Ada Kader Gerindra dan Kroni Prabowo dalam ‘Proyek’ MBG, termasuk di Manggarai Barat

Mengaku sebagai kader militan, politisi Gerindra di Manggarai Barat menyatakan perlu meloloskan program ini yang jadi unggulan pemerintahan Prabowo Subianto

Floresa.co – Pada hari pertama pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Manggarai Barat dua bulan lalu, seorang siswa SMPN 1 Komodo menemukan ulat di sela-sela sayur yang tersaji untuknya.

Siswa itu urung makan. Tempat makannya–yang disediakan vendor MBG Yayasan Sejahtera Desaku–segera diambil guru kelas, diganti yang baru.

Kepada Floresa, Kepala SMPN 1 Komodo, Matias Dima menilai secara positif peristiwa pada 17 Februari itu. 

Bila ditemukan ulat, “berarti sayur itu organik, tidak mengandung zat kimia.”

“Kalau tidak terdapat ulat, artinya kandungan zat kimia sayur itu pasti tinggi lantaran disemprot pestisida,” kata Matias pada 9 April.

Selain temuan ulat di SMPN 1 Komodo yang memiliki 920 murid, sejumlah telur rebus kedapatan menghitam di SD Islam Terpadu (SDIT) Persaudaraan Wae Nahi. 

Meski tak ingat pastinya, kepala sekolah itu, Al Iksan Fitra berkata, “kejadiannya berulang kali.”

“Kami selalu mengadu ke vendor soal temuan itu, yang lalu mereka ganti,” katanya.

Ia menduga kondisi tersebut terjadi mungkin karena telur direbus terlalu pagi, sementara disajikan kepada 243 murid sekolah itu pada pukul 09.00 dan 11.00 Wita.

Hingga bulan ini, program MBG berlangsung di enam sekolah di kabupaten ujung barat Flores itu. 

Lima di antaranya merupakan SD dan satu SMP, yakni SDIT Persaudaraan Wae Nahi, SD Wae Mata, SDN Lancang, SDN Labuan Bajo 2, SDN Batu Cermin dan SMPN 1 Komodo. Keseluruhan murid penerima manfaat adalah 3.003 orang.

Siswa kelas 1A di SDIT Persaudaraan Wae Nahi sedang menyantap MBG yang dibagikan pada 14 April 2025. (Dokumentasi Floresa)

Kosmas Semen Janggat dari Yayasan Sejahtera Desaku yang mengelola MBG di Manggarai Barat mengaku kesulitan pada periode awal karena “belum bisa mengatur ritme” terutama terkait waktu makan di sekolah-sekolah. 

“Hari-hari berikutnya sudah normal sesuai jadwal yang disepakati dengan sekolah,” katanya kepada Floresa.

“Jam 08.00 pagi kami antar makanan untuk kelas 1-3 SD karena mereka makannya jam 09.00 atau 09.30. Kalau untuk kelas 4-6 SD dan untuk SMP, kami antar jam 09.00 karena mereka biasanya baru makan saat jam istirahat kedua, sekitar pukul 11.00,” katanya.

Hingga kini, ia mengaku “memang sering ada komplain” karena “segala sesuatu pasti ada kurangnya.”

“Kami pasti penuhi kekurangannya bila sekolah memberi tahu, tapi kadang-kadang sekolah malah memberi tahu wartawan, bukan kami,” katanya.

Menyinggung kasus ulat pada makanan di SMP Negeri 1 Komodo, ia berkata, “itu bukan belatung karena pembusukan makanan.”

“Ulat itu biasa muncul di kacang panjang. Hari pertama itu memang menunya sayur kacang panjang. Setelah itu kami tidak lagi pakai kacang panjang,” katanya.

Ia berkata, tim yang mengurus dapurnya “sudah mengikuti tes dan semua sudah ada sertifikat sebagai penjamah makanan,” istilah untuk pengontrol kualitas makanan di dapur MBG.

“Sebelum ‘jalan,’ kami sudah dilatih di Dinas Kesehatan,” katanya, menambahkan bahwa pekerja di dapurnya mulai beraktivitas pada pukul dua dini hari untuk yang memasak, sementara yang lainnya mulai aktif pukul empat.

Dikelola Kader Gerindra

Dapurnya yang berlokasi di Desa Batu Cermin merupakan satu dari 1.072 dapur MBG di seluruh Indonesia yang beroperasi hingga April 2025.

Keterlibatan Kosmas dalam pengelolaan MBG di Manggarai Barat menjadi salah satu yang disorot dalam liputan investigasi Majalah Tempo edisi 20 April.

Liputan itu, di mana Floresa ikut berkolaborasi bersama Tempo, mengungkap keterlibatan orang dekat dan kroni Presiden Prabowo Subianto dalam pelaksanaan MBG di berbagai daerah.

MBG menjadi salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo, yang juga menjadi bagian dari janji kampanyenya bersama Gibran Rakabuming Raka. 

Kosmas merupakan kader Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra-yang dipimpin Prabowo-dan sempat maju sebagai calon legislatif pada pemilu 2024.

Kosmas Semen Janggat, pengelola Yayasan Sejahtera Desaku, penyedia MBG di Labuan Bajo saat diwawancarai Floresa pada 14 April 2025. (Dokumentasi Floresa)

Kepada Floresa, ia berkata, yayasannya yang berdiri pada 2013 dan berpusat di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai “berpengalaman menyediakan katering.” 

Hal itulah yang membuatnya tertarik menjadi vendor MBG. Apalagi, kata dia, istrinya yang menjadi salah satu penjamah makanan merupakan pensiunan ketua program boga di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Komodo. 

Ia mengaku semula mendapat informasi tentang lowongan jadi vendor MBG dari laman resmi Badan Gizi Nasional (BGN).

“Mereka mengumumkannya secara terbuka di portal,” katanya.

Skema pertama yang dirancang pemerintah, kata dia, MBG ditangani oleh Komando Distrik Militer atau Kodim.

Namun, BGN mensyaratkan “dapur harus sesuai standar ISO” — merujuk pada International Organization for Standardization, panduan standar internasional untuk kualitas, keamanan dan efisiensi berbagai industri dan sektor usaha.

Kalau pakai standar ISO, “itu berarti setara hotel dan semua perlengkapannya harus stainless yang antikarat.”

“BGN menentukan standar begitu karena ini menyangkut makanan untuk anak-anak. Kita tidak boleh main-main,” katanya.

Ia mengaku dalam perjalanan waktu “kami mendapat informasi dari internal partai” bahwa “ternyata banyak Kodim yang tidak siap.”

“Harusnya Kodim yang punya dapur. Akhirnya kami diturunkan. Karena Kodim tidak siap, kita harus siap,” katanya.

Kodim, kata dia, tidak memiliki dapur sendiri dan tidak dapat memenuhi standar-standar BGN, sehingga sebagai kader Gerindra, “kami dipaksa untuk siap.”

“Kami ini kader militannya Pak Prabowo,” kata Kosmas, “kami tidak mau programnya Pak Prabowo dianggap program gagal.”

“Kami dari kader Gerindra melihat bahwa ini suatu program yang baik. Kami terjun dengan segala kekurangan kami. Sambil jalan, kami melengkapi,” katanya.

Ia sempat mengingatkan sejumlah batasan yang menurutnya diatur oleh BGN, termasuk soal peliputan MBG.

“BGN melarang orang lain masuk ke dapur. Wartawan hanya boleh meliput di sekolah,” katanya.

“Kita harus mengikuti SOP yang dibuat oleh BGN” karena “Kodim selalu monitor.”

Selain mengelola dapur di Desa Batu Cermin, Kosmas sedang menyiapkan dapur lainnya di Mbrata, Desa Macang Tanggar dan “dalam perencanaan, kami juga akan membawahi dapur di Kecamatan Kuwus.” 

Di Desa Macang Tanggar, dapur itu berlokasi di lahan milik Kanisius Jehabut, anggota DPRD dari Partai Gerindra.

Karena anggota DPRD tidak boleh mengelola MBG, kata Kosmas, “keluarganya yang menjadi penanggung jawab atau mitra.” 

Kepada Floresa, Kanisius berkata “anak saya yang kedua yang jadi mitra BGN.”

Kader Gerindra di Manggarai Barat membela keterlibatan mereka dalam program ini dan mengajak semua pihak untuk melihatnya “secara lebih adil, utuh, dan berdasarkan fakta,” seperti disampaikan dalam konferensi pers pada 21 April.

Kanisius Jehabut muncul dalam konferensi pers itu, di mana ia membantah bahwa MBG paling banyak dinikmati oleh kader dan relawan Prabowo.

Selain sebagai kebijakan nasional, katanya, program ini “menggerakkan ekonomi rakyat melalui sistem pengadaan pangan lokal yang berpihak pada petani, nelayan, peternak dan pelaku UMKM.”

Kanis mengurai setiap dapur MBG yang melayani 3.000 penerima manfaat membelanjakan sekitar Rp30 juta per hari untuk bahan pangan segar dan kebutuhan operasional. 

Ia berasumsi, jika dikalikan dengan 22 hari aktif dalam sebulan, maka satu dapur akan mengedarkan Rp660 juta per bulan langsung ke pelaku ekonomi lokal.

“Jika Manggarai Barat memiliki 16 dapur aktif, maka total uang yang beredar di tangan petani, nelayan, peternak, dan pelaku UMKM lokal bisa mencapai Rp10,56 miliar per bulan,” katanya.

Karena itu, “ini bukan sekadar makan siang, ini adalah perputaran ekonomi rakyat berskala nasional dan Manggarai Barat punya kesempatan besar menjadi bagian penting dari sistem ini, asal dikelola dengan benar dan diawasi secara terbuka.”

Kanis menegaskan bahwa program ini terbuka untuk semua warga, tanpa syarat afiliasi politik. 

Namun, ia mengakui kenyataan di lapangan dengan skema pembiayaan mandiri menuntut investasi awal yang cukup besar.

“Banyak pihak masih ragu-ragu untuk memulai karena harus menanggung biaya awal infrastruktur dan operasional,” katanya.

Karena itu, di tengah keraguan ini, “kader-kader Gerindra di berbagai daerah justru memilih untuk bergerak lebih dulu.”

“Bukan karena program ini milik partai, tetapi karena komitmen moral dan keberanian politik untuk membuktikan bahwa program MBG bisa dijalankan secara nyata,” katanya.

Dewan Pimpinan Cabang Gerindra Manggarai Barat saat menggelar konferensi pers terkait program MBG pada 21 April 2025. (Dokumentasi Labuanbajoterkini.id)

Sementara kepada Floresa, Kosmas berkata, “boleh saja kritik kekurangannya,” tetapi juga mesti melihat “dampak sosial program strategis ini.”

Program MBG “turut menghidupkan orang-orang sekitar” karena “kami merekrut tetangga-tetangga” untuk menjadi penjamah makanan.

Selain itu, peternak, pemasok sayur dan buah skala kecil juga hidup “karena program ini dibuat untuk menghidupkan ekonomi.”

“Selama ini kan ekonomi hanya dipegang segelintir orang kaya,” katanya.

Kosmas berkata, Presiden Prabowo menggunakan program ini sebagai instrumen untuk menghidupkan semua sektor, terutama pertanian dan peternakan.

Ia berkata, bahan baku MBG di dapurnya disuplai oleh petani dan peternak kecil yang berasal dari desa-desa di Kecamatan Komodo, seperti Batu Cermin dan Gorontalo.

Kroni-Kroni Prabowo dan Kader Gerindra dalam “Proyek MBG”

Selain di Manggarai Barat, investigasi Tempo menunjukkan bahwa di wilayah-wilayah lain di Indonesia, program ini yang mereka sebut sebagai “proyek” dinikmati oleh kader-kader Gerindra dan kroni Prabowo.

Salah satunya adalah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kebayunan di Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat, milik PT GSI Kebayunan. Perusahaan itu bernaung di bawah Yayasan Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) yang didirikan Prabowo. Dalam aktanya, Prabowo tercatat sebagai dewan pembina.

Pengurus lain Yayasan GSN adalah anggota keluarga dan kroni-kroni Prabowo. Ada adik dan anak semata wayang Prabowo, yakni Hashim Djojohadikusumo dan Ragowo Hediprasetyo alias Didit dan teman seangkatan Prabowo di Akademi Militer, Sjafrie Sjamsoeddin, yang kini menjabat Menteri Pertahanan. Selain itu ada Direktur Utama PT Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, yang juga anggota Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra.

Di Batam dan sekitarnya, Tempo juga menemukan bahwa MBG digarap oleh Yayasan Kali Kedua Indonesia. Salah satu pengurus yayasan itu adalah Liesje Nietjely, Ketua Kita Indonesia Prabu Nusantara (Kipra) Kepulauan Riau, salah satu kelompok pendukung Prabowo.

Menurut Liesje, Yayasan Kali Kedua bisa menjadi mitra BGN bukan karena telah ikut memenangkan Prabowo. Ia mengaku mengajak keluarga untuk menjadi investor karena mengelola dapur membutuhkan biaya tinggi hingga Rp700 juta.

Selain Liesje, ada Lenis Kogoya dan Abednego Panjaitan. Keduanya pendiri Yayasan Prabu Center Kosong Delapan—nama yang sama dengan organisasi pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Bermarkas di Slipi, Jakarta Barat, yayasan itu ménjalankan proyek makan siang di sejumlah wilayah, seperti Bali, Banten, dan Bengkulu dan Jakarta.

Sejumlah mitra BGN juga terafiliasi dengan Partai Gerindra. Salah satunya Yayasan Vieki Indira Sriwijaya yang diketuai Tri Yulia Rizki Ananda, calon anggota DPRD Kota Palembang, Sumatera Selatan dari Partai Gerindra pada pemilu 2024.

Rizki dan rekan-rekannya di Yayasan Vieki mengelola tujuh dapur atau SPPG yang tersebar di Sumatera Selatan. 

Kepada Tempo, Rizki menjelaskan keikutsertaan dalam proyek makan bergizi gratis bukan atas perintah partai.  

“Setahu saya program ini berlaku untuk siapa pun,” katanya.

Lenis Kogoya, staf khusus Menteri Pertahanan, mengatakan ia memerintahkan pengurus yayasan “mengawal” program Presiden Prabowo, termasuk MBG. Ia tak ambil pusing ihwal anggapan bahwa proyek makan bergizi merupakan kompensasi atas jasa para penyokong Prabowo. 

“Kemampuan pemerintah terbatas juga,” kata Leni yang menyandang pangkat letnan kolonel tituler itu.

Sementara Abednego Panjaitan mengaku Ketua Dewan Penasihat Yayasan Prabu Center sekaligus adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, pernah memintanya mengawal dan menyukseskan proyek makan bergizi.

“Saya pikir ini bagus juga untuk memutar roda perekonomian,” ujar Abednego.

Nama mitra lain yang disorot Tempo adalah Yayasan Kitong Bisa yang terafiliasi dengan Billy Mambrasar, staf khusus milenial di era Joko Widodo yang bergabung dengan Tim Kampanye Nasional Prabowo pada pemilu 2024. Yayasan itu menggarap makan bergizi gratis di Papua dan Jawa Tengah.

Menurut Billy, Kitong Bisa mengajukan diri sebagai mitra BGN seperti yayasan lain dan tidak ada karpet merah kendati ia pernah turut menyokong Prabowo. 

“Saya tak punya privilese itu,” katanya, mengklaim masih ada dapur yayasannya yang belum diloloskan BGN.

Sementara itu, Yayasan Bosowa Bina Insani yang menjadi penyedia makan bergizi gratis di Bogor, Jawa Barat terhubung dengan keluarga Aksa Mahmud. Pengusaha asal Sulawesi Selatan itu menyokong Prabowo dalam pemilihan presiden 2024.

Diah Satyani Saminarsih, Chief Executive Officer pada Center for Strategic Development Initiatives (CISDD), organisasi non profit yang berfokus pada advokasi kebijakan kesehatan, menyoroti pemilihan mitra proyek makan bergizi gratis “tak transparan.”

“Ini berpotensi menimbulkan fraud, korupsi, dan kesalahan pengelolaan,” katanya.

Penelusuran Tempo menemukan kesamaan gejala di antara akta yayasan yang menjadi mitra MBG.

Ada yayasan baru dibentuk tiga-empat bulan sebelum pelaksanaan MBG pada 6 Januari 2025. Selain itu, ada yayasan yang mencantumkan tujuan kegiatan mereka sebagai lembaga yang mengadakan program makan untuk semua orang.

CISDI menemukan yayasan yang bermitra dengan BGN rupanya bekerja sama dengan pihak lain alias subkontraktor. Subkontraktor ini biasanya perusahaan katering yang lebih mapan karena sudah punya dapur, alat dan juru masak. Skema kongsi bisnis ini bermain di ruang abu-abu. 

“Tidak ada regulasi atau petunjuk teknis mengenai rekrutmen subkontraktor dalam MBG,” ujarnya.

Syarat yang Susah Dipenuhi UMKM

Tempo menyebut bahwa pengusaha jasa boga kelas mikro sejak awal ragu terhadap skema kerja program, hal yang kemudian membuat mereka yang bisa menjadi vendor terbatas atau hanya yang memiliki modal besar.

Dua pebisnis yang pernah mengikuti sosialisasi kemitraan MBG mengaku pengusaha mikro kesulitan setelah mendengar sejumlah persyaratan untuk mengelola dapur. Padahal, BGN pernah menjanjikan pelaku usaha mikro bisa menjadi mitra, yang kuotanya 28 ribu.

Menurut dua pebisnis itu, BGN meminta calon mitra membentuk badan hukum, hal yang sulit dipenuhi pelaku usaha kecil. Pebisnis di skala mikro juga merasa standar dapur yang ditetapkan BGN terlampau mahal.

Narasumber itu pernah menghitung sedikitnya butuh Rp2-3 miliar untuk membangun dapur sekaligus menyiapkan modal belanja awal.

Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia, Hermawati Setyorinny juga mengaku mendengar keluhan para pengusaha jasa boga mikro. 

Ia mengatakan, pada tahap awal MBG, calon mitra tak hanya berinvestasi pada alat dan dapur. Mereka juga menalangi biaya bahan baku karena BGN menerapkan skema reimburse. Hermawati menghitung pebisnis setidaknya harus menyiapkan Rp1 miliar.

Karena itu, katanya, “yang bisa menjadi mitra akhirnya pengusaha besar saja.” 

Kosmas Semen Janggat mengakui sulitnya tuntutan untuk menjadi vendor karena sebagai perintis dapur mandiri pihaknya harus menggunakan dana sendiri.

Untuk penyediaan barang di dapurnya, ia mengaku menghabiskan Rp800 juta. 

Selain itu, salah satu syaratnya adalah luas lahan dapur minimal 400 meter persegi.

“Tak mudah mempersiapkan ini,” katanya, “kalau tidak punya lahan sendiri modalnya bisa sampai Rp1,2 miliar karena harus kontrak tanah.” 

Hal itu belum termasuk peralatan makan, di mana Kosmas menghabiskan Rp210 juta.

Ia mencontohkan harga satu kotak makan atau ompreng berstandar stainless antibakteri dari Tugas Operasional Khusus BGN adalah Rp60 ribu.

“Harganya cukup mahal karena barang impor. Kami memesan 3.500 ompreng di vendor yang sudah bekerja sama dengan BGN,” katanya.

Kesulitan ini membuat hingga kini NTT baru memiliki 17 dapur MBG dari 800 yang ditargetkan.

Kendaraan yang digunakan oleh Yayasan Sejahtera Desaku untuk mendistribusikan MBG ke sekolah-sekolah di Labuan Bajo, Manggarai Barat. (Dokumentasi Floresa)

Saat berkunjung ke Ruteng pada 11 April, Gubernur NTT, Melkiades Laka Lena berkata, pemerintah pusat telah menyiapkan anggaran Rp9 triliun untuk mendukung program ini di wilayahnya.

Kalau tidak kerja cepat membuat dapur MBG, katanya, uang itu tidak akan terserap maksimal. 

Kabupaten Manggarai memiliki 95.634 siswa yang tersebar di 12 kecamatan, sehingga butuh sekitar 31-32 dapur, yang semuanya belum tersedia hingga kini.

“Kalau 31 dapur di Kabupaten Manggarai saja bisa dibangun, berarti kita bisa dapat Rp310 sampai Rp320 miliar. Itu hanya minimal, nanti akan ditambah lagi,” katanya.

Ia mengklaim sudah berbicara dengan bank di NTT, seperti BRI, Bank NTT dan bank swasta untuk mendukung warga yang berniat membuka dapur MBG.

“Saya bilang kalian harus support kalau ada yang membuka dapur MBG. Saya juga mendorong anak-anak PNS kalau bisa mereka bersama-sama membuka dapur MBG. Kalau sendiri tidak sampai itu uang, tapi kalau lima sampai sepuluh orang, gadai di bank untuk bikin dapur MBG,” katanya.

Dalam kunjungan itu, ia sempat meninjau dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Carep yang dikelola Yayasan Prima Karya Mandiri. Dapur itu sedang dalam proses verifikasi oleh BGN.

Alexander Jerau, ketua yayasan itu berkata kepada Floresa, seluruh kebutuhan awal untuk pembangunan dapur ditanggung mandiri dengan dana pribadi.

Ia tidak memerinci total dana yang dikeluarkan, hanya menyebut “miliaran rupiah.”

Karena menggunakan dana pribadi, sementara proses verifikasi belum pasti lolos, katanya, “tidak banyak yang berani investasi di sini.”

Oktaviana Manuela Maria Lampur, pengelola SPPG Carep berkata, saat ini baru ada dua dapur yang sudah dalam tahap verifikasi, yakni SPPG Carep dan satu lagi berlokasi di Karot.

Sengkarut Pengelolaan MBG

Sejak pemerintah menggagas program MBG, menurut Tempo, BGN kerap mempertanyakan alokasi anggarannya.

Kementerian Keuangan hanya mengucurkan Rp71 triliun kepada BGN pada 2025 untuk program makan bergizi.

Kepala BGN, Dadan Hindayana mengklaim bujet itu tak bisa diandalkan untuk mempercepat pelaksanaan MBG. Ia menghitung duit itu hanya cukup untuk memberi makan 17,5 juta penerima manfaat hingga September 2025. Padahal, pemerintah menargetkan 82,9 juta anak. 

“Tambahan Rp100 triliun cukup untuk memberi makan semua penerima manfaat,” kata Dadan di Istana Negara, Jakarta, pada 17 Januari.

Hal itu kemudian membuat Presiden Prabowo menginstruksikan pemangkasan anggaran belanja terhadap semua kementerian dan lembaga yang hasilnya direalokasi untuk membiayai MBG. 

Dengan demikian, anggaran MBG pada tahun ini ditambah Rp100 triliun sehingga menjadi total Rp171 triliun.

Hingga 12 Maret 2025, anggaran MBG yang telah digelontorkan baru senilai Rp710,5 miliar dengan total penerima manfaat 2,05 juta orang. Artinya, realisasi anggaran MBG  baru 0,42 persen dari total Rp171 triliun.

Charles Honoris, Wakil Ketua Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan meminta BGN mengelola program ini secara akuntabel dan melaporkannya secara berkala karena anggarannya besar dan telah disetujui DPR. 

“Kami ingin melihat program ini berjalan baik, apalagi makan bergizi menjadi program strategis Presiden Prabowo,” ujar Charles.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi juga mewanti-wanti BGN soal pengelolaan anggaran. 

Ketua KPK, Setyo Budiyanto menekankan pentingnya pengawasan di Badan Gizi karena bujet yang dikelola sangat besar. “Semuanya terpusat di BGN,” katanya.

Catatan Komisi IX dan KPK cukup beralasan apabila mencermati manajemen anggaran di BGN ketika proyek ini sudah berjalan. 

Pada akhir Januari 2025, beredar diskusi di lingkup internal BGN mengenai pertanggungjawaban keuangan dapur karena tagihan tahap awal yang diduga tak sesuai dengan ketentuan penganggaran.

Seperti dilaporkan Tempo, seorang petinggi BGN mempertanyakan tagihan operasional dapur yang mencapai miliaran rupiah. Padahal saat itu makanan bergizi baru dibagikan selama 13 hari, yang menurut kalkulasi internal BGN, klaim tagihan dapur semestinya antara Rp400-500 juta.

⁠Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro berkata, berdasarkan pemeriksaan Kementerian Keuangan, permintaan pembayaran ke setiap rekening rata-rata sebesar Rp408 juta pada awal proyek makan siang. Namun ada mitra BGN yang mengajukan tagihan melebihi nilai pada umumnya karena mengelola beberapa dapur di daerah.

Sementara itu, Kepala BGN, Dadan Hindayana mengklaim kecil kemungkinan penyelewengan terjadi karena institusinya berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta aparat hukum lain untuk mengaudit keuangan secara rutin. 

Ia berkata, pihak yang menerima kelebihan pembayaran mesti mengembalikannya. Begitu pun sebaliknya. Pemerintah akan mengganti jika ada tagihan mitra yang belum ditransfer.

Dadan menyebutkan skema reimburse berlaku pada tahap awal makan bergizi dan berakhir pada pertengahan April 2025. Model pembayaran terbaru adalah pengiriman uang muka selama sepuluh hari kepada mitra. Duit yang tersisa bisa dipakai untuk berbelanja buat periode berikutnya.

Sementara jika anggarannya kurang, pengeluaran akan diganti pada termin pembayaran selanjutnya. 

