Foresa.co – Kasus penganiayaan warga di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur oleh seorang anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut [TNI AL] yang sempat dilapor ke institusi itu berujung rencana pencabutan laporan.
Kalitus Emon Mada, 21 tahun, warga Desa Tilang, Kecamatan Nita dan Gabriel Tomi Toli, 23 tahun, warga Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok sempat melaporkan pelaku Arie Yogi Pratama ke Pangkalan Angkatan Laut atau Lanal Maumere pada Jumat, 3 November.
Menurut informasi yang diperoleh Floresa, mereka sebelumnya melaporkan kasus ini ke Polres Sikka. Namun, polisi mengarahkan mereka untuk melapornya ke Lanal.
Pada Sabtu, 4 November, keluarga Emon telah menyatakan akan mencabut laporan setelah pihak TNI Angkatan Laut melakukan upaya mediasi dengan mereka.
Dalam sebuah video yang telah beredar luas di media sosial, salah satu perwakilan keluarga Emon menyatakan bahwa mereka berencana mencabut laporan tersebut, “tanpa ada unsur paksaan dari orang lain.”
“Ini semua tulus dan ikhlas dari hati kami. Atas nama keluarga, kami siap mencabut laporan,” kata seorang pria, yang didampingi Emon dan beberapa orang lainnya.
Hingga berita ini dipublikasi, Floresa tidak mendapat informasi apakah rencana pencabutan laporan juga dilakukan oleh Tomi.
Kasus penganiayaan ini terjadi di atas kapal Dharma Rucita VII yang berlayar dari Surabaya menuju Maumere, Kamis, 2 November, demikian menurut salinan laporan Emon ke Lanal yang diperoleh Floresa.
Penganiayaan, menurut laporan itu, terjadi usai Emon dan Tomi berselisih paham dengan salah satu ABK kapal.
Ia mengaku dikejar oleh Arie Yogi, lalu dipiting dan dipukul pada perut bagian kiri. Pemukulan terus berlanjut kendati ia meminta maaf.
Emon mengaku pemukulan juga berlanjut saat ia dibawa ke ruang medis, yang membuat darah keluar dari hidung dan mulutnya.
Pengakuan Emon terkait pemukulan itu dibenarkan oleh Antonius Gregorius Rasong, saksi yang juga keluarganya, yang berada di kapal yang sama.
Ia mengatakan sedang tidur saat kejadian itu dan terbangun mendengar keributan di depan kamarnya.
“Ketika keluar kamar, saya lihat Emon sementara dipukul. Saya coba lerai tetapi tidak digubris oleh pelaku,” terang Anton kepada Floresa, Sabtu, 4 November.
Anton mengaku bahkan memohon-mohon kepada pelaku, dengan berkata, “Pak saya minta maaf. Ini anak saya. Jangan dipukul lagi. Anak saya sudah setengah mati.”
Arie Yoga, kata Anton, meresponsnya dengan berkata, “Kau jangan ikut-ikut. Ini urusan saya,” sambil terus-terusan memukul Emon.
Antonius mengatakan awalnya tidak yakin bahwa yang memukul korban adalah seorang anggota TNI AL, “karena saat berbicara, saya cium bau moke dari mulutnya.”
Anton juga bersaksi bahwa di ruang medis pelaku melayangkan pukulan kepada kedua korban. Tomi, katanya, dipukul di mulut hingga berdarah, sementara Emon dipukul sampai jatuh.
Karena menyaksikan langsung kejadian itu, Anton mengaku kecewa mendengar kabar bahwa kasus ini berakhir dengan mediasi.
“Buat apa lagi kita perjuangkan, mereka diam-diam sudah urus damai. Saya sangat kecewa. Ini kelakuan yang kurang baik menurut saya,” katanya.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan pers, Sabtu, 4 November, Mayor Sentot Widodo, Perwira Staf Intelijen Lanal Maumere mengatakan, Emon dan Tomir terlibat keributan di atas kapal, tepatnya di ruang hiburan, dengan Anwar, staf di dalam kapal, saat Arie Yogi melerai.
Ia mengakui adanya pemukulan dan karena tetap menindaklanjuti laporan korban, dengan memeriksa Arie Yogi sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.
Ini bukan merupakan kasus tunggal, di mana anggota Lanal di Maumere terlibat dalam penganiayaan terhadap warga.
Pada Mei, tiga anggota Lanal juga dilaporkan menganiaya Andreas William Sanda, warga Patisomba, Nangahure, Kecamatan Alok Barat.
Ia mengaku dipukul di punggung menggunakan selang hingga terluka, sementara kemaluannya diminta digosok dengan balsem hingga membengkak.
Kasus ini sempat dilaporkan ke Polres Sikka, yang kemudian diarahkan ke Lanal Maumere. Belum diketahui sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku.