Labuan Bajo, Floresa.co – Pemilik dua perusahaan dalam kawasan dalam Taman Nasional Komodo (TNK), David Makes, tampil sebagai pembicara dalam acara yang diselenggarakan Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo – Flores (BOPFL) di Labuan Bajo, Senin, 29 hingga Selasa, 30 Juli 2019.
Dalam acara bertajuk “Seminar dan Sarasehan Dalam Rangka Akselerasi Pengembangan Destinasi Super Prioritas Labuan Bajo -Flores NTT” itu, David hadir sebagai Ketua Tim Percepatan Ekowisata Nasional Kementerian Pariwisata yang membicarakan konsep pengembangan bisnis pariwista di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam pemaparannya, Makes menekankan pentingnya melihat pariwisata sebagai kegiatan bisnis, bukan kegiatan sosial. Oleh karena itu, jelasnya, dibutuhkan strategi pengelolaan dan pemasaran yang bagus hingga bisa menarik banyak wisatawan.
“Pertama yang mau saya sampaikan adalah, pariwisata adalah bisnis. Jadi pariwisata itu bukan kegiatan sosial. Artinya, hasil dari kegiatan pariwisata harus memberikan manfaat secara ekonomi,” kata Makes membuka sharingnya dalam acara yang digelar di Hotel Sylvia, Waicicu – Labuan Bajo itu.
Selain David, tampil juga beberapa pembicara lain, yakni Pelaksana Harian BOP FL, Frans Teguh; Direktur Promosi Kementerian Pariwisata, Vinsen Jemadu; Kepala Dinas Pariwisata Pemprov NTT, Wayan Darmawa, serta beberapa lainnya.
Sementara, yang menjadi moderator ialah Mathias Mboi, yang dalam kesempatan itu mengaku sebagai PIC (Person In Charge-red) Pemda Mabar di Jakarta. Dia juga mengaku bekerja tanpa mendapat bayaran. Dalam data Floresa.co, pada 2013 lalu, Mathias juga disebut menjadi EO (Event Organizer) hajatan Sail Komodo.
Baca: Jika Terpilih Jadi Bupati, Ini Strategi Matias Mboi Membangun Mabar
Selain pemaparan materi dari pembicara, dalam acara yang dihadiri oleh berbagai kelompok masyarakat itu juga diisi dengan sesi tanya jawab dan diskusi.
Sesi ini berlangsung alot. Selain mempertanyakan keberadaan BOP, ada juga peserta yang menanyakan kepada David terkait keberadaan dua perusahaan dalam kawasan TNK yang disebut milik David.
“Pa David, sebelumnya minta maaf, mungkin saya salah orang. Pa David pemilik PT KWE . PT yang dulu mau investasi di Pulau Rinca ya Pa?” tanya salah satu pesrta, Ignas Suradin.
“Ada dua (SKL dan KWE),” jawab David dari meja pembicara sembari mengangguk-angguk.
Dua perusahaan itu yakni Sarana Komodo PT Segara Komodo Lestari (SKL) dan PT Komodo Wildlife Ecotuorism (KWE). SKL menguasai sekitar 22,10 hektar di pulau Rinca. Sementara KWE menguasai 426,07 hektar di Pulau Padar dan Pulau Komodo. Masa kontrak keduanya berlangsung selama 52 tahun.
Baca Juga: Delapan Perusahaan yang Beroperasi Dalam Taman Nasional Komodo
Pada Agusus 2018 lalu, kelompok masyarakat sipil di Labuan Bajo yang terdiri dari guide, pemilik dan karyawan hotel, asosiasi taksi, pemilik dan karyawan restoran menggelar demostrasi di Labuan Bajo menolak kehadiran kedua perusahaan itu.
Salah satu capaian dari aksi itu yakni, masyarakat menggelar audiensi dengan Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar lalu diikuti dengan pembongkaran bangunan milik SKL di Pulau Padar.
Namun, hingga saat ini, belum jelas, apakah izin kedua perusahaan itu sudah dicabut sesuai permintaan masyarakat atau belum hingga David juga dihadirkan dalam acara yang diselenggarakan BOP LBF.
Baca Juga: Konservasi vs Investasi
David sendiri dikenal sebagai investor yang usahanya banyak terdapat di dalam kawasan konservasi. Selain di TNK, David juga mengembangkan kawasan wisata di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) yang diberi nama Menjangan Jungle dan Beach Resort (MJBR). Di sana, David mengembangkan sebagian kecil lahan di Taman Nasional Bali Barat untuk dibuat resort.
Selain di Bali Barat, ia juga membangun resort di kawasan Pos Paltuding yang tepat berada di kaki Gunung Ijen. Pos Paltuding adalah gerbang pendakian ke Gunung Ijen.
Selama ini, David mengaku telah mengunjungi 35 kabupaten di beberapa wilayah di Indonesia untuk mensosialisasikan konsep ekowisata.
ARJ/Floresa