Floresa.co – Martinus Salim membagikan kisah tentang keluarga kakaknya di Grup WhatsApp pembaca Floresa pada 7 Januari.
Sembari meminta dukungan doa dari anggota grup, warga Desa Mbengan, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur itu mengungkap kondisi sulit yang dihadapi keluarga itu setelah sang ayah, Hironimus Margo, 50 tahun menderita kanker.
“Ayah mereka sekarang menderita kanker stadium empat. Saat ini dalam proses perawatan. Kondisi sangat kritis,” tulisnya.
Ia menambahkan: “Istrinya sekarang hamil sembilan bulan dan siap-siap untuk melahirkan.”
“Namun, kondisinya kurang sehat. Besar kemungkinan harus dirujuk.”
Kondisi ini membuat anak sulung mereka yang sekarang kuliah di Bali meninggalkan kampus demi mencari pekerjaan untuk biaya pengobatan sang ayah.
“Anak bungsu yang sekarang kelas XI di SMK Tiara Nusa Borong, tak punya semangat lagi untuk kembali ke sekolah, karena harus mendampingi ayahnya,” lanjutnya.
Martinus pun memohon kepada anggota grup untuk mendoakan keluarga ini “agar Tuhan memberikan jalan yang terbaik bagi keberlangsungan hidup mereka.”
Pesan itu pun mendapat respons simpatik dari anggota grup lainnya. Seorang anggota grup mengusulkan dilakukan penggalangan dana sebagai bentuk solidaritas.
Dihubungi Floresa via telepon, Martinus berkata, beberapa bulan lalu kakaknya Hironimus semula memeriksakan diri ke RSUD Lehong di Borong, ibu kota kabupaten Manggarai Timur, menyusul fesesnya yang berlendir dan berdarah.
Setelah menjalani perawatan selama tujuh hari, termasuk rontgen, Hironimus didiagnosa menderita disentri atau infeksi usus.
Meski kondisinya sempat membaik setelah pulang ke rumah, penyakit yang sama kembali menyerang pada Oktober 2024, dengan kondisi yang makin memburuk.
“Kami mencoba berbagai cara, mulai dari pengobatan alternatif hingga berkonsultasi dengan beberapa dokter praktik di Borong,” kata Martinus.
Namun, usaha tersebut belum memberikan hasil yang memadai.
Pada 22 November, keluarga pun membawa Hironimus kembali ke RSUD Lehong.
Setelah serangkaian pemeriksaan, termasuk rontgen, ditemukan adanya benjolan di usus besar dan bercak pada organ lainnya.
Dokter pun menyarankannya untuk dirujuk ke RSUD Johannes Kupang, rumah sakit milik Pemerintah Provinsi NTT yang memiliki fasilitas lebih lengkap.
Pengobatan di Kupang
Hironimus berangkat ke Kupang pada 27 November bersama keluarganya.
Setelah dirawat selama beberapa pekan, dokter merekomendasikan untuk CT Scan demi mengetahui lebih detil kondisi kesehatan Hironimus.
“Setelah dilakukannya CT Scan, Hironimus dinyatakan mengalami tumor ganas stadium empat, dengan titik tumor yang berukuran besar terdapat di usus besar, paru-paru dan hati,” kata Martinus.
Dokter pun menyarankan Hironimus untuk menjalani kemoterapi selama 6-7 bulan.
Namun, Martinus mengatakan, keluarga “keberatan karena masalah biaya.”
Meski merupakan peserta BPJS Kesehatan, tetapi karena jauh dari kampung halaman, di Kupang mereka pasti membutuhkan biaya hidup yang tak sedikit.
“Sebelum Hironimus berangkat ke Kupang, dia menjual sebidang tanah untuk biaya perawatan dan biaya pendidikan anak, dan kebutuhan rumah tangga lainnya,” tutur Martinus.
Pada 22 Desember, Hironimus pun memutuskan kembali ke kampung.
Sebelum pulang, dokter menyarankan konsumsi obat herbal sebagai alternatif.
Keluarga pun berupaya mencari pengobatan herbal, termasuk mendapatkan bantuan enzim temulawak putih dari Pater Bone Budiman OFM.
Hingga kini, Hironimus rutin mengkonsumsi herbal tersebut.
Dampak Ekonomi dan Kehidupan Keluarga
Martinus berkata, kondisi ini berdampak besar pada ekonomi keluarga Hironimus.
Apalagi, istrinya, Sovia Kolong, 44 tahun, tengah mengandung tujuh bulan saat sang suami didiagnosa tumor.
Mengingat usianya yang sudah berkepala empat, kendati kondisi janin baik, petugas puskesmas merekomendasikan agar Sovia menjalani proses persalinan di RSUD Lehong.
“Perkiraan kelahiran pada 27 Januari,” kata Martinus.
Di tengah situasi sulit ini, anak sulung Hironimus, Teodora Grasiana Anjela memutuskan untuk berhenti kuliah dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Mahasaraswati Denpasar, Bali.
“Ia ingin meringankan beban keluarga dan berencana mencari pekerjaan,” ujar Martinus.
Dihubungi Floresa, Anjela, 22 tahun, berharap, keputusannya dapat membantu meringankan beban orang tua.
“Saya ingin bapak segera sembuh dan mama bisa melahirkan adik kami dalam keadaan sehat,” katanya.
“Meski berat, saya siap membantu keluarga agar bapak dan mama tidak terlalu terbebani,” tambahnya.
Di dalam lubuk hatinya, Anjela masih berharap bisa meneruskan pendidikannya.
“Saya ingin kembali berkuliah suatu hari nanti agar bisa lebih baik membantu keluarga di masa depan.”
Maria Sonata Nae, adik Anjela yang kini bersekolah di SMA Negeri 2 Kota Komba, juga memiliki harapan yang sama.
“Saya ingin bapak segera sembuh dan mama sehat saat melahirkan,” ujarnya.
Gadis 17 tahun itu juga berharap “bisa tetap bersekolah tanpa membuat bapak dan mama semakin terbebani.”
“Jika ada bantuan dari pihak sekolah atau donatur, itu akan sangat membantu saya untuk terus belajar,” tambahnya.
Adik bungsu mereka, Gebril Mickael Gasan, yang masih duduk di kelas XI SMK Tiara Nusa Borong, kini seperti berada di persimpangan jalan.
Seperti dua kakaknya, Gebril berharap ayahnya “segera sehat dan mama bisa melahirkan dengan selamat.”
“Saya juga ingin tetap sekolah, tapi saya merasa tidak tega meninggalkan bapak dan mama dalam keadaan seperti ini,” kata remaja 16 tahun itu.
“Saya berharap, jika ada yang tergerak untuk membantu, itu akan sangat berarti bagi keluarga kami. Saya ingin menyelesaikan sekolah dan suatu hari bisa membantu keluarga lebih baik,” ujarnya.
Martinus berkata, kondisi keluarga kakaknya menjadi cobaan besar bagi seluruh anggota keluarga.
Dalam situasi sulit ini, mereka tetap saling mendukung dengan berbagai cara.
“Di kampung, kami keluarga besar berusaha membantu sebisa mungkin, baik dengan uang, beras, maupun menemani kakak saya dan istrinya,” katanya.
“Kami berharap, ada bantuan dari pihak-pihak yang peduli terhadap kondisi ini.”
Editor: Petrus Dabu