Laporan dikerjakan oleh Herry Kabut, Doroteus Hartono, Anastasia Ika dan Arivin Dangkar. Sebagian materi dikutip dari laporan investigatif Tempo. Tim Floresa ikut berkolaborasi dalam investigasi tersebut, khusus untuk peliputan di Manggarai Barat

Editor: Ryan Dagur

Floresa.co – Pada hari pertama pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Manggarai Barat dua bulan lalu, seorang siswa SMPN 1 Komodo menemukan ulat di sela-sela sayur yang tersaji untuknya.

Siswa itu urung makan. Tempat makannya–yang disediakan vendor MBG Yayasan Sejahtera Desaku–segera diambil guru kelas, diganti yang baru.

Kepada Floresa, Kepala SMPN 1 Komodo, Matias Dima menilai secara positif peristiwa pada 17 Februari itu. 

Bila ditemukan ulat, “berarti sayur itu organik, tidak mengandung zat kimia.”

“Kalau tidak terdapat ulat, artinya kandungan zat kimia sayur itu pasti tinggi lantaran disemprot pestisida,” kata Matias pada 9 April.

Selain temuan ulat di SMPN 1 Komodo yang memiliki 920 murid, sejumlah telur rebus kedapatan menghitam di SD Islam Terpadu (SDIT) Persaudaraan Wae Nahi. 

Meski tak ingat pastinya, kepala sekolah itu, Al Iksan Fitra berkata, “kejadiannya berulang kali.”

“Kami selalu mengadu ke vendor soal temuan itu, yang lalu mereka ganti,” katanya.

Ia menduga kondisi tersebut terjadi mungkin karena telur direbus terlalu pagi, sementara disajikan kepada 243 murid sekolah itu pada pukul 09.00 dan 11.00 Wita.

Hingga bulan ini, program MBG berlangsung di enam sekolah di kabupaten ujung barat Flores itu. 

Lima di antaranya merupakan SD dan satu SMP, yakni SDIT Persaudaraan Wae Nahi, SD Wae Mata, SDN Lancang, SDN Labuan Bajo 2, SDN Batu Cermin dan SMPN 1 Komodo. Keseluruhan murid penerima manfaat adalah 3.003 orang.

Siswa kelas 1A di SDIT Persaudaraan Wae Nahi sedang menyantap MBG yang dibagikan pada 14 April 2025. (Dokumentasi Floresa)

Kosmas Semen Janggat dari Yayasan Sejahtera Desaku yang mengelola MBG di Manggarai Barat mengaku kesulitan pada periode awal karena “belum bisa mengatur ritme” terutama terkait waktu makan di sekolah-sekolah. 

“Hari-hari berikutnya sudah normal sesuai jadwal yang disepakati dengan sekolah,” katanya kepada Floresa.

“Jam 08.00 pagi kami antar makanan untuk kelas 1-3 SD karena mereka makannya jam 09.00 atau 09.30. Kalau untuk kelas 4-6 SD dan untuk SMP, kami antar jam 09.00 karena mereka biasanya baru makan saat jam istirahat kedua, sekitar pukul 11.00,” katanya.

Hingga kini, ia mengaku “memang sering ada komplain” karena “segala sesuatu pasti ada kurangnya.”

“Kami pasti penuhi kekurangannya bila sekolah memberi tahu, tapi kadang-kadang sekolah malah memberi tahu wartawan, bukan kami,” katanya.

Menyinggung kasus ulat pada makanan di SMP Negeri 1 Komodo, ia berkata, “itu bukan belatung karena pembusukan makanan.”

“Ulat itu biasa muncul di kacang panjang. Hari pertama itu memang menunya sayur kacang panjang. Setelah itu kami tidak lagi pakai kacang panjang,” katanya.

Ia berkata, tim yang mengurus dapurnya “sudah mengikuti tes dan semua sudah ada sertifikat sebagai penjamah makanan,” istilah untuk pengontrol kualitas makanan di dapur MBG.

“Sebelum ‘jalan,’ kami sudah dilatih di Dinas Kesehatan,” katanya, menambahkan bahwa pekerja di dapurnya mulai beraktivitas pada pukul dua dini hari untuk yang memasak, sementara yang lainnya mulai aktif pukul empat.

Dikelola Kader Gerindra

Dapurnya yang berlokasi di Desa Batu Cermin merupakan satu dari 1.072 dapur MBG di seluruh Indonesia yang beroperasi hingga April 2025.

Keterlibatan Kosmas dalam pengelolaan MBG di Manggarai Barat menjadi salah satu yang disorot dalam liputan investigasi Majalah Tempo edisi 20 April.

Liputan itu, di mana Floresa ikut berkolaborasi bersama Tempo, mengungkap keterlibatan orang dekat dan kroni Presiden Prabowo Subianto dalam pelaksanaan MBG di berbagai daerah.

MBG menjadi salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo, yang juga menjadi bagian dari janji kampanyenya bersama Gibran Rakabuming Raka. 

Kosmas merupakan kader Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra-yang dipimpin Prabowo-dan sempat maju sebagai calon legislatif pada pemilu 2024.

Kosmas Semen Janggat, pengelola Yayasan Sejahtera Desaku, penyedia MBG di Labuan Bajo saat diwawancarai Floresa pada 14 April 2025. (Dokumentasi Floresa)

Kepada Floresa, ia berkata, yayasannya yang berdiri pada 2013 dan berpusat di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai “berpengalaman menyediakan katering.” 

Hal itulah yang membuatnya tertarik menjadi vendor MBG. Apalagi, kata dia, istrinya yang menjadi salah satu penjamah makanan merupakan pensiunan ketua program boga di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Komodo. 

Ia mengaku semula mendapat informasi tentang lowongan jadi vendor MBG dari laman resmi Badan Gizi Nasional (BGN).

“Mereka mengumumkannya secara terbuka di portal,” katanya.

Skema pertama yang dirancang pemerintah, kata dia, MBG ditangani oleh Komando Distrik Militer atau Kodim.

Namun, BGN mensyaratkan “dapur harus sesuai standar ISO” — merujuk pada International Organization for Standardization, panduan standar internasional untuk kualitas, keamanan dan efisiensi berbagai industri dan sektor usaha.

Kalau pakai standar ISO, “itu berarti setara hotel dan semua perlengkapannya harus stainless yang antikarat.”

“BGN menentukan standar begitu karena ini menyangkut makanan untuk anak-anak. Kita tidak boleh main-main,” katanya.

Ia mengaku dalam perjalanan waktu “kami mendapat informasi dari internal partai” bahwa “ternyata banyak Kodim yang tidak siap.”

“Harusnya Kodim yang punya dapur. Akhirnya kami diturunkan. Karena Kodim tidak siap, kita harus siap,” katanya.

Kodim, kata dia, tidak memiliki dapur sendiri dan tidak dapat memenuhi standar-standar BGN, sehingga sebagai kader Gerindra, “kami dipaksa untuk siap.”

“Kami ini kader militannya Pak Prabowo,” kata Kosmas, “kami tidak mau programnya Pak Prabowo dianggap program gagal.”

“Kami dari kader Gerindra melihat bahwa ini suatu program yang baik. Kami terjun dengan segala kekurangan kami. Sambil jalan, kami melengkapi,” katanya.

Ia sempat mengingatkan sejumlah batasan yang menurutnya diatur oleh BGN, termasuk soal peliputan MBG.

“BGN melarang orang lain masuk ke dapur. Wartawan hanya boleh meliput di sekolah,” katanya.

“Kita harus mengikuti SOP yang dibuat oleh BGN” karena “Kodim selalu monitor.”

Selain mengelola dapur di Desa Batu Cermin, Kosmas sedang menyiapkan dapur lainnya di Mbrata, Desa Macang Tanggar dan “dalam perencanaan, kami juga akan membawahi dapur di Kecamatan Kuwus.” 

Di Desa Macang Tanggar, dapur itu berlokasi di lahan milik Kanisius Jehabut, anggota DPRD dari Partai Gerindra.

Karena anggota DPRD tidak boleh mengelola MBG, kata Kosmas, “keluarganya yang menjadi penanggung jawab atau mitra.” 

Kepada Floresa, Kanisius berkata “anak saya yang kedua yang jadi mitra BGN.”

Kader Gerindra di Manggarai Barat membela keterlibatan mereka dalam program ini dan mengajak semua pihak untuk melihatnya “secara lebih adil, utuh, dan berdasarkan fakta,” seperti disampaikan dalam konferensi pers pada 21 April.

Kanisius Jehabut muncul dalam konferensi pers itu, di mana ia membantah bahwa MBG paling banyak dinikmati oleh kader dan relawan Prabowo.

Selain sebagai kebijakan nasional, katanya, program ini “menggerakkan ekonomi rakyat melalui sistem pengadaan pangan lokal yang berpihak pada petani, nelayan, peternak dan pelaku UMKM.”

Kanis mengurai setiap dapur MBG yang melayani 3.000 penerima manfaat membelanjakan sekitar Rp30 juta per hari untuk bahan pangan segar dan kebutuhan operasional. 

Ia berasumsi, jika dikalikan dengan 22 hari aktif dalam sebulan, maka satu dapur akan mengedarkan Rp660 juta per bulan langsung ke pelaku ekonomi lokal.

“Jika Manggarai Barat memiliki 16 dapur aktif, maka total uang yang beredar di tangan petani, nelayan, peternak, dan pelaku UMKM lokal bisa mencapai Rp10,56 miliar per bulan,” katanya.

Karena itu, “ini bukan sekadar makan siang, ini adalah perputaran ekonomi rakyat berskala nasional dan Manggarai Barat punya kesempatan besar menjadi bagian penting dari sistem ini, asal dikelola dengan benar dan diawasi secara terbuka.”

Kanis menegaskan bahwa program ini terbuka untuk semua warga, tanpa syarat afiliasi politik. 

Namun, ia mengakui kenyataan di lapangan dengan skema pembiayaan mandiri menuntut investasi awal yang cukup besar.

“Banyak pihak masih ragu-ragu untuk memulai karena harus menanggung biaya awal infrastruktur dan operasional,” katanya.

Karena itu, di tengah keraguan ini, “kader-kader Gerindra di berbagai daerah justru memilih untuk bergerak lebih dulu.”

“Bukan karena program ini milik partai, tetapi karena komitmen moral dan keberanian politik untuk membuktikan bahwa program MBG bisa dijalankan secara nyata,” katanya.

Dewan Pimpinan Cabang Gerindra Manggarai Barat saat menggelar konferensi pers terkait program MBG pada 21 April 2025. (Dokumentasi Labuanbajoterkini.id)

Sementara kepada Floresa, Kosmas berkata, “boleh saja kritik kekurangannya,” tetapi juga mesti melihat “dampak sosial program strategis ini.”

Program MBG “turut menghidupkan orang-orang sekitar” karena “kami merekrut tetangga-tetangga” untuk menjadi penjamah makanan.

Selain itu, peternak, pemasok sayur dan buah skala kecil juga hidup “karena program ini dibuat untuk menghidupkan ekonomi.”

“Selama ini kan ekonomi hanya dipegang segelintir orang kaya,” katanya.

Kosmas berkata, Presiden Prabowo menggunakan program ini sebagai instrumen untuk menghidupkan semua sektor, terutama pertanian dan peternakan.

Ia berkata, bahan baku MBG di dapurnya disuplai oleh petani dan peternak kecil yang berasal dari desa-desa di Kecamatan Komodo, seperti Batu Cermin dan Gorontalo.

Kroni-Kroni Prabowo dan Kader Gerindra dalam “Proyek MBG”

Selain di Manggarai Barat, investigasi Tempo menunjukkan bahwa di wilayah-wilayah lain di Indonesia, program ini yang mereka sebut sebagai “proyek” dinikmati oleh kader-kader Gerindra dan kroni Prabowo.

Salah satunya adalah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kebayunan di Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat, milik PT GSI Kebayunan. Perusahaan itu bernaung di bawah Yayasan Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) yang didirikan Prabowo. Dalam aktanya, Prabowo tercatat sebagai dewan pembina.

Pengurus lain Yayasan GSN adalah anggota keluarga dan kroni-kroni Prabowo. Ada adik dan anak semata wayang Prabowo, yakni Hashim Djojohadikusumo dan Ragowo Hediprasetyo alias Didit dan teman seangkatan Prabowo di Akademi Militer, Sjafrie Sjamsoeddin, yang kini menjabat Menteri Pertahanan. Selain itu ada Direktur Utama PT Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, yang juga anggota Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra.

Di Batam dan sekitarnya, Tempo juga menemukan bahwa MBG digarap oleh Yayasan Kali Kedua Indonesia. Salah satu pengurus yayasan itu adalah Liesje Nietjely, Ketua Kita Indonesia Prabu Nusantara (Kipra) Kepulauan Riau, salah satu kelompok pendukung Prabowo.

Menurut Liesje, Yayasan Kali Kedua bisa menjadi mitra BGN bukan karena telah ikut memenangkan Prabowo. Ia mengaku mengajak keluarga untuk menjadi investor karena mengelola dapur membutuhkan biaya tinggi hingga Rp700 juta.

Selain Liesje, ada Lenis Kogoya dan Abednego Panjaitan. Keduanya pendiri Yayasan Prabu Center Kosong Delapan—nama yang sama dengan organisasi pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Bermarkas di Slipi, Jakarta Barat, yayasan itu ménjalankan proyek makan siang di sejumlah wilayah, seperti Bali, Banten, dan Bengkulu dan Jakarta.

Sejumlah mitra BGN juga terafiliasi dengan Partai Gerindra. Salah satunya Yayasan Vieki Indira Sriwijaya yang diketuai Tri Yulia Rizki Ananda, calon anggota DPRD Kota Palembang, Sumatera Selatan dari Partai Gerindra pada pemilu 2024.

Rizki dan rekan-rekannya di Yayasan Vieki mengelola tujuh dapur atau SPPG yang tersebar di Sumatera Selatan. 

Kepada Tempo, Rizki menjelaskan keikutsertaan dalam proyek makan bergizi gratis bukan atas perintah partai.  

“Setahu saya program ini berlaku untuk siapa pun,” katanya.

Lenis Kogoya, staf khusus Menteri Pertahanan, mengatakan ia memerintahkan pengurus yayasan “mengawal” program Presiden Prabowo, termasuk MBG. Ia tak ambil pusing ihwal anggapan bahwa proyek makan bergizi merupakan kompensasi atas jasa para penyokong Prabowo. 

“Kemampuan pemerintah terbatas juga,” kata Leni yang menyandang pangkat letnan kolonel tituler itu.

Sementara Abednego Panjaitan mengaku Ketua Dewan Penasihat Yayasan Prabu Center sekaligus adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, pernah memintanya mengawal dan menyukseskan proyek makan bergizi.

“Saya pikir ini bagus juga untuk memutar roda perekonomian,” ujar Abednego.

Nama mitra lain yang disorot Tempo adalah Yayasan Kitong Bisa yang terafiliasi dengan Billy Mambrasar, staf khusus milenial di era Joko Widodo yang bergabung dengan Tim Kampanye Nasional Prabowo pada pemilu 2024. Yayasan itu menggarap makan bergizi gratis di Papua dan Jawa Tengah.

Menurut Billy, Kitong Bisa mengajukan diri sebagai mitra BGN seperti yayasan lain dan tidak ada karpet merah kendati ia pernah turut menyokong Prabowo. 

“Saya tak punya privilese itu,” katanya, mengklaim masih ada dapur yayasannya yang belum diloloskan BGN.

Sementara itu, Yayasan Bosowa Bina Insani yang menjadi penyedia makan bergizi gratis di Bogor, Jawa Barat terhubung dengan keluarga Aksa Mahmud. Pengusaha asal Sulawesi Selatan itu menyokong Prabowo dalam pemilihan presiden 2024.

Diah Satyani Saminarsih, Chief Executive Officer pada Center for Strategic Development Initiatives (CISDD), organisasi non profit yang berfokus pada advokasi kebijakan kesehatan, menyoroti pemilihan mitra proyek makan bergizi gratis “tak transparan.”

“Ini berpotensi menimbulkan fraud, korupsi, dan kesalahan pengelolaan,” katanya.

Penelusuran Tempo menemukan kesamaan gejala di antara akta yayasan yang menjadi mitra MBG.

Ada yayasan baru dibentuk tiga-empat bulan sebelum pelaksanaan MBG pada 6 Januari 2025. Selain itu, ada yayasan yang mencantumkan tujuan kegiatan mereka sebagai lembaga yang mengadakan program makan untuk semua orang.

CISDI menemukan yayasan yang bermitra dengan BGN rupanya bekerja sama dengan pihak lain alias subkontraktor. Subkontraktor ini biasanya perusahaan katering yang lebih mapan karena sudah punya dapur, alat dan juru masak. Skema kongsi bisnis ini bermain di ruang abu-abu. 

“Tidak ada regulasi atau petunjuk teknis mengenai rekrutmen subkontraktor dalam MBG,” ujarnya.

Syarat yang Susah Dipenuhi UMKM

Tempo menyebut bahwa pengusaha jasa boga kelas mikro sejak awal ragu terhadap skema kerja program, hal yang kemudian membuat mereka yang bisa menjadi vendor terbatas atau hanya yang memiliki modal besar.

Dua pebisnis yang pernah mengikuti sosialisasi kemitraan MBG mengaku pengusaha mikro kesulitan setelah mendengar sejumlah persyaratan untuk mengelola dapur. Padahal, BGN pernah menjanjikan pelaku usaha mikro bisa menjadi mitra, yang kuotanya 28 ribu.

Menurut dua pebisnis itu, BGN meminta calon mitra membentuk badan hukum, hal yang sulit dipenuhi pelaku usaha kecil. Pebisnis di skala mikro juga merasa standar dapur yang ditetapkan BGN terlampau mahal.

Narasumber itu pernah menghitung sedikitnya butuh Rp2-3 miliar untuk membangun dapur sekaligus menyiapkan modal belanja awal.

Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia, Hermawati Setyorinny juga mengaku mendengar keluhan para pengusaha jasa boga mikro. 

Ia mengatakan, pada tahap awal MBG, calon mitra tak hanya berinvestasi pada alat dan dapur. Mereka juga menalangi biaya bahan baku karena BGN menerapkan skema reimburse. Hermawati menghitung pebisnis setidaknya harus menyiapkan Rp1 miliar.

Karena itu, katanya, “yang bisa menjadi mitra akhirnya pengusaha besar saja.” 

Kosmas Semen Janggat mengakui sulitnya tuntutan untuk menjadi vendor karena sebagai perintis dapur mandiri pihaknya harus menggunakan dana sendiri.

Untuk penyediaan barang di dapurnya, ia mengaku menghabiskan Rp800 juta. 

Selain itu, salah satu syaratnya adalah luas lahan dapur minimal 400 meter persegi.

“Tak mudah mempersiapkan ini,” katanya, “kalau tidak punya lahan sendiri modalnya bisa sampai Rp1,2 miliar karena harus kontrak tanah.” 

Hal itu belum termasuk peralatan makan, di mana Kosmas menghabiskan Rp210 juta.

Ia mencontohkan harga satu kotak makan atau ompreng berstandar stainless antibakteri dari Tugas Operasional Khusus BGN adalah Rp60 ribu.

“Harganya cukup mahal karena barang impor. Kami memesan 3.500 ompreng di vendor yang sudah bekerja sama dengan BGN,” katanya.

Kesulitan ini membuat hingga kini NTT baru memiliki 17 dapur MBG dari 800 yang ditargetkan.

Kendaraan yang digunakan oleh Yayasan Sejahtera Desaku untuk mendistribusikan MBG ke sekolah-sekolah di Labuan Bajo, Manggarai Barat. (Dokumentasi Floresa)

Saat berkunjung ke Ruteng pada 11 April, Gubernur NTT, Melkiades Laka Lena berkata, pemerintah pusat telah menyiapkan anggaran Rp9 triliun untuk mendukung program ini di wilayahnya.

Kalau tidak kerja cepat membuat dapur MBG, katanya, uang itu tidak akan terserap maksimal. 

Kabupaten Manggarai memiliki 95.634 siswa yang tersebar di 12 kecamatan, sehingga butuh sekitar 31-32 dapur, yang semuanya belum tersedia hingga kini.

“Kalau 31 dapur di Kabupaten Manggarai saja bisa dibangun, berarti kita bisa dapat Rp310 sampai Rp320 miliar. Itu hanya minimal, nanti akan ditambah lagi,” katanya.

Ia mengklaim sudah berbicara dengan bank di NTT, seperti BRI, Bank NTT dan bank swasta untuk mendukung warga yang berniat membuka dapur MBG.

“Saya bilang kalian harus support kalau ada yang membuka dapur MBG. Saya juga mendorong anak-anak PNS kalau bisa mereka bersama-sama membuka dapur MBG. Kalau sendiri tidak sampai itu uang, tapi kalau lima sampai sepuluh orang, gadai di bank untuk bikin dapur MBG,” katanya.

Dalam kunjungan itu, ia sempat meninjau dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Carep yang dikelola Yayasan Prima Karya Mandiri. Dapur itu sedang dalam proses verifikasi oleh BGN.

Alexander Jerau, ketua yayasan itu berkata kepada Floresa, seluruh kebutuhan awal untuk pembangunan dapur ditanggung mandiri dengan dana pribadi.

Ia tidak memerinci total dana yang dikeluarkan, hanya menyebut “miliaran rupiah.”

Karena menggunakan dana pribadi, sementara proses verifikasi belum pasti lolos, katanya, “tidak banyak yang berani investasi di sini.”

Oktaviana Manuela Maria Lampur, pengelola SPPG Carep berkata, saat ini baru ada dua dapur yang sudah dalam tahap verifikasi, yakni SPPG Carep dan satu lagi berlokasi di Karot.

Sengkarut Pengelolaan MBG

Sejak pemerintah menggagas program MBG, menurut Tempo, BGN kerap mempertanyakan alokasi anggarannya.

Kementerian Keuangan hanya mengucurkan Rp71 triliun kepada BGN pada 2025 untuk program makan bergizi.

Kepala BGN, Dadan Hindayana mengklaim bujet itu tak bisa diandalkan untuk mempercepat pelaksanaan MBG. Ia menghitung duit itu hanya cukup untuk memberi makan 17,5 juta penerima manfaat hingga September 2025. Padahal, pemerintah menargetkan 82,9 juta anak. 

“Tambahan Rp100 triliun cukup untuk memberi makan semua penerima manfaat,” kata Dadan di Istana Negara, Jakarta, pada 17 Januari.

Hal itu kemudian membuat Presiden Prabowo menginstruksikan pemangkasan anggaran belanja terhadap semua kementerian dan lembaga yang hasilnya direalokasi untuk membiayai MBG. 

Dengan demikian, anggaran MBG pada tahun ini ditambah Rp100 triliun sehingga menjadi total Rp171 triliun.

Hingga 12 Maret 2025, anggaran MBG yang telah digelontorkan baru senilai Rp710,5 miliar dengan total penerima manfaat 2,05 juta orang. Artinya, realisasi anggaran MBG  baru 0,42 persen dari total Rp171 triliun.

Charles Honoris, Wakil Ketua Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan meminta BGN mengelola program ini secara akuntabel dan melaporkannya secara berkala karena anggarannya besar dan telah disetujui DPR. 

“Kami ingin melihat program ini berjalan baik, apalagi makan bergizi menjadi program strategis Presiden Prabowo,” ujar Charles.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi juga mewanti-wanti BGN soal pengelolaan anggaran. 

Ketua KPK, Setyo Budiyanto menekankan pentingnya pengawasan di Badan Gizi karena bujet yang dikelola sangat besar. “Semuanya terpusat di BGN,” katanya.

Catatan Komisi IX dan KPK cukup beralasan apabila mencermati manajemen anggaran di BGN ketika proyek ini sudah berjalan. 

Pada akhir Januari 2025, beredar diskusi di lingkup internal BGN mengenai pertanggungjawaban keuangan dapur karena tagihan tahap awal yang diduga tak sesuai dengan ketentuan penganggaran.

Seperti dilaporkan Tempo, seorang petinggi BGN mempertanyakan tagihan operasional dapur yang mencapai miliaran rupiah. Padahal saat itu makanan bergizi baru dibagikan selama 13 hari, yang menurut kalkulasi internal BGN, klaim tagihan dapur semestinya antara Rp400-500 juta.

⁠Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro berkata, berdasarkan pemeriksaan Kementerian Keuangan, permintaan pembayaran ke setiap rekening rata-rata sebesar Rp408 juta pada awal proyek makan siang. Namun ada mitra BGN yang mengajukan tagihan melebihi nilai pada umumnya karena mengelola beberapa dapur di daerah.

Sementara itu, Kepala BGN, Dadan Hindayana mengklaim kecil kemungkinan penyelewengan terjadi karena institusinya berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta aparat hukum lain untuk mengaudit keuangan secara rutin. 

Ia berkata, pihak yang menerima kelebihan pembayaran mesti mengembalikannya. Begitu pun sebaliknya. Pemerintah akan mengganti jika ada tagihan mitra yang belum ditransfer.

Dadan menyebutkan skema reimburse berlaku pada tahap awal makan bergizi dan berakhir pada pertengahan April 2025. Model pembayaran terbaru adalah pengiriman uang muka selama sepuluh hari kepada mitra. Duit yang tersisa bisa dipakai untuk berbelanja buat periode berikutnya.

Sementara jika anggarannya kurang, pengeluaran akan diganti pada termin pembayaran selanjutnya. 

Laporan dikerjakan oleh Herry Kabut, Doroteus Hartono, Anastasia Ika dan Arivin Dangkar. Sebagian materi dikutip dari laporan investigatif Tempo. Tim Floresa ikut berkolaborasi dalam investigasi tersebut, khusus untuk peliputan di Manggarai Barat

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

ARTIKEL PERPEKTIF LAINNYA

TRENDING