ReportaseMendalamDiusut Sejak Dua Tahun Lalu, Desakan Publik Menguat Agar Kejaksaan Segera Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Proyek Air Minum di Sikka

Diusut Sejak Dua Tahun Lalu, Desakan Publik Menguat Agar Kejaksaan Segera Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Proyek Air Minum di Sikka

PMKRI menemukan tujuh indikator dugaan korupsi dalam proyek yang dikelola Perumda Wair Pu’an itu

Floresa.co Desakan publik semakin menguat lantaran proses hukum dugaan korupsi proyek air minum di Kabupaten Sikka, NTT yang diusut sejak dua tahun lalu tak kunjung sampai pada penetapan tersangka.

Salah satunya dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Maumere, yang mendesak Kejaksaan Negeri Sikka tidak “membiarkan kasus ini berlarut-larut.”

Dalam pernyataan tertulis yang diterima Floresa pada 10 Juni, Presidium Gerakan Masyarakat PMKRI Maumere, Johan De Brito Papa Naga menyebut proses hukum yang lambat dapat menjadi celah pembiaran praktik korupsi di wilayah itu.

“Kejaksaan Negeri Sikka jangan hanya panggil, periksa dan kemudian membiarkan kasus ini berlarut-larut. Segera tetapkan tersangka!,” tulis Johan. 

Kajian PMKRI, katanya, menemukan tujuh fakta yang mengindikasikan potensi pelanggaran hukum dalam proyek tersebut, mulai dari metode penyusunan anggaran yang tidak sesuai regulasi, pembebanan biaya administrasi kepada pelanggan, hingga pembelian mobil pikap yang tak masuk dalam rencana awal penggunaan dana penyertaan modal.

Sementara itu, sebagian pekerjaan seperti pengeboran sumur di daerah lingkar luar Kota Maumere dilaporkan tidak dilakukan, sementara pipa dan aksesoris tetap dibeli, menjadikannya barang mubazir. 

Bahkan, lanjutnya, sejumlah instalasi sambungan rumah yang seharusnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah, justru diberikan kepada rumah-rumah yang tidak memenuhi kriteria.

“Bahkan, hak masyarakat untuk mendapatkan air bersih pun dikorupsi dan dikebiri. Ini tindakan kurang ajar dari para penyamun uang rakyat,” kata Johan.

Diusut Sejak 2023

Proyek Hibah Air Minum Perkotaan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di kabupaten seluas 1.675 kilometer persegi itu menelan anggaran Rp6,75 miliar.

Sumbernya dari penyertaan modal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020, yang dikelola langsung oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Wair Pu’an.

Proyek ini menargetkan 2.250 keluarga berpenghasilan rendah di 11 wilayah kecamatan, yakni Alok, Alok Barat, Alok Timur, Nelle, Koting, Nita, Lela, Kangae, Kewapante, Bola dan Talibura. 

Dikutip dari Suarasikka.com, sebelum ditangani kejaksaan pada 2023, DPRD Kabupaten Sikka periode 2019-2024 telah membentuk panitia khusus (pansus) untuk mendalami pengelolaan dana oleh Perumda Wair Pu’an.

Hasil penelusuran pansus yang dipimpin Alfridus Melanus Aeng itu mengungkap penyelewengan dana Perumda Wair Pu’an mencapai Rp2,85 miliar. Hasil itu juga telah diserahkan kepada kejaksaan pada 27 Januari 2023.

Pansus menemukan adanya pembengkakan harga dalam pengadaan pipa, penyalahgunaan anggaran administrasi dan belanja barang di luar ketentuan, termasuk pengadaan kendaraan dan pompa tanpa analisis kebutuhan.

Kerja Pansus berlangsung selama 10 bulan, dengan serangkaian kunjungan dan konsultasi ke Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTT, peninjauan lapangan, hingga permintaan klarifikasi kepada rekanan, termasuk PT Langgeng dan Perumda Wair Pu’an.

Terkait peran PT Langgeng, Direktur Utama Perumda Wair Pu’an, Fransiskus Laka mengaku tidak tahu karena “bukan mitra kami”.  

“Mungkin (sebagai) mitra rekanan yang ikut lelang di PDAM atau lainnya, saya tidak tahu,” katanya kepada Floresa pada 13 Juni. 

Masuk Tahap Penyidikan, Kejaksaan Minim SDM

Setelah dua tahun ditangani, pada 3 Maret, kejaksaan memeriksa delapan saksi, di antaranya ada “Pegawai PDAM dan pelapor (masyarakat).” 

Kepala Seksi Intelijen Kejari Sikka, Okky Prastyo Ajie berkata “kasus ini sedang dalam tahap penyidikan.” 

Ia mengklaim kekurangan personel menjadi kendala dalam penanganan kasus.

“Karena sumber daya manusia kurang, kita selesaikan satu-satu. Kalau SDM-nya banyak, kita bisa pegang beberapa perkara,” katanya.

Saat dihubungi Floresa pada 11 Juni, Okky menjelaskan, kendati sudah ada upaya pengusutan saat penyerahan hasil penelusuran DPRD pada 2023, kejaksaan baru menanganinya pada awal tahun ini.

Hal itu terjadi karena “ada penyelidikan dari Polres sehingga kami pada waktu itu bersifat pasif.”

Ia meminta publik bersabar dan menghormati proses hukum yang tengah berlangsung.

“Masih terus kami dalami,” klaimnya.

Dalih Perumda: “Kami Jalankan Sesuai SOP”

Merespons desakan publik yang menyoroti lembaganya, Fransiskus Laka menegaskan bahwa pelaksanaan belanja telah dilakukan sesuai prosedur internal perusahaan. 

“Kami perusahaan daerah. Tidak tunduk pada Perpres pengadaan barang dan jasa. Kami punya SOP sendiri yang disusun sejak 2016,” katanya.

Fransiskus mengklaim ada sisa dana dari proyek tersebut sebesar Rp542 juta dan dana jaminan Rp633 juta yang masih tersimpan di rekening perusahaan. 

Ia menjelaskan, dasar hukum penggunaan dana itu merujuk pada Perda Nomor 9 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perda Nomor 1 Tahun 2016 mengenai penyertaan modal daerah. 

Perda tersebut, kata dia, mengatur jenis-jenis belanja yang diperbolehkan, tidak hanya untuk sambungan rumah, tetapi juga untuk pembangunan jaringan, sumur bor, peralatan kerja hingga rencana pembangunan kantor.

Ia berkata, dalam pelaksanaan teknis pengadaan, Perumda tidak menggunakan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Hal itu terjadi karena Perumda bukan termasuk dalam kategori Kementerian, Lembaga, Dinas dan Instansi (KLDI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Perpres tersebut. 

Sebagai gantinya, kata dia, Perumda menggunakan SOP internal yang telah disusun sejak 2016 dengan pendampingan dari BPKP, serta telah dikonsultasikan ulang kepada institusi itu, Kejaksaan Negeri Sikka dan Unit Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Sikka sebelum pelaksanaan.

Fransiskus juga menyayangkan bahwa opini publik terlanjur terbentuk tanpa menunggu proses hukum berjalan. 

“Saya melihat ada fenomena no viral, no justice. Orang diadili bukan karena fakta, tapi karena opini,” ujarnya.

Dalam pelaksanaan program, dari total target sambungan rumah sebanyak 2.250 unit, Perumda mengusulkan menjadi 2.363 unit sebagai bentuk antisipasi cadangan lima persen. 

Namun, hanya 2.155 sambungan rumah yang berhasil direalisasikan karena sejumlah kendala teknis di lapangan.

“Dosa besar jika hak untuk air dimanipulasi,” kata Johan dari PMKRI.

Editor: Anno Susabun

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA