Bak Air Jebol Usai Dibangun, Camat di Manggarai Barat Minta Kepala Desa Bangun Ulang Sesuai Gambar dan RAB

Camat usulkan kades rembuk dengan warga, siapa tahu “warga mau swadaya” membantu

Floresa.co- Seorang camat di Kabupaten Manggarai Barat meminta kepala desa membangun kembali bak air sesuai ukuran pada gambar rencana awal dan Rencana Anggaran Biaya [RAB].

Permintaan Camat Lembor Selatan, Sipri P. Mantur kepada Kepala Desa Nanga Bere, Huzaifa Sion itu disampaikan menyusul rencana pembangunan bak baru, pengganti bak yang jebol awal bulan ini.

Bak air sebelumnya yang jebol pada 6 Januari, berdiri sebelah-menyebelah dengan cikal lokasi bak baru.

Bak itu jebol sesudah pemerintah menguji daya tampung, dengan mengalirkan air ke dalamnya.

Sketsa awal dan RAB menunjukkan bak harus berukuran 4×4 meter, lebih besar ketimbang 2×2 meter bak baru yang direncanakan pemerintah desa. 

Pengingkaran Hak Warga

Arahan Sipri disampaikan dalam suatu rapat yang diikuti pemerintah dan Badan Permusyawaratan Desa [BPD] Nanga Bere pada 23 Januari di rumah Huzaifa.

Kepada warga Dusun Kewitu dan Nanga Tangga, hasil rapat itu ia sampaikan lewat grup WhatsApp “IPDN NISAR” pada 24 Januari.

IPDN merupakan singkatan Ikatan Pemuda Desa Nanga Bere. Nisar merujuk pada sebutan warga setempat bagi Nanga Bere.

Sementara bak berlokasi di Dusun Kewitu, Nanga Bere.

Berbicara kepada Floresa pada 24 Januari, Sipri mengatakan “meski jebolnya bak merupakan musibah, tak boleh menjadi alasan pemerintah desa mengubah ukurannya.”

Sebagai pengelola anggaran, kata dia, Huzaifa mempunyai “tanggung jawab moral untuk menuntaskan pembangunan desa sesuai perencanaan awal.”

Perubahan ukuran bak merupakan “pengingkaran terhadap hak warga yang rindu mengakses air dengan mudah.”

Ia mengaku memahami situasi Huzaifa yang harus berpikir keras mencari dana tambahan guna membangun bak baru itu.

Tetapi, kata dia, hal itu tidak mungkin terjadi jika Huzaifa tidak mengalihkan sebagian anggaran untuk pembangunan di dusun lain.

“Seharusnya masih banyak sisa dana jika dia [Huzaifa] tidak membangun tugu keran air di Dusun Bangko dan Weko.”

Sipri menyarankan agar Huzaifa rembuk dengan warga untuk mengatasi masalah tersebut. 

Barangkali, kata dia, “warga bersedia membantu pemerintah desa dengan cara swadaya dan gotong royong.”

Sipri mengatakan pada 26 Januari, untuk pengerjaan bak dan asesories lainnya nilainya sekitar Rp82 juta, pengadaan pipa dan jaringannya sekitar Rp162 juta dan pengerjaan  beberapa tugu kran sekitar Rp41 juta.

“Yang Penting Kualitasnya Bagus”

Sepekan usai jebolnya bak air di Dusun Kewitu, Huzaifa mengaku telah mengeluarkan kocek pribadi untuk memperbaikinya. Ia bahkan sampai “berutang pasir dan semen.”

Berbicara kepada Floresa pada 20 Januari, Huzaifa mengaku ia awalnya berencana hanya merenovasi bak yang jebol.

Namun, warga khawatir renovasi bakal bikin jebol bak untuk kedua kalinya. Apalagi volume airnya besar.

“Padahal, saya sudah suruh tukang senior untuk memperbaiki bak itu,” kata Huzaifa.

Ia tak menampik rencana pembangunan bak baru berukuran 2×2 meter. Warga dan Badan Permusyawaratan Desa tak keberatan dengan ukuran, katanya, “yang penting kualitasnya bagus.”

Ia mengaku tengah mengukur ulang di lokasi pembangunan bak ketika ditelepon Sipri. 

“Pak Camat mengingatkan supaya pembangunan bak sesuai RAB,” katanya.

Warga yang pertama kali melaporkan kasus ini kepada Floresa mengatakan setelah sempat dihentikan Sipri, pengerjaan bak itu kembali dilanjutkan pada 24 Januari. 

Pengerjaan awal, kata dia, adalah mencetak batu bata.

Setelah sempat dihentikan Camat Lembor Selatan, pembangunan bak baru kembali dilanjutkan pada 24 Januari 2024. Pembangunan itu dimulai dengan pembuatan batu bata. (Dokumentasi warga)

Meski demikian, kata dia, hingga kini anggaran pembangunan bak baru itu “masih menjadi misteri.”

Kepada Floresa, ia memberi tahu beberapa pesan para anggota grup IPDN NISAR, yang intinya menuntut transparansi pengelolaan anggaran pembangunan bak baru.

“Kira-kira berapa anggaran kalau buat [bak] baru?,” katanya soal pesan yang diketik seorang warga.

Merespons pertanyaan itu, Huzaifa yang juga anggota grup WhatsApp itu mengatakan, “saya tidak bisa memperkirakan. Pokoknya jalan saja. Yang penting bak bisa dibangun dan paten.”

Ia juga meminta warga untuk “mengawasi pekerjaannya,” yang lalu disambung seorang anggota grup, “bagaimana mau mengawasi kalau bapak saja tidak tahu anggarannya?”

Anggaran Tak Klop

Proyek pembangunan bak merupakan tahap ketiga dalam program pengadaan air minum bersih skala desa di Nanga Bere. 

Pembangunan merupakan bagian dari kegiatan pengadaan air minum bersih di Dusun Kewitu dan Nanga Tangga di desa tersebut.

Anggaran dibagi dalam dua tahap yang secara berturut-turut Rp275 juta pada 2021 dan Rp250 juta pada 2022, menurut keterangan Huzaifa seperti yang ia sampaikan kepada warga.

Belakangan warga mengetahui anggaran yang tercantum dalam RAB sebesar Rp305.069.191 pada 2021 dan Rp257 juta pada setahun berikutnya. 

Sementara total dana pembangunan bak sebesar Rp286.034.400 yang bersumber dari dana desa tahun anggaran 2023, demikian informasi pada papan proyek.

Belakangan pula warga mendapati dana proyek yang tercantum dalam RAB  sebesar Rp323.415.400.

“Kami menduga pemerintah desa telah melakukan korupsi dana proyek pembangunan air minum bersih Wae Lemuk,” ungkap warga yang berbicara kepada Floresa.

Ia mengaku sudah memiliki salinan RAB pembangunan air minum Wae Lemuk mulai dari 2021 sampai 2023. 

“Anggaran hampir satu miliar, tidak sesuai dengan RAB dan kualitas pipa yang ada,” ungkapnya.

Ia menunjukkan RAB itu kepada Floresa untuk memperkuat dugaannya. 

Tampak perbedaan signifikan antara jumlah anggaran yang disampaikan pemerintah desa kepada warga.  

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel Whatsapp dengan klik di sini.

spot_img

BACA JUGA

BANYAK DIBACA