Floresa.co – Jika dihitung sejak mulai masa tanam, jagung di lahan seluas satu hektare milik Fransiskus Dakul seharusnya sudah bisa dipanen bulan depan.
Namun, kekeringan berkepanjangan membuat tanaman pangan itu jadi layu, dengan daunnya yang sudah menguning.
“Ini tidak bisa lagi dipanen,” kata Fransiskus, 50 tahun, warga Desa Compang Ndejing, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, sembari berdiri di tengah lahannya.
Desanya adalah salah satu dari beberapa daerah penghasil jagung di kabupaten itu yang terdampak perubahan iklim, membuat hujan jarang turun seperti pada tahun-tahun silam.
Menanam jagung menjadi andalan utama bagi keluarga Fransiskus untuk memenuhi kebutuhan hidup selama setahun.
“Kami tidak memiliki sawah atau usaha lain selain menanam jagung. Ini satu-satunya yang kami miliki,” katanya kepada Floresa.
“Kami berharap pemerintah tidak menutup mata terhadap persoalan ini,” tambahnya.
Kepala Desa Compang Ndejing, Ahmad Jabur mengatakan, bertani jagung merupakan mata pencaharian pokok bagi sebagian besar warganya.
Total lahan yang digarap petani setiap tahun “mencapai angka 300 hektare dengan rata-hasil sekitar 4 ton per hektare”.
“Jika curah hujan bagus, dalam setahun bisa panen sampai tiga kali, ” ujar Ahmad kepada Floresa pada 22 Februari.
Curah hujan rendah tahun ini membuat tanaman jagung gagal bertumbuh dengan normal, katanya.
“Warga kehilangan pendapatan yang sangat signifikan,” kata Ahmad.
Ahmad berkata “masalah gagal panen ini sudah kami laporkan secara resmi kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.”
“Saat ini kami sedang menunggu hasilnya,” katanya.

Ia menjelaskan, luas seluruh lahan jagung yang mengalami gagal panen di desa itu sebanyak 75 hektare dengan jumlah keluarga petani terdampak 135.
Jumlah ini menjadi yang terbanyak dari luas lahan gagal panen di desa dan kelurahan lainnya.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Manggarai Timur, hingga 23 Februari terdapat 215 hektare lahan jagung yang gagal panen.
Jumlah tersebut menyebar di beberapa desa pada dua kecamatan – Borong dan Rana Mese.
Di Kecamatan Borong totalnya 102 hektare yang tersebar di dua desa dan dua kelurahan.
Selain Compang Ndejing, desa terdampak lainnya di kecamatan itu adalah Desa Nanga Labang, dengan luas lahan 12 hektare dan 41 keluarga terdampak; Kelurahan Kota Ndora 10 hektare dengan 20 keluarga terdampak dan Kelurahan Rana Loba lima hektare dengan 21 keluarga terdampak.
Sementara di Kecamatan Rana Mese total luas lahan yang gagal panen 113 hektare yang tersebar di tiga desa.
Di Desa Bea Ngencung, luasnya mencapai 25 hektare dengan 52 keluarga terdampak, Desa Watu Mori 58 hektare dengan 150 keluarga terdampak dan Desa Lidi 30 hektare dengan 45 keluarga terdampak.
Kepala Bidang Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian dan Perizinan Pertanian Dinas Pertanian, Yohana Kelen berkata data tersebut masih akan berubah karena pendataan sementara dilakukan oleh Petugas Penyuluh Lapangan.
Ia menjelaskan, dinasnya berkoordinasi dengan beberapa dinas terkait untuk menangani masalah ini.
“Apakah nanti ada bantuan yang diturunkan atau tidak,” katanya kepada Floresa pada 23 Februari.

Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Manggarai Timur, Herman Kodi menyebut pihaknya sudah mendapatkan informasi dari Dinas Pertanian.
Namun, kata dia, dinasnya masih menanti data yang lebih rinci.
“Dalam data [Dinas Pertanian] itu hanya kepala keluarganya saja yang dihitung, tetapi anggota keluarganya tidak dimasukkan,” katanya.
Ia menjelaskan, pemerintah sudah menyiapkan solusi untuk membantu para petani yang gagal panen, salah satunya dengan memberikan bantuan beras.
Herman berkata stok beras yang dialokasikan untuk penanggulangan bencana sebanyak 100 ton.
“Kalau kita sesuaikan dengan data yang mereka laporkan sekarang ini, berarti yang terpakai nanti tidak sampai 20 ton,” katanya.
“Makannya saya minta mereka untuk buat laporan menyeluruh, biar nanti bantuan yang kita turunkan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat,” katanya.
Editor: Ryan Dagur