujuh perusahaan itu hingga Juli 2018, ada dua perusahaan sudah mendapat izin yakni PT Komodo Wildlife Ecotourism dengan SK Kemenhut No. 796/Menhut/II/2013. Perusahaan itu beroperasi di Pulau Padar dan Loh Liang, Pulau Komodo.

Sementara itu, PT Segara Komodo Lestari (SKL) dengan SK Kemenhut No. 5.557/Menhut/II/2013 tanggal 9 September 2013 beroperasi di Loh Buaya di Pulau Rinca.

Izin yang diberikan adalah Ijin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA). IUPSWA adalah izin usaha yang diberikan untuk penyediaan fasilitas sarana serta pelayanannya yang diperlukan dalam kegiatan pariwisata alam.

Proses perizinan UPSWA diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P. 1/2015 tentang Perubahan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P. 97/ Menhut-II/ 2014 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

BACA: Skenario Baru untuk Kehendak Lama Menguasai Taman Nasional Komodo

Peraturan Menteri tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.7/2015 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

“IUPSWA terdiri dari, pertama, usaha sarana wisata tirta; kedua, usaha sarana akomodasi; ketiga, Usaha sarana transportasi; keempat, usaha sarana wisata petualangan; lima, usaha sarana olahraga minat khusus.”

“IUPSWA diberikan untuk jangka waktu 55 tahun, dan dapat diajukan oleh BUMN/BUMD/BUMS dan Koperasi,” demikian dijelaskan.

PT SKL baru mulai merealisasikan proyeknya terhitung sejak Juni 2018 setelah mendapat izin dari BKPBKPM No. 7/1/IUPSWA/PMDN/2015 dan SK BTNK No. 169/T.17/TU/KSA/04/2018 yang membangun fasilitas/ sarana wisata alam di Loh Buaya Pulau Rinca.

Pembangunan tahap awal PT SKL ini mendapat perlawanan dari elemen masyarakat sipil Labuan Bajo pada Agustus 2018.

Elemen yang terdiri dari dari guide, pengusaha dan karyawan hotel dan kelompok-kelompok pelaku wisata lainnya menggelar demonstrasi menolak kehadiran perusahaan tersebut hingga melakukan audiensi di Jakarta bersama Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar.

Sementara, PT KWE merealisasikan proyeknya pada tahun 2017. Bersama pemerintah, PT KWE melakukan kerjasama pembangunan rumah Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid PT PLN (Persero) di Pulau Komodo (koordinat S 8.58797ºdan E 119.49455º) dengan luas ±2.240 m².

“Bahkan ketika itu, tepatnya tanggal 12 Juni 2017 dilakukan penandatanganan naskah Perjanjian Kerjasama antara Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) atas nama Direktur Jenderal KSDAE dengan General Manajer PT PLN (Persero) Wilayah NTT di Hotel La Prima, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT,” demikian dilansir.

BACA: Persoalan Pembangunan Geopark di Taman Nasional Komodo

PT KWE yang berdiri pada 8 Desember 2010 ini mendapat izin konsensi pada 23 September 2014 dengan durasi 55 tahun. Komisaris Utamanya ialah Reza Herwindo, anak pengusaha sekaligus politisi Setya Novanto, demikian disebutkan dalam laporan Tempo Edisi 4-10 Januari 2021.

Tiga perusahaan yang masih mengantongi izin investasi di Taman Nasional Komodo. (Infografis: Litbang Sunspirit).

Di Loh Liang – Pulau Komodo luas konsensi PT KWE ialah 151,94 Ha atau setara delapan kali luas perkampungan warga asli Pulau Komodo. Sementara itu, di Pulau Padar, PT KWE mendapat konsensi seluas 274,13 Ha.

Ada juga PT Synergindo yang mendapat izin usaha di Pulau Tatawa. Perusahaan yang berdiri pada 19 Desember 1996 dan merupakan milik Mochamad Sonny Inayatkhan ini pertama kali mendapat konsensi pada tahun 2014 di atas lahan seluas 6,490 hektar.

Perolehan konsensi ini terjadi pasca diterbitkannya SK KLHK Nomor 21/IV-SET/2012 Tetang Zonasi Taman Nasional Komodo yang mengkonversi 20,944 hektar lahan menjadi zona pemanfaatan wisata darat dan berdasarkan desain tapak, zona ini dibagi menjadi 14,450 hektar untuk ruang publik, dan 6,490 hektar untuk ruang usaha.

Lalu, pada 24 April 2020, perusahaan yang beralamat di Mega Kuningan Jakarta ini kembali mendapat perluasan izin menjadi 15,32 hektar. Izin ini diperoleh pasca perubahan zonasi melalui Keputusan Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Nomor SK.38/PJLHK/PJLWA/KSA.3/7/2018 yang mengubah desain tepat di Pulau Tatawa menjadi 3,447 hektar ruang publik dan 17,497 hektar ruang usaha. Durasi konsensi perusahaan ini ialah 55 tahun.

Ada juga perusahaan yang tengah menyelesaikan proses izin yakni PT Flobamor. Perusahaan yang merupakan BUMD Provinsi NTT ini disebut akan berinvestasi di Loh Liang – Pulau Komdo, bersebelahan dengan konsensi PT KWE.

ARJ/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA